Ikan
adalah anggota vertebrata poikilotermik
(berdarah dingin) yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Menurut Wikipedia, ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam,
dengan jumlah spesies lebih dari 27.000 di seluruh dunia. Ukurannya pun
beraneka ragam, ada besar hingga 14 meter seperti paus atau hiu, dan ada yang
berukuran sangat kecil, kira-kira 7 milimeter.
Ada
ikan yang hidup di air tawar, ada yang hidup diair payau, dan ada pula yang hidup di air asin. Mereka hidup pada
kedalaman yang bervariasi, mulai dari yang dekat dengan permukaan air hingga
beberapa ribu meter di bawah permukaan air. Kebanyakan ikan hidup di alam bebas, tapi ada beberapa spesies ikan yang dibudidayakan,
baik untuk konsumsi maupun untuk hiasan dalam aquarium.
Ikan sangat berguna bagi tubuh manusia, karena
mengandung protein. Selain mengandung protein, menurut Wikipedia, ikan juga mengandung berbagai zat yang sangat bermanfaat
bagi kesehatan, antara lain:
1. omega 3, untuk proses perkembangan otak pada janin dan penting untuk perkembangan fungsi syaraf dan penglihatan bayi;
2. mengandung serat protein yang pendek sehingga mudah
dicerna;
3. kaya asam amino seperti taurin untuk merangsang pertumbuhan sel otak balita;
4.vitamin A dalam minyak hati ikan untuk mencegah kebutaan pada anak;
5. vitamin D dalam daging dan minyak hati ikan untuk pertumbuhan dan kekuatan tulang;
6. vitamin B6 untuk
membantu metabolisme asam
amino dan lemak serta
mencegah anemia dan
kerusakan syaraf;
7. vitamin B12 untuk
pembentukan sel darah merah, membantu metabolisme lemak, dan melindungi jantung, juga
kerusakan syaraf;
8. zat besi yang
mudah diserap oleh tubuh;
9. yodium untuk
mencegah terjadinya penyakit gondok dan
hambatan pertumbuhan anak;
10. selenium untuk membantu metabolisme tubuh dan sebagian anti oksidan yang melindungi tubuh dari radikal bebas;
11. seng yang
membantu kerja enzim dan hormon; dan
12. fluor yang
berperan dalam menguatkan dan menyehatkan gigi anak.
Ikan
termasuk salah satu hewan yang disebut dalam Al-Qur’an, baik dalam Surat
Al-A’raf ayat 163, Surat Al-Kahfi ayat 61 dan 63, Surat Ash-Shāffāt ayat 142, maupun
Surat Al-Qalam ayat 48.
Dalam
Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 163, ikan disebut terkait dengan
pelanggaran yang dilakukan oleh Bani Israil pada hari Sabat atau Sabtu.
Dan tanyakanlah kepada Bani Israil
tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada
hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan
(yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di
hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan
itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan
mereka berlaku fasik (Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 163).
Saat itu, Allah menetapkan hari Sabat
atau Sabtu sebagai hari istimewa bagi Bani Israil, yakni hari khusus untuk
beribadah. Mereka dilarang bekerja pada hari tersebut. Untuk menguji keimanan
mereka, Allah membuat pada setiap hari Sabtu ikan-ikan dimunculkan di laut dalam
jumlah yang sangat banyak. Ikan-ikan tersebut hanya muncul pada hari Sabtu, dan
tidak tampak pada hari-hari lain. Akibatnya, mereka tidak mendapatkan ikan pada
hari-hari lain, karena ikan-ikan tersebut hanya muncul pada hari Sabtu.
Munculnya ikan-ikan pada hari Sabtu membuat mereka lupa pada larangan bahwa
hari Sabtu adalah hari khusus untuk beribadah. Mereka langgar larangan
tersebut. Mereka tetap menangkap ikan pada hari Sabtu sampai lupa bahwa hari
Sabtu sesungguhnya adalah hari khusus untuk beribadah. Oleh karena mereka
melanggar larangan, Allah kemudian mengutuk mereka menjadi kera sebagaimana
disebut dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 65 dan Surat Al-A’raf ayat 166.
Dan sungguh, kamu telah mengetahui
orang-orang yang melakukan pelanggaran di antara kamu pada hari Sabat, lalu
Kami katakan kepada mereka, “Jadilah kamu kera yang hina!” (Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 65).
Maka setelah mereka bersikap sombong
terhadap segala apa yang dilarang. Kami katakan kepada mereka, “Jadilah kamu kera yang hina” (Al-Qur’an
Surat Al-A'raf ayat 166).
Menurut Said Yusuf Abu Azis dalam
bukunya berjudul Azab Allah bagi Orang-orang Zalim, peristiwa pelanggaran aturan tersebut
terjadi di sebuah desa bernama Ailah yang terletak di pinggir Laut Qalzam[1]),
pada zaman Nabi Dawud. Sementara Labib MZ. dan Maftuh Ahnan dalam bukunya
berjudul Mutiara Kisah 25 Nabi Rasul menyebut peristiwa tersebut
ditimpakan kepada suku bangsa Eilah yang berada di pantai Laut Merah antara
kota Madyan dan Bukit Thur pada masa Nabi Musa.
Selain disebut dalam Al-Qur’an Surat
Al-A’raf, ikan juga disebut dalam
Al-Qur’an Surat Al-Kahfi ayat 61 dan 63. Penyebutan ini berhubungan dengan
kisah Nabi Musa dalam perjalanan mencari laki-laki shalih yang memiliki ilmu
yang tidak dimiliki oleh Nabi Musa.
Maka ketika mereka sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka lupa ikannya, lalu (ikan) itu melompat
mengambil jalannya ke laut itu. Maka ketika mereka telah melewati (tempat itu), Musa berkata kepada muridnya,
“Bawalah kemari makanan kita; sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan
kita ini”. Dia (muridnya) menjawab, “Tahukah engkau
ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka aku lupa (menceritakan
tentang) ikan itu dan tidak ada yang
membuat aku lupa untuk mengingatnya kecuali setan, dan (ikan) itu mengambil
jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali” (Al-Qur’an
Surat Al-Kahfi ayat 61-63).
Dalam
bukunya berjudul Cahaya Al-Qur’an, Tafsir
Tematik Surat Al-Kahfi – Al-Mukminun Jilid 4, Muhammad Ali Ash-Shabuny
mengatakan bahwa Nabi Musa berdiri menyampaikan pidato di hadapan Bani Israil.
Ketika ada yang bertanya, “Siapa orang yang paling tahu?”, Nabi Musa menjawab,
“Aku!”. Allahpun menghardiknya, karena Nabi Musa tidak menisbatkan ilmu itu
kepada-Nya. Artinya, Nabi Musa tidak menjawab, “Allahlah yang paling tahu”.
Allahpun menurunkan wahyu kepada Nabi Musa, “Sesungguhnya Aku mempunyai seorang
hamba yang kediamannya di pertemuan dua laut, dan orang itu lebih tahu daripada
kamu”. Nabi Musa berkata, “Ya Rabbi, bagaimana caraku agar aku dapat bertemu
dengannya?”. Allah berfirman, “Ambillah seekor ikan, lalu masukkan ia ke dalam
keranjang. Di mana ikan itu hilang, maka di situlah tempat hamba itu”.
Berangkatlah Nabi Musa bersama seorang muridnya yang bernama Yusya’ bin Nun.
Setiba di sebuah batu yang besar, mereka menyandarkan kepala dan tertidur. Sang
murid terbangun dan melihat sesuatu yang menakjubkan. Dia melihat ikan yang
sudah dipanggang, keluar dari keranjang dan menuju ke arah laut, berenang di
sana seakan-akan ia hidup. Air yang dimasuki itu membentuk semacam lajur atau
jalan. Sebenarnya ia hendak membangunkan Nabi Musa dan mengabarkan keadaan ikan
itu. Akan tetapi ia tidak mau mengagetkannya, dan akhirnya membiarkan beliau
hingga bangun sendiri. Setelah Nabi Musa bangun, muridnya lupa mengabarkan
masalah ikan itu. Keduanya melanjutkan perjalanan. Ketika merasa lapar, Nabi
Musa meminta kepada muridnya untuk mengeluarkan makanan. Pada saat itulah sang
murid baru teringat tentang ikan yang keluar dari keranjang dan kejadian aneh
yang dilihatnya, sehingga iapun menceritakannya kepada Nabi Musa. Beliau
berkata, “Itulah tempat yang kita cari, yaitu ketika ikan itu menghilang, sebab
Allah sudah memberitahuku bahwa tempat pertemuan dengan hamba yang shalih ialah
di mana ikan itu menghilang”. Nabi Musa dan muridnya pun balik lagi, menuju ke
tempat di mana ikan itu hilang. Di tempat itulah Nabi Musa dan muridnya bertemu
dengan seorang laki-laki shalih yang telah diberi ilmu gaib oleh Allah, yang
tidak diketahui oleh Nabi Musa. Laki-laki shalih tadi bernama Khidir.
Dalam
sebuah kisah yang disebut dalam Al-Qur’an, ikan besar pernah menelan Nabi Yunus
hingga berhari-hari. Hewan yang bernama ikan itu sendiri disebut dalam
Al-Qur’an Surat Ash-Shāffāt ayat 142.
Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela.
Dalam Al-Qur’an, kisah Yunus
diceritakan dalam Surat Ash-Shāffāt ayat 139-148, Surat Al-An’am ayat 86-87,
dan Surat Yunus ayat 98-103.
Nabi Yunus diutus oleh Allah untuk meluruskan akidah kaum
Ninawa di negeri Maushil dekat Sungai Tegris. Meskipun Nabi Yunus telah menyeru
kepada kaum Ninawa agar menyembah Allah selama 30 tahun, tapi yang beriman
hanya dua orang, sedang yang lain tetap ingkar. Kesal menghadapi kaumnya, Nabi Yunus memohon kepada Allah agar diturunkan azab kepada kaumnya. Akan tetapi Allah
menyuruh kepada Nabi Yunus agar bersabar selama 40 hari.
Nabi Yunus menunggu dengan penuh kesabaran. Namun setelah
ditunggu, kaum Ninawa tetap tidak mau beriman, meskipun Nabi Yunus tak
henti-hentinya mengajak kaumnya agar menyembah Allah. Tiga hari menjelang hari
ke-40, Allah menurunkan tanda-tanda datangnya azab. Awan tebal menutupi langit,
sehingga keadaan menjadi gelap-gulita. Takut melihat datangnya azab, Nabi
Yunuspun meninggalkan kaumnya. Padahal, Allah tidak memerintahkan agar Nabi
Yunus meninggalkan kaumnya.
Rupanya, tanda-tanda datangnya azab membuat kaum Ninawa
benar-benar merasa ketakutan. Mereka mencari Nabi Yunus, namun yang dicari
tidak ditemukan. Menghadapi kenyataan seperti ini, mereka langsung meninggalkan
rumah dan menuju ke suatu tempat yang dianggap aman. Di situ mereka menyatakan
bertaubat kepada Allah. Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, berkenan
menerima taubat kaum Ninawa, karena taubatnya benar-benar taubatan nasuha.
Azabpun tak jadi ditimpakan kepada mereka.
Nabi Yunus yang meninggalkan kaumnya, ketika
perjalanannya sampai di tepi laut, beliau menumpang kapal laut untuk meneruskan
perjalanannya. Kapal laut tersebut bermuatan penuh. Dalam pelayaran tersebut,
tiba-tiba datang angin topan yang hampir menenggelamkan kapal. Penumpangpun
panik. Sang nahkoda kapal mengatakan kepada para penumpang, jika di dalam kapal
tersebut ada pelarian, sebaiknya mengaku dan keluar kapal atau terjun ke laut
agar kapal tidak tenggelam. Nabi Yunuspun mengakui bahwa dirinyalah yang
seorang pelarian.
Meskipun Nabi Yunus telah berkata jujur, tapi nahkoda
kapal tidak percaya pada pengakuan Nabi Yunus. Oleh karena itu, untuk
menentukan siapa yang harus keluar dari kapal, maka dilakukanlah undian, dan
undian tersebut jatuh pada Nabi Yunus. Demi keselamatan penumpang lainnya, Nabi
Yunuspun terjun ke laut.
Tak lama setelah menceburkan diri ke laut, rupanya seekor
ikan besar telah siap
menelan Nabi Yunus. Meskipun ditelan ikan besar, Nabi Yunus tetap hidup di dalam
perut ikan tersebut berkat pertolongan Allah. Ketika merasakan betapa gelapnya
berada di dalam perut ikan, Nabi Yunus segera mengingat Allah. Beliau mengakui
bahwa dirinya termasuk orang yang zalim.
Allah mengampuni kesalahan Nabi Yunus. Ikan besar yang
menelan Nabi Yunuspun segera memuntahkan tubuh beliau ke pantai. Nabi Yunus
yang beberapa hari berada di dalam perut ikan, merasakan sakit di sekujur
tubuhnya. Badannya lemah. Allah memberikan pertolongan kepada Nabi Yunus yang
tubuhnya tidak kuat melakukan apa-apa dengan cara menumbuhkan pohon labu di
dekatnya. Daun-daun pohon labu tersebut dapat menjadi pelindung tubuhnya yang
lemah, sedang labunya menjadi makanan bagi Nabi Yunus sehingga beliau sehat kembali.
Setelah Nabi Yunus kesehatannya pulih seperti sediakala,
Allah memerintahkan agar beliau segera kembali kepada kaumnya. Sesampainya di
tempat kaumnya tinggal, ternyata mereka sudah beriman. Kedatangan Nabi Yunus
pun disambut gembira oleh kaum Ninawa. Nabi Yunuspun hidup bahagia bersama
kaumnya hingga wafatnya.
Ikan juga disebut dalam Al-Qur’an Surat
Al-Qalam ayat 48.
Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya).
Menurut tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah sebagaimana disebutkan dalam https://tafsirweb.com, ayat ini
merupakan seruan bagi Nabi Muhammad dan bagi orang yang berjalan di atas
tuntunannya, hendaklah dia bersabar atas ketetapan Allah untuk menunda siksaan
orang-orang kafir, meneruskan dakwah yang dia lakukan dengan sebaik-baiknya,
dan tidak terburu-buru seperti yang terjadi pada Nabi Yunus ketika dia
meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah karena mereka tidak juga beriman.
Perbuatan Nabi Yunus ini merupakan ijtihad dari dirinya, bukan wahyu dari Allah,
sehingga ia ditelan oleh ikan besar di lautan. Nabi Yunus mengetahui bahwa itu
adalah ujian dari Allah, maka dia memohon pertolongan dari-Nya ketika dia dalam
keadaan marah terhadap kaumnya. Allah mengabulkan doanya dan menyelamatkannya
dari dalam perut ikan besar. Kalaulah bukan karena rahmat Allah, niscaya dia
akan terlempar di tempat yang tidak ditumbuhi tanaman, serta dalam keadaan
mendapat teguran akibat perbuatannya itu. Akan tetapi Allah mengaruniakan kepadanya
penerimaan taubat, keridoan, dan kenabian. Allah menerima taubatnya, menerima
syafaatnya bagi kaumnya, dan mengembalikannya kepada kaumnya, sehingga mereka
mendapat kenikmatan darinya. Dia adalah nabi yang mulia yang memiliki
keshalihan yang sempurna. Pada kisah ini terdapat pelajaran bagi setiap muslim
agar dia selalu berpegang teguh pada perintah Allah dan bersabar atas
cobaan hingga Allah memerintahkan perkara lain.
Meskipun tidak langsung
menyebut nama ikan, tapi yang dimaksud “daging yang segar”
dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 14 ini, menurut para mufasir, adalah ikan.
Dan Dialah, Allah yang menundukkan
lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari
lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar
padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu
bersyukur.
Ayat tersebut menginformasikan kepada
kita bahwa Allahlah yang menundukkan lautan sehingga kita dapat mengambil yang
ada di dalam lautan, baik itu ikan maupun mutiara (perhiasan). Kita juga dapat melihat
kapal berlayar, dan orang-orang dapat menaikinya untuk mencari keuntungan dari
bisnisnya dengan harapan kita mau bersyukur.
Daftar
Acuan
1.
Buku
Fatchur Rochman
A.R. 1995. Kisah-Kisah Nyata dalam Al-Qur’an. Surabaya: Apollo.
Labib MZ. dan Maftuh Ahnan. 1983.
Mutiara Kisah 25 Nabi Rasul. Gresik: CV. Bintang Pelajar.
Maftan.
2005. Kisah 25 Nabi & Rasul.
Jakarta: Sandro Jaya.
Majdiy Muhammad
asy-Syahawiy. 2003. Kisah-Kisah Binatang dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Yogyakarta:
Mitra Pustaka.
Moh. Rifai.
1976. Riwayat 25 Nabi dan Rasul. Semarang: CV. Tohaputra.
Said Yusuf Abu Azis. 2005. Azab Allah bagi
Orang-orang Zalim. Bandung: Pustaka Setia.
Siti Zainab
Luxfiati. 2007. Cerita Teladan 25 Nabi. Jilid 2. Cetakan ke-7. Dian
Rakyat.
2.
Internet
https://id.wikipedia.org/wiki/Ikan
https://www.facebook.com/notes/mulyono-atmosiswartoputra/labu/10216506929247942/
Tidak ada komentar :
Posting Komentar