Sapi
(Sumber: https://blokbojonegoro.com/2020/10/08/peternak-sapi-perah-di-bojonegoro-minim/)
Kita mungkin sudah tidak asing
lagi dengan hewan yang bernama sapi. Di Indonesia, daging sapi sering dipakai
sebagai salah satu bahan dasar bakso, meskipun daging sapi juga sering dimasak
sebagai bahan masakan lainnya. Sapi pada umumnya dipelihara untuk dimanfaatkan
daging dan susunya. Sementara kulit, jeroan, tanduk. dan kotorannya merupakan
hasil sampingan yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia. Akan tetapi
bagaimana dengan hewan yang bernama lembu? Adakah perbedaan antara sapi dan
lembu?
Beberapa sumber menyebutkan bahwa sapi
dan lembu pada dasarnya sama. Yang membedakan adalah: sapi merupakan sebutan secara
umum, sedangkan lembu adalah sapi jantan yang telah
dikebiri. Menurut
https://brainly.co.id/,
pengebirian
atau kastrasi sapi ini digunakan
untuk mendapatkan lembu. Pengebirian umumnya dilakukan saat sapi berusia di bawah
satu tahun, dengan memotong dan membuang testis sapi jantan. Lembu memiliki
perbedaan sifat dari sapi akibat pengebirian ini. Lembu
memiliki sifat lebih tenang, sehingga cocok untuk digunakan sebagai ternak
pembajak sawah. Lembu yang dikebiri menjadi lebih gemuk dari sapi yang
tidak dikebiri, karena lembu tidak mengeluarkan energi untuk pembentukan sperma,
sehingga daging yang dihasilkan oleh lembu lebih banyak daripada sapi. Daging
yang diperoleh dari hasil menyembelih lembu maupun sapi sama-sama dapat
digunakan untuk bahan masakan sehari-hari. Namun untuk keperluan tertentu, seperti
kurban, tidak boleh menggunakan lembu, karena kurban mensyaratkan sapi yang
utuh dan tidak dipotong kelaminnya.
Mungkin ada yang
bertanya, bagaimana dengan banteng? Apakah ini hewan yang berbeda? Menurut https://id.quora.com/,
banteng merupakan hewan lain lagi. Banteng (Bos
Javanicus) dalam terjemahan bahasa Inggris tetap banteng, bukan bull (sapi jantan yang sering dipakai
untuk aduan). Banteng adalah hewan sebangsa sapi-sapian asli Asia Tenggara yang
banyak terdapat di pulau-pulau di Indonesia bagian barat (Jawa, Sumatera,
Kalimantan, Bali, dan Madura). Sekarang yang tersisa di Jawa hanya di sebagian
ujung pulau Jawa saja (daerah Taman Nasional Ujung Kulon dan Baluran). Banteng
ini merupakan hewan liar yang memiliki tanduk pendek tapi tajam sekali. Tubuhnya
kuat, sifatnya pemarah, dan suka tinggal di semak-semak. Bedanya dengan sapi,
banteng liar ini merupakan hewan nocturnal
yang aktifnya di malam hari. Di Bali, banteng berhasil didomestifikasi,
disilangkan dengan sapi. Hasilnya adalah hewan yang disebut sapi Bali.
Banteng, menurut https://medanternak.com/, memiliki ciri
khusus yang sangat jelas bila dibandingkan dengan sapi dan kerbau. Perbedaan
banteng dengan sapi dan kerbau yakni terdapat warna putih pada kaki bagian
bawah dan pantat, punuk putih, serta warna putih di sekitar mata dan
moncongnya. Banteng jantan berwarna biru-hitam atau coklat gelap. Tanduknya
panjang melengkung ke atas, dan punuk di bagian pundak. sedangkan kulit
betinanya berwarna coklat kemerahan, tanduknya pendek mengarah ke dalam dan
tidak berpunuk.
Sapi disebut berkali-kali dalam Al-Qu’ran, dan
kebanyakan berhubungan dengan kisah, walau ada juga yang tidak berhubungan
dengan kisah. Bahkan sapi, khususnya sapi betina, diabadikan sebagai nama surat
dalam Al-Qur’an, yakni Surat Al-Baqarah yang merupakan surat kedua dalam
Al-Qur’an.
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 67-71 misalnya,
sapi disebut dalam hubungannya dengan kisah penyembelihan sapi betina oleh kaum
Bani Israil pada zaman Nabi Musa.
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Allah
memerintahkan kamu agar menyembelih seekor sapi
betina”. Mereka bertanya, “Apakah engkau akan menjadikan kami sebagai
ejekan?” Dia (Musa) menjawab, “Aku berlindung kepada Allah agar tidak termasuk
orang-orang yang bodoh”. Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami
agar Dia menjelaskan kepada kami tentang (sapi betina) itu.” Dia (Musa)
menjawab, “Dia (Allah) berfirman, bahwa sapi
betina itu tidak tua dan tidak muda, (tetapi) pertengahan antara itu. Maka
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu”. Mereka berkata, “Mohonkanlah
kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami apa warnanya”. Dia
(Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman, bahwa (sapi) itu adalah sapi betina yang kuning tua warnanya,
yang menyenangkan orang-orang yang memandang(nya)”. Mereka berkata,
“Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami tentang
(sapi betina) itu. (Karena) sesungguhnya sapi
itu belum jelas bagi kami, dan jika Allah menghendaki, niscaya kami
mendapat petunjuk”. Dia (Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman, (sapi) itu
adalah sapi betina yang belum pernah
dipakai untuk membajak tanah dan tidak (pula) untuk mengairi tanaman, sehat,
dan tanpa belang”. Mereka berkata, “Sekarang barulah engkau menerangkan (hal)
yang sebenarnya”. Lalu mereka menyembelihnya, dan nyaris mereka tidak
melaksanakan (perintah) itu (Al-Qu’ran Surat Al-Baqarah ayat 67-71).
Tentang kisah
penyembelihan sapi betina oleh kaum Bani Israil yang disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah
mulai dari ayat 67 hingga 74, saya telah menulisnya
di konten notes facebook saya dengan
judul “Al-Baqarah (Sapi Betina)”, demikian.
Pada suatu pagi, kaum Bani Israil
digemparkan oleh penemuan mayat seorang laki-laki. Ketika hidupnya, laki-laki
yang ditemukan telah tak bernyawa itu adalah seorang hartawan. Pendudukpun
bertanya-tanya, siapa gerangan yang membunuh laki-laki tersebut. Tidak lama
kemudian, kerabat sang hartawan yang sudah terbujur kaku tak bernyawa itu
datang. Begitu melihat jenazah sang hartawan, kerabat inipun berteriak histeris
sambil memukul-mukul diri sendiri. Ia menyalahkan penduduk desa di sekitar
mayat itu ditemukan, dan menuduh merekalah yang membunuhnya. Tentu saja
penduduk setempat menolak tuduhan tersebut, karena mereka hanya menemukan mayat
sang hartawan, bukan membunuhnya. Merekapun ribut, saling menyalahkan satu sama
lain. Bahkan hampir saja mereka berkelahi. Beruntung di antara mereka ada yang
ingat Nabi Musa.
“Mengapa kalian bertengkar? Bukankah di
tengah-tengah kita ada Nabi Musa, Sang Rasul Allah? Mari kita tanyakan saja
kepada beliau”, kata orang tadi.
Mendengar usulannya, orang-orang yang
ada di tempat tersebut sepakat untuk mengadukan hal ini kepada Nabi Musa.
Merekapun segera berbondong-bondong menemui Nabi Musa. Setelah bertemu Nabi
Musa, mereka menceritakan apa yang terjadi dan memohon bantuan Nabi Musa untuk
menyelesaikan masalah yang mereka alami. Mendapat laporan seperti ini, Nabi
Musa berharap mudah-mudahan di antara mereka ada orang yang memiliki keahlian
untuk mengungkap misteri kematian sang hartawan sehingga bisa segera diketahui
siapa pembunuhnya. Akan tetapi mereka mengatakan tidak ada yang memiliki
pengetahuan mengenai hal itu. Mereka meminta agar Nabi Musa memohon kepada
Allah agar diberi petunjuk. Nabi Musapun segera memohon kepada Allah agar
menunjukkan rahasia di balik kematian sang hartawan. Tak lama kemudian Nabi
Musa pun mendapat petunjuk Allah.
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyembelih seekor sapi betina", kata Nabi Musa kepada orang-orang yang
mengadukan permasalahan mereka.
Meskipun orang-orang Bani Israil ini
sudah mendengar perintah Allah yang baru saja disampaikan lewat Nabi Musa,
namun mereka tidak segera melaksanakan perintah tersebut. Sebaliknya, mereka
justru menyangka bahwa Nabi Musa sedang mengolok-olok. Ini bisa dimaklumi,
karena kaum Nabi Musa pernah tersesat, menyembah patung sapi emas buatan
Samiri, terutama saat Nabi Musa pergi ke Bukit Tursina atau Bukit Sinai.
Samiri-lah yang menyesatkan mereka.
"Apakah kamu hendak menjadikan
kami buah ejekan?", tanya mereka.
"Aku berlindung kepada Allah agar
tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil", jawab Nabi Musa.
Orang-orang Bani Israil kembali meminta
kepada Nabi Musa agar memohonkan petunjuk kepada Allah tentang sifat-sifat sapi
betina itu.
"Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk
kami, agar Dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu?".
"Sesungguhnya Allah berfirman
bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda;
pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu",
jawab Nabi Musa.
Rupanya, mereka masih menginginkan
keterangan lebih spesifik mengenai warna bulu sapi yang akan disembelih,
sehingga merekapun menanyakan lagi kepada Nabi Musa.
"Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk
kami, agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya”.
"Sesungguhnya Allah berfirman
bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning tua warnanya, lagi
menyenangkan orang-orang yang memandangnya".
Meskipun sudah jelas, mereka lagi-lagi
menghendaki keterangan lebih rinci perihal ciri-ciri sapi yang hendak dicari
untuk disembelih.
"Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk
kami agar Dia menerangkan kepada kami, bagaimana hakikat sapi betina itu,
karena sesungguhnya sapi itu masih samar bagi kami, dan sesungguhnya kami,
insya Allah, akan mendapat petunjuk untuk memperoleh sapi itu".
Dengan sabar, Nabi Musa tetap melayani
pertanyaan mereka.
“Sesungguhnya Allah berfirman bahwa
sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak
tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada
belangnya”.
"Sekarang barulah kamu menerangkan
hakikat sapi betina yang sebenarnya", jawab mereka mengakhiri pembicaraan.
Sesungguhnya, syarat yang diberikan
oleh Allah kepada Bani Israil pada awalnya sangatlah mudah, yaitu hanya disuruh
menyembelih sapi betina, tanpa syarat yang lain. Akan tetapi karena mereka
selalu bertanya dengan maksud untuk membangkang, akhirnya mereka justru
terjebak pada syarat yang sungguh sangat menyulitkan mereka untuk mendapatkan
sapi betina yang tidak tua dan tidak muda tapi pertengahan antara tua dan muda;
berwarna kuning tua; menyenangkan bila dipandang; yang belum pernah dipakai
untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman; tidak memiliki
cacat; serta tidak ada belangnya. Andai mereka segera melaksanakan saat pertama
kali diperintahkan, maka mereka bebas memilih sapi manapun, yang penting
berjenis kelamin betina. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika mereka hampir
menyerah karena nyaris tidak mendapatkan sapi yang dimaksud. Beruntung, setelah
mencari ke sana kemari, akhirnya mereka menemukan sapi yang memiliki ciri-ciri
seperti yang disebutkan oleh Nabi Musa. Namun lagi-lagi mereka mendapatkan
kesulitan, karena sang empunya sapi meminta harga yang sangat mahal. Mengapa
demikian, sebab sapi tersebut merupakan satu-satunya warisan sang ayah.
Pemiliknya adalah seorang yatim yang usianya masih belia. Atas wasiat sang
ayah, sapi itu tidak diizinkan bekerja dan hanya dirawat sedemikian rupa.
Kulitnya juga berwarna kuning tua yang sangat elok.
Setelah mendapat sapi yang dimaksud,
mereka kemudian membawanya ke hadapan Nabi Musa. Setelah disembelih, Nabi Musa
kemudian mengambil sebagian anggota tubuh sapi betina itu, lalu memukulkannya
kepada jenazah sang hartawan. Dengan izin Allah, mayat sang hartawan itu hidup
kembali. Nabi Musapun segera bertanya kepada si mayat hidup.
“Siapakah yang telah membunuhmu?”
Sang hartawan yang sudah meninggal dan
hidup kembali itupun menunjuk kepada salah seorang kerabatnya.
“Dia!”
Setelah sang hartawan menunjuk siapa
pembunuhnya, ia lalu kembali menjadi mayat atas izin Allah.
Begitu melihat siapa yang ditunjuk oleh
sang hartawan, orang-orang yang ada di situpun kaget. Betapa tidak, ternyata
orang yang membunuh sang hartawan adalah kerabatnya sendiri yang berpura-pura
berteriak histeris dan menyalahkan oran lain. Padahal dialah yang membunuh dan
meletakkan mayat sang hartawan di tempat lain yang jauh dari rumahnya, karena
dia menginginkan harta warisan sang hartawan.
Meskipun telah jelas siapa yang
membunuh, ternyata kerabat sang hartawan itu tetap menyangkal bahwa dirinyalah
yang membunuh sang hartawan. Hatinya keras seperti batu, bahkan lebih keras
lagi.
Itulah kisah sapi betina dan Bani
Israil, yang dari kisahnyalah maka nama sapi betina itu kemudian diabadikan
sebagai salah satu nama surat dalam Al-Qur’an.
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah (ayat
51, 54, 92, dan 93), Surat Al-A’rāf
(ayat 148 dan 152), dan Surat Thāhā (ayat 88-90), anak sapi disebut dalam hubungannya dengan kisah penyembahan
patung anak sapi buatan Samiri ketika Nabi Musa sedang pergi memenuhi perintah
Allah.
Dan (ingatlah) ketika Kami menjanjikan
kepada Musa empat puluh malam. Kemudian kamu (Bani Israil) menjadikan (patung)
anak sapi (sebagai sesembahan)
setelah (kepergian)nya, dan kamu (menjadi) orang yang zalim (Al-Qur’an
Surat Al-Baqarah ayat 51).
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Wahai
kaumku! Sesungguhnya kamu telah menzalimi dirimu sendiri dengan menjadikan
(patung) anak sapi (sebagai sesembahan),
karena itu bertobatlah kepada Penciptamu dan bunuhlah dirimu. Yang demikian itu
lebih baik bagimu di sisi Penciptamu. Dia akan menerima tobatmu. Sungguh, Dialah
Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang (Al-Qur’an
Surat Al-Baqarah ayat 54).
Dan sungguh, Musa telah datang kepadamu
dengan bukti-bukti kebenaran, kemudian kamu mengambil (patung) anak sapi (sebagai sesembahan) setelah
(kepergian)nya, dan kamu (menjadi) orang-orang zalim (Al-Qur’an
Surat Al-Baqarah ayat 92).
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji
kamu dan Kami angkat gunung (Sinai) di atasmu (seraya berfirman), “Pegang
teguhlah apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!” Mereka menjawab,
“Kami mendengarkan tetapi kami tidak menaati.” Dan diresapkanlah ke dalam hati
mereka itu (kecintaan menyembah patung) anak sapi karena kekafiran mereka. Katakanlah, “Sangat buruk apa yang
diperintahkan oleh kepercayaanmu kepadamu jika kamu orang-orang beriman!” (Al-Qur’an
Surat Al-Baqarah ayat 93).
Dan
kaum Musa, setelah kepergian Musa ke gunung Thur membuat dari perhiasan-perhiasan
(emas) mereka anak sapi yang
bertubuh dan bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak sapi itu tidak dapat berbicara
dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? Mereka
menjadikannya (sebagai sembahan) dan mereka adalah orang-orang yang zalim (Al-Qur’an
Surat Al-A’rāf ayat 148).
Sesungguhnya orang-orang
yang menjadikan anak sapi
(sebagai sembahannya), kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka
dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada
orang-orang yang membuat-buat kebohongan (Al-Qur’an Surat Al-A’rāf ayat 152).
Kemudian Samiri
mengeluarkan untuk mereka (dari lobang itu) anak sapi yang bertubuh dan bersuara, maka mereka berkata:
“Inilah Tuhanmu dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa” (Al-Qur’an
Surat Thāhā ayat 88).
Maka apakah mereka tidak
memperhatikan bahwa patung anak sapi
itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tidak dapat memberi
kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan? (Al-Qur’an
Surat Thāhā ayat 89).
Dan sesungguhnya Harun telah berkata kepada mereka
sebelumnya: “Hai kaumku, sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengan anak sapi itu dan sesungguhnya Tuhanmu
ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku” (Al-Qur’an Surat Thāhā ayat 90).
Kisahnya dimulai ketika
Nabi Musa berhasil membawa umatnya keluar dari Mesir dan selamat dari kejaran
Fir’aun yang hendak membunuh mereka. Suatu ketika, Nabi Musa pergi ke Bukit
Tursina atau Sinai selama 40 malam guna menerima wahyu Allah. Nabi Musa berpesan
kepada Nabi Harun agar menjaga kaumnya jangan sampai kufur.
Tatkala Nabi Musa sedang
memenuhi perintah Allah, salah seorang kaumnya yang bernama Samiri, membuat
patung anak sapi yang disihir hingga dapat bersuara. Samiri selain pandai
membuat patung, juga memiliki ilmu sihir. Samiri kemudian memerintahkan kepada
orang-orang agar menyembah patung anak sapi buatannya yang dapat bersuara. Umat
Nabi Musa itupun berhasil disesatkan oleh Samiri. Mereka benar-benar menyembah
patung anak sapi.
Sesungguhnya, Nabi Harun
sudah berusaha mencegah mereka agar jangan sampai tersesat. Akan tetapi mereka
tidak memedulikan perkataan Nabi Harun yang melarang mereka menyembah patung
anak sapi.
Sekembalinya dari Bukit
Tursina atau Sinai, Nabi Musa terkejut mendapati umatnya telah menjadi orang
yang sesat. Mereka sudah tidak lagi menyembah Allah, tapi menyembah patung anak
sapi. Nabi Musa pun marah kepada Nabi Harun karena tidak dapat menjaga umatnya.
Nabi Harun menjelaskan bahwa sesungguhnya dirinya telah berusaha sekuat tenaga
mencegah terjadinya kesesatan, tapi mereka menganggap sebelah mata terhadap
dirinya.
Akhirnya, Samiri si biang
kerok kesesatan itu diusir oleh Nabi Musa. Selanjutnya, Nabi Musa mengajak
umatnya untuk bertobat kepada Allah.
Berbeda dengan sapi dan
anak sapi yang disebut dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah, Surat Al-A’rāf, dan Surat Thāhā seperti
disebutkan di atas yang
berhubungan dengan kisah Nabi Musa, sapi yang disebut dalam Al-Qur’an Surat
Al-An’ām ayat 144 dan 146 di bawah ini erat kaitanya dengan adat-istiadat kaum musyrikin yang biasa memakai binatang
ternak untuk sesaji atau untuk mendekatkan diri kepada “tuhan-tuhan” mereka dan
hukum-hukum yang berkenaan dengan binatang ternak.
Dan dari unta sepasang dan dari sapi sepasang. Katakanlah, “Apakah yang diharamkan dua yang jantan
atau dua yang betina, atau yang ada dalam kandungan kedua betinanya? Apakah
kamu menjadi saksi ketika Allah menetapkan ini bagimu? Siapakah yang lebih
zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah untuk
menyesatkan orang-orang tanpa pengetahuan?” Sesungguhnya Allah tidak akan
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim (Al-Qur’an Surat Al-An’ām ayat 144).
Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami
haramkan semua (hewan) yang berkuku, dan Kami haramkan kepada mereka lemak sapi dan domba, kecuali yang melekat di
punggungnya, atau yang dalam isi perutnya, atau yang bercampur dengan tulang.
Demikianlah Kami menghukum mereka karena kedurhakaannya. Dan sungguh, Kami
Mahabenar (Al-Qur’an Surat Al-An’ām
ayat 146).
Menurut buku Al-Qur'an dan Terjemahannya:
Al-Jumanatul 'Ali, Seuntai Mutiara Yang Mahaluhur, Surat Al An’ām mulai ayat 136-165
membicarakan tentang peraturan-peatuan yang dibuat-buat oleh kaum musyrikin dan
tuntunan Allah terhadap kaum muslimin. Sementara ayat 143, seperti dijelaskan
dalam bab yang membahas
“Binatang Ternak”, menginformasikan kepada
kita bahwa Allah mengingkari perbuatan kaum musyrikin yang mengharamkan apa
yang telah dihalalkan bagi mereka, untuk mengolok-olok, dan menjelaskan
kebodohan mereka. Allah telah menciptakan delapan jenis hewan ternak
berpasangan; dua jenis domba (jantan dan betina); dan dua jenis kambing (jantan
dan betina). Kemudian Allah memerintahkan kepada Rasulullah agar
mengatakan kepada kaum musyrikin, “Apakah Allah mengharamkan dua hewan jantan
dari dua jenis tersebut, atau mengharamkan dua hewan betina dari dua jenis
tersebut, atau mengharamkan janin-janin yang ada di perutnya? Semua itu tidak
Allah haramkan. Sampaikan kepadaku hujjah dan dalil atas perkataan kalian jika
kalian adalah orang-orang yang benar”. Sebagai kelanjutan ayat tersebut,
ayat 144 menyebutkan dua jenis binatang lagi yang diharamkan oleh kaum
musyrikin selain domba dan kambing, yakni unta dan sapi. Ayat
ini, menurut Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah, juga berisi
pengingkaran Allah terhadap peraturan yang dibuat oleh kaum musyrikin. Allah
memerintahkan kepada Rasulullah agar mengatakan kepada kaum
musyrikin, “Apakah dua yang jantan yang diharamkan ataukah dua yang
betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Apakah kamu menyaksikan
di waktu Allah menetapkan ini bagimu? Maka siapakah yang lebih zalim daripada
orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia
tanpa pengetahuan?” Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim.
Suguhan
daging anak sapi panggang yang disebut dalam Al-Qur’an Surat Hūd ayat
69 dan Surat Zāriyāt ayat 26 berhubungan dengan kisah Nabi Ibrahim.
Dan sesungguhnya
utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada lbrahim dengan
membawa kabar gembira, mereka mengucapkan, “Selamat”. Ibrahim menjawab,
“Selamatlah”, maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang (Al-Qur’an
Surat Hūd ayat 69).
Maka dia pergi dengan
diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (Al-Qur’an Surat
Zāriyāt ayat 26).
Sebagaimana disebutkan
dalam tafsir Kementerian Agama Republik Indonesia yang dikutip https://www.tokopedia.com/,
kedua ayat di atas menceritakan bahwa suatu
ketika Nabi Ibrahim dan keluarganya kedatangan tamu-tamu mulia yang tidak lain
adalah para malaikat. Para tamu tersebut datang kepada Nabi Ibrahim dengan
membawa kabar gembira tentang kelahiran putranya kelak yang akan lahir dari
rahim Sarah istrinya, kemudian cucu yang akan lahir dari keturunannya. Mereka
mengucapkan, “Selamat, semoga keselamatan dan kebahagiaan selalu tercurah kepadamu
wahai Nabi Ibrahim”. Kemudian Nabi Ibrahim pun menjawab, “Selamat semoga
kebahagiaan yang sempurna itu menyertaimu selamanya”. Tidak lama kemudian, dengan
diam-diam Nabi Ibahim pergi menemui keluarganya untuk menyiapkan jamuan untuk
tamu-tamunya sebagaimana layaknya tuan rumah yang baik. Nabi Ibrahim
menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang untuk menjamu tamunya.
Dalam
Al-Qur’an Surat Yusuf ayat 43 dan 46, sapi disebut dalam hubungannya dengan
kisah Nabi Yusuf.
Raja berkata (kepada
orang-orang terkemuka dari kaumnya), “Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh
ekor sapi betina yang
gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi
betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir
lainnya yang kering”. Hai orang-orang yang terkemuka, “Terangkanlah kepadaku
tentang ta’bir mimpiku itu jika kamu dapat mena’birkan mimpi” (Al-Qur’an Surat
Yusuf ayat 43).
(Setelah pelayan itu
berjumpa dengan Yusuf, dia berseru), “Yusuf, hai orang yang amat dipercaya,
terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh
ekor sapi betina
yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang
kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya” (Al-Qur’an Surat
Yusuf ayat 46).
Suatu saat Raja Mesir
bermimpi bahwa beliau melihat 7 ekor sapi betina gemuk-gemuk dimakan oleh 7
ekor sapi betina kurus-kurus. Baginda raja dalam mimpinya juga melihat 7 bulir
gandum yang hijau dan 7 bulir yang kering. Beliau kemudian mendatangkan para
penasihat, dukun, dan tukang ramal untuk menfasirkan mimpinya. Akan tetapi
tidak ada seorangpun yang mampu memberikan jawaban yang memuaskan.
Seorang pelayan yang
pernah satu penjara dengan Nabi Yusuf dan pernah ditafsirkan mimpinya, teringat
kepada Nabi Yusuf. Sang pelayanpun menyampaikan informasi kepada baginda raja
bahwa ada orang yang pandai menafsirkan mimpi. Baginda raja segera mengutus
pelayan untuk menemui Nabi Yusuf yang masih di dalam penjara. Sesampai di
penjara, pelayan menyampaikan maksud kedatangannya, setelah meminta maaf
terlebih dahulu kepada Nabi Yusuf karena lupa menyampaikan pesan beliau kepada
baginda raja tentang ketidakadilan yang menimpa beliau sehingga dimasukkan ke
dalam penjara.
Setelah mendengar apa
yang disampaikan oleh pelayan tentang mimpi raja, Nabi Yusuf kemudian
menakwilkannya.
“Negeri ini akan mengalami kemakmuran selama 7
tahun. Semua tanaman gandum, padi, sayur mayur, dan tanaman-tanaman lain akan
mengalami masa panen yang baik. Hasilnya melimpah-ruah. Setelah itu, disusul musim
kemarau selama 7 tahun pula. Sungai Nil tidak memberi air yang cukup untuk
mengaliri ladang-ladang yang kering. Tumbuh-tumbuhan
dan tanaman-tanaman dimakan hama. Sementara persediaan makanan hasil panen
tahun-tahun yang lalu ketika subur, sudah habis di makan”, kata Nabi Yusuf
menerangkan arti mimpi sang raja.
Selain menakwilkan mimpi baginda
raja, Nabi Yusuf juga memberikan solusinya. Katanya, “Oleh karena itu, hasil
panen selama 7 tahun saat masa subur, harus disimpan baik-baik, jangan
dihambur-hamburkan. Ini untuk persiapan menghadapi masa krisis selama 7 tahun
juga”.
Setelah mendapatkan
penjelasan dari Nabi Yusuf, pelayan itu kembali menghadap baginda raja.
Disampaikanlah apa yang diutarakan oleh Nabi Yusuf kepada baginda raja. Baginda
raja terkagum-kagum mendengar apa yang disampaikan oleh Nabi Yusuf melalui
utusannya itu. Beliau mengetahui kesempurnaan ilmu, kecerdasan akal,
kecermatan, dan ketajaman pendapat Nabi Yusuf. Baginda raja kemudian mengutus utusan
lagi untuk menghadirkan Nabi Yusuf ke hadapannya. Utusanpun pergi ke penjara guna
menemui Nabi Yusuf.
Ketika utusan itu
menyampaikan maksud kedatangannya kepada Nabi Yusuf, beliau justru menolak
keluar dari penjara. Nabi Yusuf mau keluar dari penjara jika perkaranya diadili,
karena beliau merasa tidak bersalah dan menjadi korban fitnah.
Utusan itu kembali ke istana
tidak bersama Nabi Yusuf. Baginda raja pun menanyakan mengapa tidak datang
bersama Nabi Yusuf. Dijelaskanlah oleh utusan itu, bahwa Nabi Yusuf tidak mau
keluar penjara, kecuali perkaranya yang menyebabkan Nabi Yusuf dipenjarakan,
diadili. Baginda raja pun mengadili perkara Nabi Yusuf. Semua perempuan yang
dulu menyebabkan Nabi Yusuf dipenjara, dihadirkan. Akhirnya, berdasarkan
pengakuan para perempuan itu, diketahuilah bahwa Nabi Yusuf sesungguhnya tidak
bersalah. Zulaikha-lah yang menggoda Nabi Yusuf. Beliaupun dibebaskan dari
penjara setelah namanya dibersihkan dari fitnah. Baginda raja kemudian memberi
jabatan kepada Nabi Yusuf sebagai bendahara kerajaan.
Daftar Acuan
1. Buku
Departemen Agama RI. 2004. Al-Qur'an dan
Terjemahannya: Al-Jumanatul 'Ali, Seuntai Mutiara Yang Mahaluhur. Bandung:
J-Art.
Fatchur Rochman AR. 1995.
Kisah-Kisah Nyata dalam Al-Qur’an.
Surabaya: Apollo.
Fuad Al-Aris. 2013. Pelajaran Hidup Surat Yusuf. Jakarta:
Zaman.
H. Mahmud Junus. 1987. Tarjamah
Al-Quran Al-Karim.Cetakan ke-3. Bandung: PT Al-Ma’arif.
Ibnu Katsir. 2015. Qishashul
Anbiya’ (Kisah Para Nabi). Terjemahan: Moh. Syamsi Hasan. Surabaya: Amelia.
Labib Mz. dan Maftuh Ahnan. Tth. Mutiara
Kisah 25 Nabi Rasul. Gresik: CV Bintang Pelajar.
Maftan. 2005. Kisah 25 Nabi & Rasul. Jakarta:
Sandro Jaya.
Majdiy Muhammad asy-Syahawiy. 2003. Kisah-kisah
Binatang dari Al-Qur’an dan Al-Hadis. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Sulistyowati Khairu. 2015. Takdir dan Mukjizat Manusia Tertampan Yusuf Alaihi Salam. Jakarta:
Kunci Iman.
Ust. Fatihuddin Abul Yasin. 1997. Kisah Teladan 25 Nabi & Rasul. Surabaya: Terbit Terang.
Maulana Syamsuri. Tanpa Angka Tahun. Daud dan Jalut
dengan Beberapa Kisah Teladan. Pustaka Media.
Moh. Rifai. 1976. Riwayat 25 Nabi dan Rasul. Semarang: CV.
Tohaputra.
Muhammad Ali Ash-Shabuny. 2002. Cahaya Al-Qur’an,
Tafsir Tematik Surat Al-Baqarah - Al-An’am. Jilid 1. Cetakan ke-2. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar.
Sa’id Hawwa. 2000. Tafsir Al-Asas: Surat Al-Fatihah,
Surat Al-Baqarah 1-207. Jakarta: Robbani Press.
Siti Zainab Luxfiati. 2007. Cerita Teladan 25 Nabi.
Jilid 2. Cetakan ke-7. Jakarta: Dian Rakyat.
Syekh Fadhlullah Haeri. 2001. Jiwa Alquran, Tafsir
Surat Al-Baqarah. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
2. Internet
https://alquran-indonesia.com/
https://brainly.co.id/tugas/5527011
https://id.quora.com/Apa-perbedaan-sapi-kerbau-lembu-dan-banteng
https://id.wikipedia.org/wiki/Sapi
https://medanternak.com/sapi/perbedaan-sapi-kerbau-banteng/
https://pippeternakan.pertanian.go.id/site/detail/3#:
https://www.facebook.com/notes/mulyono-atmosiswartoputra/sapi-betina/379783669879600
https://www.tokopedia.com/s/quran/hud/ayat-69
Tidak ada komentar :
Posting Komentar