Unta
(Sumber:
https://www.liputan6.com/global/read/4150758/10000-unta-di-australia-terancam-ditembak-mati).
Unta adalah hewan mamalia berkuku genap dari genus Camelus. Ia hidup di wilayah kering dan
gurun di Asia, Afrika Utara, dan Afrika Timur. Menurut Wikipedia, umur harapan hidup unta antara 30 sampai 50 tahun. Unta
dimanfaatkan antara lain untuk diambil susu, daging, kulit, dan bulunya, di
samping digunakan sebagai alat transportasi. Sebagaimana diinformasikan oleh https://www.kompas.com/, selama ribuan tahun manusia telah menggunakan unta
sebagai alat transportasi. Unta mampu membawa beban seberat 170-270 kg. di
punggungnya.
Unta ada yang berpunuk satu (Camelus dromedarius),
dan ada yang berpunuk dua (Camelus bactrianus). Unta dengan satu punuk disebut unta dromedaris,
sedang unta dengan dua punuk disebut unta baktria.
Punuk unta menyimpan lemak yang dapat dimetabolisme ketika unta kesulitan
menemukan makanan dan air. Selain itu, bulu mata unta yang panjang bermanfaat
untuk melindungi mata mereka dari tiupan debu dan pasir.
Di dalam Al-Qur’an, unta disebut
dalam berbagai surat, seperti Surat Al-An’ām, Surat Al-A’rāf, Surat Hūd, Surat
Yūsuf, Surat An-Nahl, Surat Al-‘Isrā’, Surat Al-Hajj, Surat Asy-Syu’arā’, Surat
Ash-Shāffāt, Surat Al-Qamar, Surat Al-Wāqi’ah, Surat Al-Hasyr, Surat
Al-Mursalāt, Surat At-Takwīr, Surat Al-Ghāsyiyah, dan Surat Asy-Syams.
Al-Qur’an Surat Al-An’ām ayat 144
menyebut unta sebagai salah satu hewan yang diharamkan oleh kaum musyrikin di
samping domba, kambing, dan sapi.
Dan
sepasang dari unta dan
sepasang dari sapi. Katakanlah, “Apakah dua yang jantan yang diharamkan ataukah
dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Apakah kamu
menyaksikan di waktu Allah menetapkan ini bagimu? Maka siapakah yang lebih
zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk
menyesatkan manusia tanpa pengetahuan?” Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim (Al-Qur’an Surat Al-An’ām ayat 144)
Seperti telah disebut dalam
tulisan saya yang berjudul “Sapi” (http://mulyonoatmosiswartoputra.blogspot.com/2022/02/sapi.html),
ayat ini
selain berbicara tentang pengharaman domba, kambing, sapi, dan unta oleh kaum
musyrikin, juga bebicara tentang pengingkaran Allah terhadap peraturan yang
dibuat oleh kaum musyrikin tadi. Allah memerintahkan kepada Rasulullah agar
mengatakan kepada kaum musyrikin, “Apakah dua yang jantan yang diharamkan
ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Apakah
kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan ini bagimu? Siapakah yang lebih
zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan
manusia tanpa pengetahuan?” Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim.
Berbeda dengan unta yang disebut dalam ayat di atas, unta yang disebut dalam Al-Qur’an Surat Al-A’rāf ayat 40
berhubungan dengan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah. Tafsir
Al-Mukhtashar seperti dikutip https://tafsirweb.com/
menerangkan bahwa sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami yang
terang-benderang dan enggan untuk tunduk dan patuh kepadanya akan berputus asa
dari segala kebaikan. Pintu-pintu langit tidak akan dibuka untuk menerima amal
perbuatan mereka karena kekafiran mereka. Juga tidak akan dibuka untuk menerima
roh mereka ketika mereka meninggal dunia. Mereka tidak akan pernah masuk surga
sampai ada unta (yang merupakan salah satu hewan bertubuh besar) masuk ke
lubang jarum yang merupakan salah satu lubang yang sangat kecil. Ini hal yang
mustahil. Sesuatu yang digantungkan padanya (yaitu masuknya mereka ke dalam surga)
pun merupakan perkara yang mustahil. Balasan seperti itulah yang Allah berikan
kepada para pelaku dosa terbesar.
Sesungguhnya
orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya,
sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula)
mereka masuk surga, hingga unta
masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang
yang berbuat kejahatan (Al-Qur’an Surat Al-A’rāf ayat 40).
Masih sama-sama dalam Al-Qur’an Surat Al-A’rāf, unta
yang disebut pada ayat 73 dan 77 di bawah ini berhubungan dengan kisah kaum
Tsamud yang diazab oleh Allah. Demikian juga dengan unta yang disebut dalam
Al-Qur’an Surat Hūd ayat 64-65, Surat Al-‘Isrā’ ayat 59, Surat Asy-Syu’arā’
ayat 155-156, Surat Al-Qamar ayat 27-29, dan Surat Asy-Syams ayat 13-14,
semuanya berhubungan dengan kisah kaum Tsamud, umatnya Nabi Shalih.
Dan
(Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka, Shalih. Ia berkata, “Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya.
Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini
menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah
kamu mengganggunya dengan gangguan apapun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa
siksaan yang pedih” (Al-Qur’an Surat Al-A’rāf ayat 73).
Kemudian
mereka sembelih unta betina
itu, dan mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhan. Dan mereka berkata,
“Hai Shalih, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul)
kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah)” (Al-Qur’an Surat Al-A’rāf ayat 77).
Hai
kaumku, inilah unta betina
dari Allah, sebagai mukjizat (yang menunjukkan kebenaran) untukmu, sebab itu
biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan
gangguan apapun yang akan menyebabkan kamu ditimpa azab yang dekat”. Mereka
membunuhnya (unta
itu), maka berkata Shalih, “Bersukarialah kamu sekalian di rumahmu selama tiga
hari, itu adalah janji yang tidak dapat didustakan” (Al-Qur’an
Surat Hūd ayat 64-65).
Dan
sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu)
tanda-tanda (kekuasan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan
oleh orang-orang dahulu. Dan telah Kami berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai
mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiayanya (unta betina
itu). Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti (Al-Qur’an
Surat Al-‘Isrā’ ayat 59)
Shalih
menjawab, “Ini seekor unta
betina, ia mempunyai giliran untuk mendapatkan air, dan kamu mempunyai giliran
pula untuk mendapatkan air di hari yang tertentu. Dan janganlah kamu menyentuhnya
(unta
betina itu) dengan sesuatu kejahatan, yang menyebabkan kamu akan ditimpa oleh
azab hari yang besar” (Al-Qur’an Surat Asy-Syu’arā’ ayat 155-156).
Sesungguhnya
Kami akan mengirimkan unta betina
sebagai cobaan bagi mereka, maka tunggulah (tindakan) mereka dan bersabarlah. Dan
beritakanlah kepada mereka bahwa sesungguhnya air itu terbagi antara mereka
(dengan unta
betina itu); tiap-tiap giliran minum dihadiri (oleh yang punya giliran). Maka
mereka memanggil kawannya, lalu kawannya menangkap (unta itu) dan membunuhnya (Al-Qur’an
Surat Al-Qamar ayat 27-29)
Lalu
Rasul Allah (Shalih) berkata kepada mereka, (“Biarkanlah) unta betina Allah dan
minumannya”. Lalu mereka mendustakannya dan menyembelihnya (unta itu),
maka Tuhan mereka membinasakan mereka disebabkan dosa mereka, lalu Allah menyamaratakan
mereka (dengan tanah) (Al-Qur’an Surat Asy-Syams ayat 13-14).
Tentang kisah
kaum Tsamud yang diazab oleh Allah, saya telah menulisnya di konten notes
facebook saya yang berjudul “Unta Nabi
Shalih”, seperti di bawah ini.
Di daerah yang
bernama Hijr, sebuah daerah yang terletak di antara Hijaz dan Syam, hiduplah
suatu kaum yang diberi banyak kenikmatan oleh Allah. Tanahnya yang subur
menjadikan hasil bumi mereka melimpah ruah. Binatang-binatang peliharaan pun
berkembang biak. Mereka juga memiliki keahlian arsitektur yang luar biasa pada
zamannya. Di samping memiliki istana-istana yang dibangun di atas tanah datar,
mereka juga membuat bangunan tempat tinggal di gunung-gunung dengan cara
memahat gunung-gunung cadas tersebut menjadi rumah dengan tiang-tiang yang
tinggi, pintu yang besar, dan gapura yang artistik. Tsamud, demikian nama kaum
tersebut, suatu kaum yang hidup sesudah Kaum ‘Ad yang diazab oleh Allah karena
mereka menolak mentah-mentah risalah yang dibawakan oleh Nabi Hud.
Tentang keahlian
kaum Tsamud memahat gunung-gunung menjadi rumah, selain diabadikan dalam
Al-Qur’an, bukti arkeologisnya juga masih dapat kita saksikan hingga sekarang.
Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu
pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Ad dan memberikan tempat
bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan
kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah. Maka, ingatlah nikmat-nikmat
Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan (Al-Qur’an
Surat Al-A’rāf ayat 74).
Dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah
(Al-Qur’an Surat Al-Fajr ayat 9).
Dan kamu pahat sebagian dari gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah dengan
rajin (Al-Qur’an Surat Asy-Syu’ara’ ayat 149).
Sayangnya,
meskipun mereka telah diberi banyak kenikmatan oleh Allah, tapi mereka
bermaksiat kepada-Nya. Bukannya Allah yang disembah oleh kaum Tsamud, melainkan
berhala-berhala yang dijadikan sesembahannya. Oleh karena itu, Allah lalu
mengutus Nabi Shalih yang berasal dari kaum Tsamud juga, untuk meluruskan
aqidah kaumnya.
Dan, (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara
mereka, Shalih… (Al-Qur’an Surat Al-A’rāf ayat 73).
Sebagai orang
yang mendapat perintah dari Allah untuk menyampaikan risalah-Nya, maka Nabi
Shalih kemudian berdakwah kepada kaumnya. Beliau mengajak kaumnya untuk
menyembah Allah dan meninggalkan sesembahan-sesembahan lain selain Allah.
Sebagai orang yang lahir dan besar di situ, Nabi Shalih tentu menginginkan yang
terbaik untuk kaumnya. Beliau mengingatkan kepada kaumnya agar segera memohon
ampunan kepada Allah atas apa yang mereka lakukan selama ini, yakni menjadikan
berhala-berhala sebagai sesembahan. Terlebih, Allah telah memberikan banyak
nikmat, seperti mereka dapat membuat rumah di gunung-gunung dengan
ukiran-ukiran yang indah, kebun-kebunnya memiliki mata air yang mengalir
sehingga menghasilkan panen yang melimpah, dan tanaman-tanaman kurmanya
memiliki mayang yang lembut, sehingga tak sewajarnya jika mereka menyembah
kepada selain Allah. Di samping itu, dalam menjalankan dakwahnya, Nabi Shalih
juga tidak mengharapkan upah sama sekali. Beliau hanya berharap balasan dari
Allah semata.
Menanggapi
dakwah Nabi Shalih, sebagian di antara kaum Tsamud memang ada yang beriman,
namun tidak sedikit yang menolak.
“Hai Shalih,
kamu adalah manusia biasa seperti kami. Bagaimana kami mau percaya bahwa kamu
adalah utusan Tuhan? Kalau Tuhan kami menghendaki, tentu Dia akan menurunkan
malaikat”, kata orang-orang yang mendustakan risalah yang dibawakan oleh Nabi
Shalih.
Tak sekedar
tidak mengimani, mereka juga menganggap Nabi Shalih sebagai orang yang gila,
terkena sihir, pembohong, dan tuduhan-tuduhan jelek lainnya, karena beliau
melarang mereka menyembah apa yang disembah oleh nenek moyangnya.
Kepada para
pengikut Nabi Shalih, mereka juga berbuat sombong, karena merasa dirinya lebih
kuat dibandingkan pengikut Nabi Shalih yang kebanyakan adalah orang yang lemah,
baik lemah secara ekonomi maupun strata sosial.
“Tahukah kamu
bahwa Shalih diutus menjadi rasul oleh Tuhannya?”, tanya para pemuka kaum
Tsamud yang ingkar.
“Kami beriman
kepada wahyu yang disampaikan oleh Allah melalui Shalih”, jawab orang-orang
yang beriman.
“Kami adalah
orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu”, sahut mereka pongah.
Kaum Tsamud pada
umumnya benar-benar membangkang pada ajakan Nabi Shalih, kecuali beberapa orang
yang beriman. Selain tak mau mengikuti ajakan Nabi Shalih, mereka juga berusaha
menghalang-halangi dakwah beliau. Segala cara dilakukan, termasuk minta bukti
atas kenabiannya.
“Hai Shalih,
tunjukan bukti kalau kau adalah seorang nabi. Keluarkanlah unta dari dalam batu
itu”, kata mereka sambil menunjuk sebuah batu besar.
Melihat
permintaan mereka yang tak masuk akal, Nabi Shalih sadar bahwa tantangan kaum
Tsamud itu bertujuan untuk mengikis kepercayaan kaumnya, terutama jika Nabi
Shalih tidak dapat menujukkan bukti.
Sebagai utusan
Allah, beliau tak mau menyerah atas tantangan kaumnya. Nabi Shalih balik
menantang kaum Tsamud.
“Jika saya dapat
membuktikan permintaan kalian, apakah kalian mau mengikuti ajakanku, yakni
meninggalkan sesembahan-sesembahan lain selain Allah dan hanya Allah yang wajib
disembah?”.
“Ya”, jawab
mereka.
Nabi Shalih
kemudian berdoa, memohon kepada Allah agar mengabulkan apa yang diminta oleh
kaumnya. Tak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Doa Nabi Shalih dikabulkan.
Dengan kekuasaan Allah, terbelahlah batu besar yang mereka tunjuk tadi, dan
keluar seekor unta betina.
“Hai kaumku,
telah datang bukti yang kalian minta. Oleh karena itu, sembahlah Allah, karena
tiada Tuhan selain Allah. Unta betina ini menjadi tanda bagimu atas kekuasaan
Allah dan aku adalah utusan-Nya”, kata Nabi Shalih.
Melihat
kenyataan yang ada, sebagian orang langsung mengimani kebenaran risalah Nabi
Shalih. Mereka langsung menjadi pengikut Nabi Shalih, karena mereka percaya,
tidak akan mungkin batu dapat mengeluarkan unta jika tidak ada campur tangan
Dzat Yang Mahakuasa. Dialah Allah, Tuhan yang wajib disembah sebagaimana selalu
didakwahkan oleh Nabi Shalih kepada kaum Tsamud. Namun bagi yang tertutup
hatinya, mukjizat yang telah diperlihatkan oleh Nabi Shalih sesuai permintaan
mereka, tak mengubah kekafiran dan kedurhakaannya. Mereka tetap tak mau
beriman.
“Biarkanlah unta
itu makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya, karena kalau kamu
mengganggunya, maka kamu akan ditimpa siksaan yang pedih”, pesan Nabi Shalih
pada kaum Tsamud.
Nabi Shalih lalu
membuat kesepakatan dengan kaum Tsamud, agar unta tersebut dibiarkan merumput
di mana saja dia mau. Untuk minumnya, digilir antara unta dan kaum Tsamud. Satu
hari khusus untuk minum unta, hari berikutnya khusus untuk kaum Tsamud yang
ingin mengambil air guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian gilir berganti
antara unta dan kaum Tsamud dalam berbagi air. Saat air itu digilir khusus
untuk unta, maka kaum Tsamud boleh memerah susu unta sepuasnya agar mereka
tetap bisa minum. Ya, karena kuasa Allah, unta tersebut dapat mengeluarkan air
susu yang cukup untuk memenuhi kebutuhan minum kaum Tsamud.
Kembali kepada
orang-orang yang tetap pada kekafirannya. Meskipun Nabi Shalih sudah dapat
menunjukkan bukti yang mereka minta, tapi mereka tetap tak mau mengimani
risalah yang dibawakan oleh Nabi Shalih. Bahkan mereka tetap berupaya untuk
menjatuhkan Nabi Shalih. Mereka bersekongkol untuk membunuh unta tersebut,
tanpa menghiraukan peringatan yang telah disampaikan oleh Nabi Shalih agar
tidak mengganggu unta tersebut jika tidak ingin mendapatkan azab Allah. Ada 9
(sembilan) orang laki-laki yang membunuh unta tersebut. Setelah unta dibunuh,
kaum Tsamud bukannya takut terhadap azab yang dijanjikan Allah melalui Nabi
Shalih, mereka justru mendatangi Nabi Shalih dan menantangnya.
“Hai Shalih,
datangkanlah apa yang kamu ancamkan kepada kami jika betul kamu termasuk orang
yang diutus Tuhanmu”.
“Bersukarialah
kamu sekalian di rumahmu selama tiga hari, itu adalah janji yang tidak dapat
didustakan”, jawab Nabi Shalih.
Menurut sebagian
ahli tafsir, melalui Nabi Shalih, Allah memberi waktu tiga hari bagi kaum
Tsamud, barangkali mereka menyadari dosa yang telah mereka lakukan dan kemudian
bertobat serta beriman.
Nabi Shalih juga
memberitahukan kepada kaum Tsamud, bahwa azab Allah yang akan ditimpakan kepada
mereka, akan didahului dengan tanda-tanda. Pada hari pertama, saat bangun
tidur, wajah mereka berubah menjadi kuning. Hari kedua, wajah berubah menjadi
merah, dan berubah lagi menjadi hitam pada hari ketiga. Adapun azabnya akan
ditimpakan Allah pada hari keempat.
Mendengar
ancaman tersebut, mereka tetap pada kekufurannya. Mereka bahkan berencana
makar. Ya, mereka merencanakan pembunuhan terhadap Nabi Shalih agar azab yang
dikatakan oleh beliau tidak jadi ditimpakan. Namun sepandai-pandai mereka
merencanakan makar, Nabi Shalih punya pelindung yang tak terkalahkan. Allah
langsung membalas makar mereka. Sebelum mereka melaksanakan rencana jahatnya,
Allah telah menimpakan bebatuan kepada mereka, sehingga tewaslah orang-orang
yang hendak makar terhadap Nabi Shalih. Nabi Shalih pun diperintahkan oleh
Allah untuk meninggalkan tempat tersebut. Bersama para pengikut setianya,
pergilah Nabi Shalih meninggalkan kaumnya yang tetap membangkang pada
ajakannya.
Tiga hari dari
dijanjikannya azab telah lewat. Tepat pada hari keempat, Allah benar-benar
menimpakan azab kepada para pembangkang tersebut. Saat itu Allah perdengarkan
suara keras yang mengguntur diiringi dengan gempa. Matilah mereka, dan mayatnya
bergelimpangan di rumahnya, seolah-olah mereka belum pernah tinggal di tempat
tersebut. Jasadnya bagai rumput kering yang dikumpulkan oleh para pemilik hewan
ternak di kandang.
Itulah kisah
kaum Tsamud yang diazab oleh Allah, karena mereka tetap tidak beriman meskipun
bukti yang mereka minta telah dipenuhi: unta yang muncul dari dalam batu besar.
Dalam buku Al-Qur'an dan
Terjemahannya: Al-Jumanatul 'Ali, Seuntai Mutiara Yang Mahaluhur disebutkan
bahwa Surat Al-Wāqi’ah ayat 41-74 berbicara tentang azab atas
golongan kiri dan cercaan untuk mereka.
Sementara ayat 41-56, menurut tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah seperti dikutip https://tafsirweb.com/,
yang dimaksud dengan golongan kiri adalah mereka yang keadaannya menderita: dalam
hawa panas neraka, air mendidih yang sangat panas, naungan yang mencekik leher
akibat asap yang sangat hitam, tidak ada tempat yang dingin dan nyaman, atau
sedap dipandang mata. Sungguh dahulu di dunia mereka hidup bergelimanng syahwat
dan hal-hal haram, mereka terus menerus di atas kesyirikan, dan mereka
mengingkari hari kebangkitan dengan berkata, “Apakah kami dan nenek moyang kami
terdahulu akan dibangkitkan, padahal kami semua telah menjadi tanah dan
tulang-belulang yang berserakan?” Katakanlah kepada mereka, hai Rasulullah,
“Semua makhluk, baik yang terdahulu atau yang setelahnya, akan dibangkitkan
untuk menjalani hari perhitungan yang telah Allah tetapkan waktunya”. Hai
orang-orang yang sesat dan mendustakan kebangkitan, setelah dibangkitkan,
kalian akan memakan buah Zaqqum yang memiliki rasa yang mengerikan, kalian akan
memenuhi perut kalian dengan buah itu. Setelah itu kalian akan meminum air
mendidih yang sangat panas, dan kalian akan meminumnya dengan lahap seperti
unta yang kehausan. Itulah azab dari makanan yang disiapkan bagi mereka pada
hari kiamat.
Maka
kamu minum seperti unta
yang sangat haus minum (Al-Qur’an Surat Al-Wāqi’ah ayat
55).
Unta
yang disebut dalam Al-Qur’an
Surat Yūsuf baik ayat 65 maupun ayat 72, semuanya berhubungan dengan kisah Nabi
Yusuf yang kisahnya telah diceritakan dalam tulisan saya yang berjudul
“Serigala”.
(https://www.facebook.com/notes/mulyono-atmosiswartoputra/serigala/10216705374368946/).
Tatkala
mereka membuka barang-barangnya, mereka menemukan kembali barang-barang
(penukaran) mereka, dikembalikan kepada mereka. Mereka berkata: “Wahai ayah
kami apa lagi yang kita inginkan. Ini barang-barang kita dikembalikan kepada
kita, dan kami akan dapat memberi makan keluarga kami, dan kami akan dapat
memelihara saudara kami, dan kami akan mendapat tambahan sukatan (gandum)
seberat beban seekor unta.
Itu adalah sukatan yang mudah (bagi raja Mesir)” (Al-Qur’an
Surat Yūsuf ayat 65)
Ayat di atas menceritakan ketika
masa paceklik melanda Mesir, negeri tempat Nabi Ya’qub, ayah Nabi Yusuf
tinggal, juga mengalami paceklik. Ketika Nabi Yaqub dan anak-anaknya mendengar
kabar bahwa di negeri Mesir persediaan bahan pangan banyak tersedia, maka
saudara-saudara Nabi Yusuf pergi menuju Mesir untuk membeli bahan pangan.
Sesampainya di Mesir, saudara-saudara Nabi Yusuf tidak mengenali Nabi Yusuf,
tapi Nabi Yusuf mengenali mereka. Nabi Yusuf berusaha menggali informasi
tentang ayah dan adiknya, Bunyamin, secara tersembunyi. Setelah memperoleh
informasi, jika suatu ketika datang lagi ke Mesir, mereka diminta untuk bersama
Bunyamin. Jika tidak bersama Bunyamin, maka mereka tidak diperbolehkan membali
makanan di Mesir. Nabi Yusuf kemudian memerintahkan kepada bawahannya agar
memberikan bahan makanan yang cukup untuk mereka dan agar uang yang dipakai
untuk membeli bahan makanan oleh mereka, dimasukkan ke dalam wadah bahan
makanan mereka. Sesampainya di rumah, mereka terkejut menemukan uang yang
mereka pakai untuk membeli makanan berada di wadah bahan makanan yang mereka
beli. Mereka berkata: “Wahai ayah kami,
apa lagi yang kita inginkan? Ini barang-barang kita dikembalikan kepada kita,
dan kami akan dapat memberi makan keluarga kami, dan kami akan dapat memelihara
saudara kami, dan kami akan mendapat tambahan sukatan (gandum) seberat beban
seekor unta.
Itu adalah sukatan (gandum) yang mudah (bagi raja Mesir)”.
Sementara unta yang disebut dalam Al-Qur’an Surat Yūsuf ayat 72 merupakan kelanjutan dari
kisah di atas.
Penyeru-penyeru
itu berkata, “Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya
akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya” (Al-Qur’an
Surat Yūsuf ayat 72)
Untuk yang kedua kalinya,
anak-anak Nabi Ya’qub berangkat ke Mesir guna membeli bahan makanan. Kali ini
mereka bersama Bunyamin. Nabi Yusuf bergembira ketika melihat mereka datang
bersama adiknya yang sangat disayang. Mereka disuruh duduk bersama Nabi Yusuf.
Setelah waktu bertemunya dirasa cukup lama, merekapun pulang dengan membawa
perbekalan yang lebih dari cukup. Mereka tidak tahu bahwa wadah makanan mereka
selain diisi dengan bahan makanan, ternyata juga diisi dengan piala raja oleh
pegawai kerajaan atas perintah Nabi Yusuf, terutama wadah milik Bunyamin, tanpa
ada seorangpun yang menyadarinya. Baru saja mereka keluar dari kota Mesir,
tiba-tiba ada yang menahan dan menuduh mereka telah mencuri.
“Barang apakah yang hilang dari
kalian?”, tanya anak-anak Nabi Ya’qub kepada para penyeru itu.
“Kami kehilangan piala raja (penakar
yang biasa dipakai menakar oleh raja). Bagi siapa yang mengembalikannya, maka
ia akan mendapat bahan makanan seberat beban unta, dan aku penjamin bahan
makanan seberat beban unta tersebut”.
“Demi Allah, sesungguhnya kalian
mengetahui bahwa kami datang bukan untuk membuat kerusakan di negeri ini, dan
kami bukanlah para pencuri“.
“Apa hukuman bagi pencuri menurut
kalian, jika kalian berdusta dalam ucapan kalian: Kami bukanlah pencuri!”
“Hukumannya adalah bagi siapa yang
di wadah bawaannya terdapat barang curian, maka ia sendirilah tebusannya[1])”.
Anak-anak Nabi Ya’kubpun diajak
menghadap Nabi Yusuf oleh para penyeru. Wadah-wadah merekapun mulai diperiksa
oleh Nabi Yusuf. Setelah diperiksa, terbuktilah ada piala raja (penakar yang biasa
dipakai menakar oleh raja) di wadah bawaan milik Bunyamin. Sesuai perjanjian di awal, maka Bunyaminpun ditahan.
Mereka memohon agar Bunyamin tidak ditahan. Sebagai gantinya, boleh ditahan
salah satu di antara mereka. Akan tetapi Nabi Yusuf tidak mau menahan orang
yang tidak mengambil barang orang lain. Akhirnya Bunyamin ditahan, sedangkan
mereka kembali ke negerinya.
Seperti telah dijelaskan
dalam tulisan saya yang berjudul “Domba dan/atau Kambing” (http://mulyonoatmosiswartoputra.blogspot.com/2022/01/domba-danatau-kambing.html),
unta yang disebut
dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 80 bukan unta secara keseluruhan, melainkan
bulunya.
Dan
Allah menjadikan rumah-rumah bagimu sebagai
tempat tinggal dan Dia menjadikan bagimu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit
binatang ternak yang kamu merasa ringan (membawa)nya pada waktu kamu bepergian
dan pada waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta, dan bulu
kambing, alat-alat rumah tangga dan kesenangan (perhiasan) sampai waktu
(tertentu).
Dalam hal ini, Allah menjadikan rumah-rumah dari kulit binatang ternak (seperti
kemah-kemah dan tenda-tenda), agar orang-orang merasa ringan ketika membawanya
di waktu berjalan mengadakan perjalanan maupun waktu bermukim. Sementara bulu
unta dapat dijadikan alat-alat atau perabot rumah tangga kalian, seperti permadani
dan perhiasan dinding rumah yang dapat dinikmati sampai batas waktu tertentu (sampai
barang-barang itu rusak), dan bahkan dapat dijadikan pakaian.
Unta juga disebut dalam Al-Qur’an Surat Al-Hajj ayat 27.
Di sini, unta disebut dalam hubungannya dengan ibadah
haji. Ibadah haji merupakan ibadah wajib, sebagaimana yang terdapat dalam rukun
Islam. Haji diperuntukkan bagi setiap muslim yang mampu untuk menjalankannya, baik
dengan berjalan kaki maupun mengendarai unta. Hal ini dapat dimaklumi karena
kendaraan saat itu belum seperti zaman sekarang yang telah ada mobil, kapal,
maupun pesawat.
Dan
berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang
kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh (Al-Qur’an Surat Al-Hajj ayat 27).
Sementara
unta yang disebut
Al-Qur’an Surat Al-Hajj ayat 37 berhubungan dengan qurban yang dilakukan pada hari
raya Idul Adha oleh umat Islam.
Daging-daging
unta dan darahnya itu
sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari
kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk
kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan
berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik (Al-Qur’an
Surat Al-Hajj ayat 37).
Menurut
tafsir Al-Muyassar sebagaimana dikutip https://tafsirweb.com/, tidaklah sampai
kepada Allah daging-daging dan darah-darah dari sembelihan-sembelihan itu
sedikit pun. Akan tetapi, yang sampai kepada-Nya adalah keikhlasan pada-Nya dan
niat mencari Wajah Allah dengannya. Demikianlah Kami menundukkan bagi kalian,
(wahai orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah) supaya kalian
mengagungkan Allah dan bersyukur kepada-Nya atas kebenaran yang Allah tunjukkan
kepada kalian, karena Dia memang berhak untuk itu. Sampaikanlah kabar gembira,
(wahai Muhammad), kepada orang-orang yang berbuat baik dengan beribadah kepada
Allah semata dan juga berbuat kebaikan kepada hamba-hamba-Nya, dengan segala
kebaikan dan keberuntungan.
Al-Qur’an
Surat Al-Hasyr ayat 6 hingga 10 berbicara tentang hukum fai’ atau harta rampasan perang. Unta yang disebut dalam Surat
Al-Hasyr ayat 6 juga berhubungan dengan harta rampasan perang.
Dan
apa saja harta rampasan (fai’) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari
harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor
kudapun dan (tidak pula) seekor untapun,
tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap apa saja yang
dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (Al-Qur’an
Surat Al-Hasyr ayat 6).
Menurut
Tafsir Ringkas Kementrian Agama Republik Indonesia seperti dikutip https://tafsirweb.com/,
pada ayat ini Allah menerangkan hukum fai',
yakni rampasan perang yang ditinggalkan musuh setelah sebelumnya Allah
menjelaskan bahwa rasulullah mengepung dan mengusir kaum Yahudi di Madinah.
Mereka hanya dibolehkan membawa harta yang bisa dibawa oleh seekor unta. Harta
rampasan berupa fai', yaitu yang
diperoleh dari musuh tanpa terjadinya pertempuran, diberikan oleh Allah kepada
rasul-Nya untuk mengharumkan Islam. Kamu tidak memerlukan kuda atau unta untuk
mendapatkannya dalam pertempuran, tetapi Allah memberikan kekuasaan kepada rasul-rasul-Nya,
termasuk kepada Nabi Muhammad untuk mengalahkan siapa saja yang Dia kehendaki
di antara musuh-Musuh-Nya sehingga dengan kekuasaan ini rasulullah mendapatkan fai'. Allah Mahakuasa atas segala
sesuatu, sehingga bukanlah suatu yang sulit bagi Allah menolong rasul-Nya
mengusir dan menghinakan kaum Yahudi di Madinah.
Al-Qur’an
Surat Al-Mursalāt ayat 28 hingga 50, menurut buku Al-Qur'an dan Terjemahannya:
Al-Jumanatul 'Ali, Seuntai Mutiara Yang Mahaluhur, berbicara tentang balasan kepada
pendusta dan orang-orang yang bertakwa. Bunga api neraka yang menyembur diibarkan
seperti iring-iringan unta yang berwarna kuning sebagaimana disebut dalam Surat
Al-Mursalāt ayat 33.
Seolah-olah
ia iringan unta yang
kuning (Al-Qur’an Surat Al-Mursalāt ayat
33).
Tafsir
Kementerian Agama Republik Indonesia seperti dikutip https://tafsirweb.com/,
menerangkan bahwa kedahsyatan lain dari siksa neraka dijelaskan pada ayat
32-34. Sungguh, neraka itu menyemburkan bunga api sebesar dan setinggi istana,
seakan-akan iring-iringan unta yang kuning dalam bentuk dan warnanya. Celakalah
pada hari itu, bagi mereka yang mendustakan kebenaran.
Al-Qur’an
Surat At-Takwīr ayat 1 hingga 14, menurut buku Al-Qur'an dan Terjemahannya:
Al-Jumanatul 'Ali, Seuntai Mutiara Yang Mahaluhur, berbicara tentang manusia yang
mengetahui apa yang telah dikerjakannya pada waktu hidup di dunia pada hari
kiamat. Unta-unta yang disebut dalam Surat At-Takwīr ayat 4 termasuk benda
(dalam hal ini hewan) yang dipakai sebagai sumpah Allah, di samping benda-benda
yang lain.
Dan
apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan
(tidak diperdulikan) (Al-Qur’an Surat At-Takwīr ayat 4)
Menurut
tafsir Kementerian Agama Republik Indonesia seperti dikutip https://tafsirweb.com/, unta-unta
bunting yang termasuk benda paling dihargai oleh orang-orang Arab, akan
ditinggalkan dan tidak dipedulikan oleh pemiliknya karena kedahsyatan hari kiamat
tersebut. Hal ini menggambarkan betapa dahsyatnya hari kiamat. Apabila
diperkirakan, jika ada seorang laki-laki mempunyai unta yang bunting tentu
ditinggalkan karena terlalu sibuk memikirkan keselamatan dirinya sendiri.
Al-Qur’an
Surat Al-Ghāsyiyah ayat 17 hingga 26 berisi anjuran untuk memperhatikan alam
semesta, termasuk memperhatikan bagiamana unta itu diciptakan.
Maka
apakah mereka tidak memperhatikan unta
bagaimana dia diciptakan (Al-Qur’an Surat Al-Ghāsyiyah ayat
17).
Menurut
tafsir Al-Madinah
Al-Munawwarah sebagaimana dikutip https://tafsirweb.com/,
Allah mengingkari orang-orang musyrik yang enggan memperhatikan detail
penciptaan Allah pada sebagian makhluk, seperti dalam memperhatikan bentuk unta
yang hidup bersama mereka setiap pagi dan petang. Pada unta terdapat manfaat
sebagai harta, kendaraan, pakaian, dan tempat tinggal bagi mereka. Allah
menciptakannya dengan penciptaan yang menakjubkan dan sempurna. Allah
memberinya berbagai kemampuan yang istimewa sehingga menjadikannya dapat
bertahan hidup di gurun pasir. Meskipun ia hewan yang keras, namun ia akan
tetap tunduk untuk menanggung muatan berat. Sungguh unta ini tidak mereka
ciptakan dan tidak pula menciptakan dirinya sendiri.
Daftar Acuan
1. Buku
Departemen Agama RI. 2004. Al-Qur'an
dan Terjemahannya: Al-Jumanatul 'Ali, Seuntai Mutiara Yang Mahaluhur.
Bandung: J-Art.
Fatchur Rochman AR. 1995. Kisah-Kisah Nyata dalam Al-Qur’an.
Surabaya: Apollo.
H. Mahmud Junus.
1987. Tarjamah Al-Quran Al-Karim. Cetakan ke-3. Bandung: PT Al-Ma’arif.
H. Muhammad Yusuf bin Abdurrahman.
2013. Para Pembangkang, Kisah-Kisah Kaum
Terdahulu yang Dibinasakan Allah. Jogjakarta: Diva Press.
Hamid bin Ahmad. 2010. Hukuman dan Azab bagi Mereka yang Zalim.
Surabaya: Amelia.
Ibnu Katsir. 2015. Qishashul Anbiya’ (Kisah Para Nabi).
Terjemahan: Moh. Syamsi Hasan. Surabaya: Amelia.
Labib Mz. dan
Maftuh Ahnan. Tth. Mutiara Kisah 25 Nabi Rasul. Gresik: CV Bintang
Pelajar.
Maftan.
2005. Kisah 25 Nabi & Rasul.
Jakarta: Sandro Jaya.
Majdiy Muhammad
asy-Syahawiy. 2003. Kisah-kisah Binatang dari Al-Qur’an dan Al-Hadis.
Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Moh. Rifai. 1976. Riwayat 25 Nabi
dan Rasul. Semarang: CV. Tohaputra.
Rony Astrad. 2010. Mengkaji Hikmah Bencana dan Petaka, Belajar
dari Azab-Azab Allah pada Umat-Umat Terdahulu. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Said Yusuf Abu Aziz. 2000. Azab Allah bagi Orang-Orang Zalim.
Bandung: Pustaka Setia.
Siti Zainab Luxfiati. 2007. Cerita
Teladan 25 Nabi. Jilid 2. Cetakan ke-7. Jakarta: Dian Rakyat.
Ust. Fatihuddin Abul Yasin. 1997. Kisah Teladan 25 Nabi & Rasul.
Surabaya: Terbit Terang.
2. Internet
https://www.facebook.com/notes/mulyono-atmosiswartoputra/unta/256682435786858/
https://id.wikipedia.org/wiki/Unta
https://tafsirweb.com/2494-surat-al-araf-ayat-40.html
https://www.facebook.com/notes/mulyono-atmosiswartoputra/unta-nabi-shalih/10215973000500057/
https://ibnuumar.sch.id/tafsir-al-muyasar-surat-yusuf-71-80/
http://mulyonoatmosiswartoputra.blogspot.com/2022/01/domba-danatau-kambing.html
[1]) Para ahli
tafsir menyebutkan bahwa menurut syariat Nabi Ya’qub, barang
siapa mencuri maka hukumnya ialah si pencuri dijadikan budak selama satu tahun.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar