Senin, 21 Februari 2022

SAPI

 


Sapi

(Sumber: https://blokbojonegoro.com/2020/10/08/peternak-sapi-perah-di-bojonegoro-minim/)

 

 

Kita mungkin sudah tidak asing lagi dengan hewan yang bernama sapi. Di Indonesia, daging sapi sering dipakai sebagai salah satu bahan dasar bakso, meskipun daging sapi juga sering dimasak sebagai bahan masakan lainnya. Sapi pada umumnya dipelihara untuk dimanfaatkan daging dan susunya. Sementara kulit, jeroan, tanduk. dan kotorannya merupakan hasil sampingan yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia. Akan tetapi bagaimana dengan hewan yang bernama lembu? Adakah perbedaan antara sapi dan lembu?

Beberapa sumber menyebutkan bahwa sapi dan lembu pada dasarnya sama. Yang membedakan adalah: sapi merupakan sebutan secara umum, sedangkan lembu adalah sapi jantan yang telah dikebiri. Menurut https://brainly.co.id/, pengebirian atau kastrasi sapi ini digunakan untuk mendapatkan lembu. Pengebirian umumnya dilakukan saat sapi berusia di bawah satu tahun, dengan memotong dan membuang testis sapi jantan. Lembu memiliki perbedaan sifat dari sapi akibat pengebirian ini. Lembu memiliki sifat lebih tenang, sehingga cocok untuk digunakan sebagai ternak pembajak sawah. Lembu yang dikebiri menjadi lebih gemuk dari sapi yang tidak dikebiri, karena lembu tidak mengeluarkan energi untuk pembentukan sperma, sehingga daging yang dihasilkan oleh lembu lebih banyak daripada sapi. Daging yang diperoleh dari hasil menyembelih lembu maupun sapi sama-sama dapat digunakan untuk bahan masakan sehari-hari. Namun untuk keperluan tertentu, seperti kurban, tidak boleh menggunakan lembu, karena kurban mensyaratkan sapi yang utuh dan tidak dipotong kelaminnya.

Mungkin ada yang bertanya, bagaimana dengan banteng? Apakah ini hewan yang berbeda? Menurut https://id.quora.com/, banteng merupakan hewan lain lagi. Banteng (Bos Javanicus) dalam terjemahan bahasa Inggris tetap banteng, bukan bull (sapi jantan yang sering dipakai untuk aduan). Banteng adalah hewan sebangsa sapi-sapian asli Asia Tenggara yang banyak terdapat di pulau-pulau di Indonesia bagian barat (Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali, dan Madura). Sekarang yang tersisa di Jawa hanya di sebagian ujung pulau Jawa saja (daerah Taman Nasional Ujung Kulon dan Baluran). Banteng ini merupakan hewan liar yang memiliki tanduk pendek tapi tajam sekali. Tubuhnya kuat, sifatnya pemarah, dan suka tinggal di semak-semak. Bedanya dengan sapi, banteng liar ini merupakan hewan nocturnal yang aktifnya di malam hari. Di Bali, banteng berhasil didomestifikasi, disilangkan dengan sapi. Hasilnya adalah hewan yang disebut sapi Bali.

Banteng, menurut https://medanternak.com/, memiliki ciri khusus yang sangat jelas bila dibandingkan dengan sapi dan kerbau. Perbedaan banteng dengan sapi dan kerbau yakni terdapat warna putih pada kaki bagian bawah dan pantat, punuk putih, serta warna putih di sekitar mata dan moncongnya. Banteng jantan berwarna biru-hitam atau coklat gelap. Tanduknya panjang melengkung ke atas, dan punuk di bagian pundak. sedangkan kulit betinanya berwarna coklat kemerahan, tanduknya pendek mengarah ke dalam dan tidak berpunuk.

Sapi disebut berkali-kali dalam Al-Qu’ran, dan kebanyakan berhubungan dengan kisah, walau ada juga yang tidak berhubungan dengan kisah. Bahkan sapi, khususnya sapi betina, diabadikan sebagai nama surat dalam Al-Qur’an, yakni Surat Al-Baqarah yang merupakan surat kedua dalam Al-Qur’an.

Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 67-71 misalnya, sapi disebut dalam hubungannya dengan kisah penyembelihan sapi betina oleh kaum Bani Israil pada zaman Nabi Musa.

 

Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Allah memerintahkan kamu agar menyembelih seekor sapi betina”. Mereka bertanya, “Apakah engkau akan menjadikan kami sebagai ejekan?” Dia (Musa) menjawab, “Aku berlindung kepada Allah agar tidak termasuk orang-orang yang bodoh”. Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami tentang (sapi betina) itu.” Dia (Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman, bahwa sapi betina itu tidak tua dan tidak muda, (tetapi) pertengahan antara itu. Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu”. Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami apa warnanya”. Dia (Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman, bahwa (sapi) itu adalah sapi betina yang kuning tua warnanya, yang menyenangkan orang-orang yang memandang(nya)”. Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami tentang (sapi betina) itu. (Karena) sesungguhnya sapi itu belum jelas bagi kami, dan jika Allah menghendaki, niscaya kami mendapat petunjuk”. Dia (Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman, (sapi) itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak (pula) untuk mengairi tanaman, sehat, dan tanpa belang”. Mereka berkata, “Sekarang barulah engkau menerangkan (hal) yang sebenarnya”. Lalu mereka menyembelihnya, dan nyaris mereka tidak melaksanakan (perintah) itu (Al-Qu’ran Surat Al-Baqarah ayat 67-71).

 

Tentang kisah penyembelihan sapi betina oleh kaum Bani Israil yang disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah mulai dari ayat 67 hingga 74, saya telah menulisnya di konten notes facebook saya dengan judul “Al-Baqarah (Sapi Betina)”, demikian.

Pada suatu pagi, kaum Bani Israil digemparkan oleh penemuan mayat seorang laki-laki. Ketika hidupnya, laki-laki yang ditemukan telah tak bernyawa itu adalah seorang hartawan. Pendudukpun bertanya-tanya, siapa gerangan yang membunuh laki-laki tersebut. Tidak lama kemudian, kerabat sang hartawan yang sudah terbujur kaku tak bernyawa itu datang. Begitu melihat jenazah sang hartawan, kerabat inipun berteriak histeris sambil memukul-mukul diri sendiri. Ia menyalahkan penduduk desa di sekitar mayat itu ditemukan, dan menuduh merekalah yang membunuhnya. Tentu saja penduduk setempat menolak tuduhan tersebut, karena mereka hanya menemukan mayat sang hartawan, bukan membunuhnya. Merekapun ribut, saling menyalahkan satu sama lain. Bahkan hampir saja mereka berkelahi. Beruntung di antara mereka ada yang ingat Nabi Musa.

“Mengapa kalian bertengkar? Bukankah di tengah-tengah kita ada Nabi Musa, Sang Rasul Allah? Mari kita tanyakan saja kepada beliau”, kata orang tadi.

Mendengar usulannya, orang-orang yang ada di tempat tersebut sepakat untuk mengadukan hal ini kepada Nabi Musa. Merekapun segera berbondong-bondong menemui Nabi Musa. Setelah bertemu Nabi Musa, mereka menceritakan apa yang terjadi dan memohon bantuan Nabi Musa untuk menyelesaikan masalah yang mereka alami. Mendapat laporan seperti ini, Nabi Musa berharap mudah-mudahan di antara mereka ada orang yang memiliki keahlian untuk mengungkap misteri kematian sang hartawan sehingga bisa segera diketahui siapa pembunuhnya. Akan tetapi mereka mengatakan tidak ada yang memiliki pengetahuan mengenai hal itu. Mereka meminta agar Nabi Musa memohon kepada Allah agar diberi petunjuk. Nabi Musapun segera memohon kepada Allah agar menunjukkan rahasia di balik kematian sang hartawan. Tak lama kemudian Nabi Musa pun mendapat petunjuk Allah.

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina", kata Nabi Musa kepada orang-orang yang mengadukan permasalahan mereka.

Meskipun orang-orang Bani Israil ini sudah mendengar perintah Allah yang baru saja disampaikan lewat Nabi Musa, namun mereka tidak segera melaksanakan perintah tersebut. Sebaliknya, mereka justru menyangka bahwa Nabi Musa sedang mengolok-olok. Ini bisa dimaklumi, karena kaum Nabi Musa pernah tersesat, menyembah patung sapi emas buatan Samiri, terutama saat Nabi Musa pergi ke Bukit Tursina atau Bukit Sinai. Samiri-lah yang menyesatkan mereka.

"Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?", tanya mereka.

"Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil", jawab Nabi Musa.

Orang-orang Bani Israil kembali meminta kepada Nabi Musa agar memohonkan petunjuk kepada Allah tentang sifat-sifat sapi betina itu.

"Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu?".

"Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu", jawab Nabi Musa.

Rupanya, mereka masih menginginkan keterangan lebih spesifik mengenai warna bulu sapi yang akan disembelih, sehingga merekapun menanyakan lagi kepada Nabi Musa.

"Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya”.

"Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya".

Meskipun sudah jelas, mereka lagi-lagi menghendaki keterangan lebih rinci perihal ciri-ciri sapi yang hendak dicari untuk disembelih.

"Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami, bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu masih samar bagi kami, dan sesungguhnya kami, insya Allah, akan mendapat petunjuk untuk memperoleh sapi itu".

Dengan sabar, Nabi Musa tetap melayani pertanyaan mereka.

“Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya”.

"Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya", jawab mereka mengakhiri pembicaraan.

Sesungguhnya, syarat yang diberikan oleh Allah kepada Bani Israil pada awalnya sangatlah mudah, yaitu hanya disuruh menyembelih sapi betina, tanpa syarat yang lain. Akan tetapi karena mereka selalu bertanya dengan maksud untuk membangkang, akhirnya mereka justru terjebak pada syarat yang sungguh sangat menyulitkan mereka untuk mendapatkan sapi betina yang tidak tua dan tidak muda tapi pertengahan antara tua dan muda; berwarna kuning tua; menyenangkan bila dipandang; yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman; tidak memiliki cacat; serta tidak ada belangnya. Andai mereka segera melaksanakan saat pertama kali diperintahkan, maka mereka bebas memilih sapi manapun, yang penting berjenis kelamin betina. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika mereka hampir menyerah karena nyaris tidak mendapatkan sapi yang dimaksud. Beruntung, setelah mencari ke sana kemari, akhirnya mereka menemukan sapi yang memiliki ciri-ciri seperti yang disebutkan oleh Nabi Musa. Namun lagi-lagi mereka mendapatkan kesulitan, karena sang empunya sapi meminta harga yang sangat mahal. Mengapa demikian, sebab sapi tersebut merupakan satu-satunya warisan sang ayah. Pemiliknya adalah seorang yatim yang usianya masih belia. Atas wasiat sang ayah, sapi itu tidak diizinkan bekerja dan hanya dirawat sedemikian rupa. Kulitnya juga berwarna kuning tua yang sangat elok.

Setelah mendapat sapi yang dimaksud, mereka kemudian membawanya ke hadapan Nabi Musa. Setelah disembelih, Nabi Musa kemudian mengambil sebagian anggota tubuh sapi betina itu, lalu memukulkannya kepada jenazah sang hartawan. Dengan izin Allah, mayat sang hartawan itu hidup kembali. Nabi Musapun segera bertanya kepada si mayat hidup.

“Siapakah yang telah membunuhmu?”

Sang hartawan yang sudah meninggal dan hidup kembali itupun menunjuk kepada salah seorang kerabatnya.

“Dia!”

Setelah sang hartawan menunjuk siapa pembunuhnya, ia lalu kembali menjadi mayat atas izin Allah.

Begitu melihat siapa yang ditunjuk oleh sang hartawan, orang-orang yang ada di situpun kaget. Betapa tidak, ternyata orang yang membunuh sang hartawan adalah kerabatnya sendiri yang berpura-pura berteriak histeris dan menyalahkan oran lain. Padahal dialah yang membunuh dan meletakkan mayat sang hartawan di tempat lain yang jauh dari rumahnya, karena dia menginginkan harta warisan sang hartawan.

Meskipun telah jelas siapa yang membunuh, ternyata kerabat sang hartawan itu tetap menyangkal bahwa dirinyalah yang membunuh sang hartawan. Hatinya keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi.

Itulah kisah sapi betina dan Bani Israil, yang dari kisahnyalah maka nama sapi betina itu kemudian diabadikan sebagai salah satu nama surat dalam Al-Qur’an.

Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah (ayat 51, 54, 92,  dan 93), Surat Al-A’rāf (ayat 148 dan 152), dan Surat Thāhā (ayat 88-90), anak sapi disebut dalam hubungannya dengan kisah penyembahan patung anak sapi buatan Samiri ketika Nabi Musa sedang pergi memenuhi perintah Allah.

 

Dan (ingatlah) ketika Kami menjanjikan kepada Musa empat puluh malam. Kemudian kamu (Bani Israil) menjadikan (patung) anak sapi (sebagai sesembahan) setelah (kepergian)nya, dan kamu (menjadi) orang yang zalim (Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 51).

 

Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku! Sesungguhnya kamu telah menzalimi dirimu sendiri dengan menjadikan (patung) anak sapi (sebagai sesembahan), karena itu bertobatlah kepada Penciptamu dan bunuhlah dirimu. Yang demikian itu lebih baik bagimu di sisi Penciptamu. Dia akan menerima tobatmu. Sungguh, Dialah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang (Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 54).

 

Dan sungguh, Musa telah datang kepadamu dengan bukti-bukti kebenaran, kemudian kamu mengambil (patung) anak sapi (sebagai sesembahan) setelah (kepergian)nya, dan kamu (menjadi) orang-orang zalim (Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 92).

 

Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji kamu dan Kami angkat gunung (Sinai) di atasmu (seraya berfirman), “Pegang teguhlah apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!” Mereka menjawab, “Kami mendengarkan tetapi kami tidak menaati.” Dan diresapkanlah ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah patung) anak sapi karena kekafiran mereka. Katakanlah, “Sangat buruk apa yang diperintahkan oleh kepercayaanmu kepadamu jika kamu orang-orang beriman!” (Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 93).


Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke gunung Thur membuat dari perhiasan-perhiasan (emas) mereka anak sapi yang bertubuh dan bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak sapi itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sembahan) dan mereka adalah orang-orang yang zalim (Al-Qur’an Surat Al-A’rāf ayat 148).

 

Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak sapi (sebagai sembahannya), kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan (Al-Qur’an Surat Al-A’rāf ayat 152).

 

Kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka (dari lobang itu) anak sapi yang bertubuh dan bersuara, maka mereka berkata: “Inilah Tuhanmu dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa” (Al-Qur’an Surat Thāhā ayat 88).

 

Maka apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung anak sapi itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tidak dapat memberi kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan? (Al-Qur’an Surat Thāhā ayat 89).

 

Dan sesungguhnya Harun telah berkata kepada mereka sebelumnya: “Hai kaumku, sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengan anak sapi itu dan sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku” (Al-Qur’an Surat Thāhā ayat 90).

 

Kisahnya dimulai ketika Nabi Musa berhasil membawa umatnya keluar dari Mesir dan selamat dari kejaran Fir’aun yang hendak membunuh mereka. Suatu ketika, Nabi Musa pergi ke Bukit Tursina atau Sinai selama 40 malam guna menerima wahyu Allah. Nabi Musa berpesan kepada Nabi Harun agar menjaga kaumnya jangan sampai kufur.

Tatkala Nabi Musa sedang memenuhi perintah Allah, salah seorang kaumnya yang bernama Samiri, membuat patung anak sapi yang disihir hingga dapat bersuara. Samiri selain pandai membuat patung, juga memiliki ilmu sihir. Samiri kemudian memerintahkan kepada orang-orang agar menyembah patung anak sapi buatannya yang dapat bersuara. Umat Nabi Musa itupun berhasil disesatkan oleh Samiri. Mereka benar-benar menyembah patung anak sapi.

Sesungguhnya, Nabi Harun sudah berusaha mencegah mereka agar jangan sampai tersesat. Akan tetapi mereka tidak memedulikan perkataan Nabi Harun yang melarang mereka menyembah patung anak sapi.

Sekembalinya dari Bukit Tursina atau Sinai, Nabi Musa terkejut mendapati umatnya telah menjadi orang yang sesat. Mereka sudah tidak lagi menyembah Allah, tapi menyembah patung anak sapi. Nabi Musa pun marah kepada Nabi Harun karena tidak dapat menjaga umatnya. Nabi Harun menjelaskan bahwa sesungguhnya dirinya telah berusaha sekuat tenaga mencegah terjadinya kesesatan, tapi mereka menganggap sebelah mata terhadap dirinya.

Akhirnya, Samiri si biang kerok kesesatan itu diusir oleh Nabi Musa. Selanjutnya, Nabi Musa mengajak umatnya untuk bertobat kepada Allah.  

Berbeda dengan sapi dan anak sapi yang disebut dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah, Surat Al-A’rāf, dan Surat Thāhā seperti disebutkan di atas yang berhubungan dengan kisah Nabi Musa, sapi yang disebut dalam Al-Qur’an Surat Al-An’ām ayat 144 dan 146 di bawah ini erat kaitanya dengan adat-istiadat kaum musyrikin yang biasa memakai binatang ternak untuk sesaji atau untuk mendekatkan diri kepada “tuhan-tuhan” mereka dan hukum-hukum yang berkenaan dengan binatang ternak. 

 

Dan dari unta sepasang dan dari sapi sepasang. Katakanlah, “Apakah yang diharamkan dua yang jantan atau dua yang betina, atau yang ada dalam kandungan kedua betinanya? Apakah kamu menjadi saksi ketika Allah menetapkan ini bagimu? Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah untuk menyesatkan orang-orang tanpa pengetahuan?” Sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim (Al-Qur’an Surat Al-An’ām ayat 144).  

 

Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan semua (hewan) yang berkuku, dan Kami haramkan kepada mereka lemak sapi dan domba, kecuali yang melekat di punggungnya, atau yang dalam isi perutnya, atau yang bercampur dengan tulang. Demikianlah Kami menghukum mereka karena kedurhakaannya. Dan sungguh, Kami Mahabenar (Al-Qur’an Surat Al-An’ām ayat 146).

 

Menurut buku Al-Qur'an dan Terjemahannya: Al-Jumanatul 'Ali, Seuntai Mutiara Yang Mahaluhur, Surat Al An’ām mulai ayat 136-165 membicarakan tentang peraturan-peatuan yang dibuat-buat oleh kaum musyrikin dan tuntunan Allah terhadap kaum muslimin. Sementara ayat 143, seperti dijelaskan dalam bab yang membahas “Binatang Ternak”, menginformasikan kepada kita bahwa Allah mengingkari perbuatan kaum musyrikin yang mengharamkan apa yang telah dihalalkan bagi mereka, untuk mengolok-olok, dan menjelaskan kebodohan mereka. Allah telah menciptakan delapan jenis hewan ternak berpasangan; dua jenis domba (jantan dan betina); dan dua jenis kambing (jantan dan betina). Kemudian Allah memerintahkan kepada Rasulullah agar mengatakan kepada kaum musyrikin, “Apakah Allah mengharamkan dua hewan jantan dari dua jenis tersebut, atau mengharamkan dua hewan betina dari dua jenis tersebut, atau mengharamkan janin-janin yang ada di perutnya? Semua itu tidak Allah haramkan. Sampaikan kepadaku hujjah dan dalil atas perkataan kalian jika kalian adalah orang-orang yang benar”. Sebagai kelanjutan ayat tersebut, ayat 144 menyebutkan dua jenis binatang lagi yang diharamkan oleh kaum musyrikin selain domba dan kambing, yakni unta dan sapi. Ayat ini, menurut Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah, juga berisi pengingkaran Allah terhadap peraturan yang dibuat oleh kaum musyrikin. Allah memerintahkan kepada Rasulullah agar mengatakan kepada kaum musyrikin, “Apakah dua yang jantan yang diharamkan ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Apakah kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan ini bagimu? Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan?” Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.

 Suguhan daging anak sapi panggang yang disebut dalam Al-Qur’an Surat Hūd ayat 69 dan Surat Zāriyāt ayat 26 berhubungan dengan kisah Nabi Ibrahim.

 

Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan, “Selamat”. Ibrahim menjawab, “Selamatlah”, maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang (Al-Qur’an Surat Hūd ayat 69).

 

Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (Al-Qur’an Surat Zāriyāt ayat 26).

 

Sebagaimana disebutkan dalam tafsir Kementerian Agama Republik Indonesia yang dikutip https://www.tokopedia.com/, kedua ayat di atas menceritakan bahwa suatu ketika Nabi Ibrahim dan keluarganya kedatangan tamu-tamu mulia yang tidak lain adalah para malaikat. Para tamu tersebut datang kepada Nabi Ibrahim dengan membawa kabar gembira tentang kelahiran putranya kelak yang akan lahir dari rahim Sarah istrinya, kemudian cucu yang akan lahir dari keturunannya. Mereka mengucapkan, “Selamat, semoga keselamatan dan kebahagiaan selalu tercurah kepadamu wahai Nabi Ibrahim”. Kemudian Nabi Ibrahim pun menjawab, “Selamat semoga kebahagiaan yang sempurna itu menyertaimu selamanya”. Tidak lama kemudian, dengan diam-diam Nabi Ibahim pergi menemui keluarganya untuk menyiapkan jamuan untuk tamu-tamunya sebagaimana layaknya tuan rumah yang baik. Nabi Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang untuk menjamu tamunya.

Dalam Al-Qur’an Surat Yusuf ayat 43 dan 46, sapi disebut dalam hubungannya dengan kisah Nabi Yusuf.

 

Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya), “Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering”. Hai orang-orang yang terkemuka, “Terangkanlah kepadaku tentang ta’bir mimpiku itu jika kamu dapat mena’birkan mimpi” (Al-Qur’an Surat Yusuf ayat 43). 

 

(Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf, dia berseru), “Yusuf, hai orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya” (Al-Qur’an Surat Yusuf ayat 46).

 

Suatu saat Raja Mesir bermimpi bahwa beliau melihat 7 ekor sapi betina gemuk-gemuk dimakan oleh 7 ekor sapi betina kurus-kurus. Baginda raja dalam mimpinya juga melihat 7 bulir gandum yang hijau dan 7 bulir yang kering. Beliau kemudian mendatangkan para penasihat, dukun, dan tukang ramal untuk menfasirkan mimpinya. Akan tetapi tidak ada seorangpun yang mampu memberikan jawaban yang memuaskan.

Seorang pelayan yang pernah satu penjara dengan Nabi Yusuf dan pernah ditafsirkan mimpinya, teringat kepada Nabi Yusuf. Sang pelayanpun menyampaikan informasi kepada baginda raja bahwa ada orang yang pandai menafsirkan mimpi. Baginda raja segera mengutus pelayan untuk menemui Nabi Yusuf yang masih di dalam penjara. Sesampai di penjara, pelayan menyampaikan maksud kedatangannya, setelah meminta maaf terlebih dahulu kepada Nabi Yusuf karena lupa menyampaikan pesan beliau kepada baginda raja tentang ketidakadilan yang menimpa beliau sehingga dimasukkan ke dalam penjara.

Setelah mendengar apa yang disampaikan oleh pelayan tentang mimpi raja, Nabi Yusuf kemudian menakwilkannya.

 “Negeri ini akan mengalami kemakmuran selama 7 tahun. Semua tanaman gandum, padi, sayur mayur, dan tanaman-tanaman lain akan mengalami masa panen yang baik. Hasilnya melimpah-ruah. Setelah itu, disusul musim kemarau selama 7 tahun pula. Sungai Nil tidak memberi air yang cukup untuk mengaliri ladang-ladang  yang kering. Tumbuh-tumbuhan dan tanaman-tanaman dimakan hama. Sementara persediaan makanan hasil panen tahun-tahun yang lalu ketika subur, sudah habis di makan”, kata Nabi Yusuf menerangkan arti mimpi sang raja.

Selain menakwilkan mimpi baginda raja, Nabi Yusuf juga memberikan solusinya. Katanya, “Oleh karena itu, hasil panen selama 7 tahun saat masa subur, harus disimpan baik-baik, jangan dihambur-hamburkan. Ini untuk persiapan menghadapi masa krisis selama 7 tahun juga”.

Setelah mendapatkan penjelasan dari Nabi Yusuf, pelayan itu kembali menghadap baginda raja. Disampaikanlah apa yang diutarakan oleh Nabi Yusuf kepada baginda raja. Baginda raja terkagum-kagum mendengar apa yang disampaikan oleh Nabi Yusuf melalui utusannya itu. Beliau mengetahui kesempurnaan ilmu, kecerdasan akal, kecermatan, dan ketajaman pendapat Nabi Yusuf. Baginda raja kemudian mengutus utusan lagi untuk menghadirkan Nabi Yusuf ke hadapannya. Utusanpun pergi ke penjara guna menemui Nabi Yusuf.

Ketika utusan itu menyampaikan maksud kedatangannya kepada Nabi Yusuf, beliau justru menolak keluar dari penjara. Nabi Yusuf mau keluar dari penjara jika perkaranya diadili, karena beliau merasa tidak bersalah dan menjadi korban fitnah.

Utusan itu kembali ke istana tidak bersama Nabi Yusuf. Baginda raja pun menanyakan mengapa tidak datang bersama Nabi Yusuf. Dijelaskanlah oleh utusan itu, bahwa Nabi Yusuf tidak mau keluar penjara, kecuali perkaranya yang menyebabkan Nabi Yusuf dipenjarakan, diadili. Baginda raja pun mengadili perkara Nabi Yusuf. Semua perempuan yang dulu menyebabkan Nabi Yusuf dipenjara, dihadirkan. Akhirnya, berdasarkan pengakuan para perempuan itu, diketahuilah bahwa Nabi Yusuf sesungguhnya tidak bersalah. Zulaikha-lah yang menggoda Nabi Yusuf. Beliaupun dibebaskan dari penjara setelah namanya dibersihkan dari fitnah. Baginda raja kemudian memberi jabatan kepada Nabi Yusuf sebagai bendahara kerajaan.  

 

Daftar Acuan  

 

 

1. Buku

 

Departemen Agama RI. 2004. Al-Qur'an dan Terjemahannya: Al-Jumanatul 'Ali, Seuntai Mutiara Yang Mahaluhur. Bandung: J-Art.

 

Fatchur Rochman AR. 1995. Kisah-Kisah Nyata dalam Al-Qur’an. Surabaya: Apollo.

 

Fuad Al-Aris. 2013. Pelajaran Hidup Surat Yusuf. Jakarta: Zaman.

 

H. Mahmud Junus. 1987. Tarjamah Al-Quran Al-Karim.Cetakan ke-3. Bandung: PT Al-Ma’arif.

 

Ibnu Katsir. 2015. Qishashul Anbiya’ (Kisah Para Nabi). Terjemahan: Moh. Syamsi Hasan. Surabaya: Amelia.

 

Labib Mz. dan Maftuh Ahnan. Tth. Mutiara Kisah 25 Nabi Rasul. Gresik: CV Bintang Pelajar.

 

Maftan. 2005. Kisah 25 Nabi & Rasul. Jakarta: Sandro Jaya.

 

Majdiy Muhammad asy-Syahawiy. 2003. Kisah-kisah Binatang dari Al-Qur’an dan Al-Hadis. Yogyakarta: Mitra Pustaka.

 

Sulistyowati Khairu. 2015. Takdir dan Mukjizat Manusia Tertampan Yusuf Alaihi Salam. Jakarta: Kunci Iman.

 

Ust. Fatihuddin Abul Yasin. 1997. Kisah Teladan 25 Nabi & Rasul. Surabaya: Terbit Terang.

 

Maulana Syamsuri. Tanpa Angka Tahun. Daud dan Jalut dengan Beberapa Kisah Teladan. Pustaka Media.

 

Moh. Rifai. 1976. Riwayat 25 Nabi dan Rasul. Semarang: CV. Tohaputra.

 

Muhammad Ali Ash-Shabuny. 2002. Cahaya Al-Qur’an, Tafsir Tematik Surat Al-Baqarah - Al-An’am. Jilid 1. Cetakan ke-2. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

 

Sa’id Hawwa. 2000. Tafsir Al-Asas: Surat Al-Fatihah, Surat Al-Baqarah 1-207. Jakarta: Robbani Press.

 

Siti Zainab Luxfiati. 2007. Cerita Teladan 25 Nabi. Jilid 2. Cetakan ke-7. Jakarta: Dian Rakyat.

 

Syekh Fadhlullah Haeri. 2001. Jiwa Alquran, Tafsir Surat Al-Baqarah. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

 

 

2. Internet

 

https://alquran-indonesia.com/

 

https://brainly.co.id/tugas/5527011

 

https://id.quora.com/Apa-perbedaan-sapi-kerbau-lembu-dan-banteng

 

https://id.wikipedia.org/wiki/Sapi

 

https://medanternak.com/sapi/perbedaan-sapi-kerbau-banteng/

 

https://pippeternakan.pertanian.go.id/site/detail/3#:

 

https://www.facebook.com/notes/mulyono-atmosiswartoputra/sapi-betina/379783669879600

 

https://www.tokopedia.com/s/quran/hud/ayat-69

 


Tidak ada komentar :