Kecelakan
kereta api menabrak mobil tangki pengangkut BBM di Bintaro
(Sumber
gambar:
http://sidomi.com/244547/misteri-2-kecelakaan-maut-kereta-api-tragedi-bintaro-1987-2013/)
Siang itu, (Senin, 9 Desember
2013), saat saya berada di ruang rapat sebuah hotel di Bogor, handphone saya yang di-silent bergetar tanda ada SMS
(=Short Message Service)
masuk. SMS yang dikirim oleh kawan saya itu mengabarkan bahwa di Bintaro,
Jakarta Selatan, terjadi kecelakaan antara kereta api dengan mobil, atau
tepatnya antara commuter line dengan mobil
tangki pengangkut Bahan Bakar Minyak (BBM).
Sesungguhnya kecelakaan
tersebut tidak ada hubungan langsung dengan saya. Jika kawan saya memberi tahu
tentang adanya kecelakaan kereta api, ini semata-mata merupakan bentuk
kepedulian sesama pengguna jasa kereta api, karena saya dan dia sama-sama
pengguna jasa kereta api yang jalurnya kebetulan sama dengan kereta api yang
mengalami kecelakaan siang itu. Bedanya, kereta api yang mengalami kecelakaan
itu adalah kereta api jurusan Serpong – Tanah Abang, sedangkan kereta api yang
biasa saya naiki bersama kawan saya adalah kereta api jurusan Rangkasbitung –
Jakarta. Meskipun ia tidak mengatakan dalam SMS, tapi tujuan ia berkirim SMS
dapat saya tebak, yakni agar saya tahu peristiwa tersebut dan pulangnya bisa
menggunakan alternatif kendaraan lain jika sampai sore kereta api belum
beroperasi. Kebetulan hari itu kawan saya memang sedang libur, sehingga ia lebih
cepat tahu kalau siang itu ada kecelakaan kereta api, karena ia mendengar berita yang disiarkan langsung di televisi. Sementara saya yang sedang rapat di Bogor, dan tidak pulang ke
rumah hari itu, tentu saja tidak bisa tahu secepat itu kalau tidak ada yang
mengirimi berita.
Esok harinya, sekitar
pukul 5.30, saya menonton berita di televisi yang kebetulan banyak menyiarkan peristiwa
kecelakaan tersebut. Bahkan meski hanya sebentar, pagi itu ada stasiun televisi
yang menyiarkan secara langsung dari tempat kejadian. Dikarenakan saat siaran
sedang berlangsung ada kereta api (yakni kereta diesel, bukan commuter line) yang melintas secara
pelan-pelan dari arah Jakarta menuju Rangkasbitung, maka dapat kita ketahui
bahwa pagi itu kereta api sudah bisa beroperasi setelah sehari sebelumnya lalu
lintas perkeretaapian di jalur tersebut boleh dikatakan lumpuh.
Berdasarkan berita yang
bisa saya akses melalui internet, kronologi kecelakaan itu demikian.
Menurut
Heru Isnadi, Kepala Daerah Operasi I PT Kereta Api Indonesia (KAI) dalam jumpa pers di Bintaro, Jakarta Selatan, hari Senin, 9
Desember 2013, commuter line jurusan Serpong - Tanah Abang dengan nomor 1131 berangkat dari Stasiun
Pondok Ranji (Tangerang Selatan) menuju stasiun Kebayoran Lama (Jakarta Pusat) pukul
11.09. Pukul 11.15 kecelakaan terjadi. Terjadinya
kecelakaan tersebut disebabkan ketidakdisiplinan pengemudi mobil tangki pengangkut
BBM milik PT Pertamina. Itulah kronologi kecelakaan seperti diberitakan antaranews.com.
Berita yang berhasil
dihimpun oleh indosiar.com, tempo.co, tribunnews.com, beritasatu.com, dan metropolitan.inilah.com juga menyebutkan bahwa terjadinya
tabrakan disebabkan saat kereta api tengah melintas, sebuah mobil tangki
pengangkut BBM menerobos perlintasan meskipun sirine sudah berbunyi.
Walaupun dugaan awal
terjadinya kecelakaan sebagaimana diberitakan media massa adalah akibat
kecerobohan sopir mobil tangki pengangkut BBM, tapi seyogyanya kita menunggu
keputusan pihak yang berwenang untuk menyelidiki dan memutuskan siapa yang bersalah
dalam kecelakaan tersebut. Apalagi Chosimin dan Mujiono, sopir dan kernet mobil
tangki pengangkut BBM itu masih hidup, maka dialah yang akan menjelaskan
kronologi kejadian kepada pihak yang berwajib. Tentu saja ditambah dengan
keterangan dari para saksi, termasuk keterangan dari penjaga palang perlintasan, yang mungkin akan meringankan atau bahkan memberatkan
dakwaan terhadap sopir tadi. Sementara Darman Prasetyo (masinis) dan Agus Suroto (asisten masinis), tak mungkin dimintai keterangan karena keduanya meninggal dunia akibat kecelakaan tersebut.
Biasanya, sebelum palang
perlintasan itu turun, sirine sudah berbunyi sebagai peringatan agar para
pengemudi kendaraan bermotor menghentikan kendaraannya. Jika hal ini sudah
dilakukan oleh petugas palang perlintasan, berarti sopir itulah yang ceroboh. Mengapa
demikian, karena sudah diberi kode akan ada kereta api lewat, ia nekad melintas
saja. Akibatnya, ketika mobil tangki itu terjebak di tengah perlintasan, tak
khayal kereta api menghajarnya. Namun jika palang perlintasan itu turun secara
mendadak ketika kereta api sudah dekat, sementara mobil tangki itu sudah
terlanjur melintas dan akhirnya terjebak sehingga tidak ada waktu lagi untuk
menghindar, saya kira ini merupakan kecerobohan petugas palang perlintasan,
karena tidak memberi kesempatan kepada para pengendara kendaraan bermotor untuk
berhenti sebelum palang perlintasan itu turun. Namun yang disebutkan terakhir
dibantah oleh Direktur Utama PT KAI, Ignasius Jonan, bahwa tabrakan kereta api dengan mobil tangki
pengangkut BBM di Bintaro itu bukan karena palang perlintasan telat menutup.
Terlepas dari masalah siapa
yang salah, karena nanti pengadilanlah yang menentukan, yang jelas kecelakaan tersebut
terjadi karena kecerobohan. Kalau saja tidak ada kecerobahan dalam menjalankan
pekerjaan, maka kecelakaan kemungkinan besar tidak akan terjadi. Sementara,
sebagaimana kita ketahui bersama, akibat kecerobohan yang dilakukan oleh satu
orang, banyak pihak mengalami kerugian.
Berdasarkan berita yang dilansir
metro.sindonews.com,
korban meninggal dunia ada 7 orang, sedang yang luka-luka ada 59 orang. Semua
itu diakibatkan oleh kecerobohan yang dilakukan oleh seseorang. Menurut
informasi, korban yang meninggal sebagian besar ditemukan dalam keadaan hangus.
Hal itu disebabkan kobaran api yang berasal dari ledakan mobil tangki pengangkut
BBM yang dihantam kereta api menyambar bagian depan kereta api. Meskipun korban-korban
tersebut mendapat santunan, tapi nyawa bagi yang meninggal, dan cacat serta trauma
bagi yang masih hidup, tidak bisa dihargai dengan uang, seberapapun besarnya
uang itu. Lalu bagaimana dengan keluarga korban, baik keluarga korban yang
meninggal maupun yang luka-luka? Sudah jelas mereka merasa dirugikan lahir dan
batin akibat tindakan seseorang yang ceroboh.
Itu dari segi kemanusiaan.
Dari segi bisnis, berapa kerugian yang ditanggung oleh PT Pertamina dan PT KAI akibat kecerobohan yang dilakukan oleh
satu orang? Bagi PT Pertamina, kerugian itu tidak
hanya berupa hilangnya BBM sebanyak 24.000 liter akibat dimakan api, tapi juga kerugian berupa mobil
yang sudah tidak bisa digunakan lagi akibat terbakar. Selain itu, PT Pertamina juga masih harus
menanggung beban yang lain. Sebagaimana dikatakan oleh Wiyanda
Pusponegoro, Media Manager PT Pertamina yang dilansir Tempo.co, PT Pertamina turut
menanggung semua biaya korban kecelakaan, terutama korban yang dirawat di Rumah
Sakit Pusat Pertamina, Jakarta. Lebih memprihatinkan lagi, akibat perbuatan
karyawannya, PT Pertamina harus siap-siap menghadapi gugatan PT KAI, karena
menurut PT KAI, PT Pertamina dianggap bertanggung jawab atas apa yang dilakukan
sopir mobil tangkinya. PT KAI mengajukan klaim gugatan atas kerugian yang
dideritanya, di antaranya: kerusakan gerbong, fasilitas, dan alat pendukung
lain, serta tidak beroperasinya commuter line selama lebih dari delapan jam. Jika gugatan PT KAI nantinya menang di
pengadilan, sudah bisa dibayangkan betapa besar jumlah kerugian yang ditanggung
oleh PT Pertamina akibat kecerobohan yang dilakukan oleh sopir mobil tangkinya.
Akan tetapi jika PT KAI yang kalah dalam gugatannya, itu artinya yang ceroboh
adalah petugas palang perlintasan. Dengan demikian, PT Pertamina tidak memiliki
kewajiban untuk mengganti segala kerugian yang diderita oleh PT KAI.
Lalu berapa kerugian yang
diderita PT KAI? Kerugian tersebut sedikitnya seperti yang disebutkan dalam
klaim gugatan PT KAI kepada PT Pertamina. Itu paling sedikit. Artinya, tidak tertutup
kemungkinan masih ada kerugian lain yang akan ditanggung oleh PT KAI sendiri,
tanpa minta ganti rugi ke PT Pertamina.
Tidak hanya PT Pertamina
dan PT KAI yang mengalami kerugian, para pengguna jasa kereta api juga
mengalami kerugian akibat kecelakaan tersebut. Mereka adalah para penumpang
yang mengalami kecelakaan langsung dan para pengguna jasa kereta api lain yang
tidak mengalami kecelakaan.
Bagi para penumpang yang
mengalami kecelakaan langsung, kerugiannya sangatlah jelas, karena mereka yang
berhubungan langsung dengan peristiwa tersebut. Yang paling besar kerugiannya
adalah mereka yang kehilangan nyawa. Meskipun keluarga korban yang meninggal dunia mendapat santunan, tapi siapa yang mau menukar nyawa suami atau nyawa istri dengan
uang? Bagi para penumpang yang masih hidup, kerugian tersebut tidak hanya berupa
kerugian secara materi, tapi juga rugi secara psikologis. Rugi secara materi,
karena mereka harus menambah ongkos dan waktu untuk melanjutkan perjalanan atau
kembali ke rumah. Namun ini tak seberapa berarti dibandingkan dengan kerugian psikologis. Secara psikologis, peristiwa buruk itu biasanya sulit untuk dihilangkan dari ingatannya. Nah, jika trauma ini berkepanjangan, apa tidak merepotkan bagi orang yang menjadi korban kecelakaan tersebut? Terlebih bagi korban luka berat,
kerugian secara materi dan psikologis jelas lebih besar daripada kerugian yang
dialami oleh korban yang tidak mengalami luka yang berarti. Di samping harus masuk rumah sakit dan mungkin akan cacat seumur hidup, bisa jadi pertistiwa yang dialami itu tidak akan pernah hilang dari ingatannya sepanjang hayat.
Bagi para pengguna jasa
kereta api lain yang tidak mengalami kecelakaan, kerugian juga mereka rasakan.
Meskipun para petugas sudah mengumumkan agar para pengguna jasa kereta api
menggunakan kendaraan lain, tetap saja kerugian dirasakan oleh mereka, baik rugi
dari segi waktu maupun biaya yang sudah dikeluarkan menuju stasiun. Terlebih bagi
para pegawai yang tidak memiliki kendaraan sendiri maupun para buruh yang
bekerja di pasar Tanah Abang, kerugian ini sangat mereka rasakan. Mengapa? Sebab
hari itu ia harus mengeluarkan ongkos lebih besar sekian kali lipat dari
biasanya untuk biaya pulang, karena ia harus menggunakan mobil umum maupun
mobil carteran untuk pulang.
Itulah buah dari
kecerobohan. Buah pahit yang tidak enak untuk ditelan. Meskipun yang ceroboh hanya satu orang, entah itu sopir mobil tangki pengangkut BBM
atau petugas palang pelintasan (nanti pengadilanlah yang akan menentukan siapa
yang bersalah), tapi jika kecerobohan itu mengakibatkan kecelakaan kendaraan
umum yang membawa banyak penumpang, maka puluhan atau bahkan ribuan orang
dirugikan karena kecerobohannya. Tak sekedar rugi materi, tapi nyawapun ada yang melayang karena ulah orang yang ceroboh tadi. Peristiwa kecelakaan kereta api menabrak mobil
tangki pengangkut BBM yang baru terjadi adalah salah satu contohnya.
Tanpa bermaksud memojokkan
sopir mobil tangki pengangkut BBM, kecerobohan di jalanan memang sangat sering
dilakukan oleh para pengendara kendaraan bermotor, baik mobil maupun sepeda
motor. Entah disadari atau tidak, ulah mereka yang suka menyerobot jalan
sesungguhnya sangat membahayakan tidak hanya bagi dirinya sendiri, tapi juga
bagi orang lain. Saya sendiri sering dibuat kesal oleh ulah para pengendara
kendaraan bermotor yang seenaknya menyerobot jalan meski lampu merah telah
menyala. Di Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat, tepatnya di dekat Jalan Tanah
Abang IV, ada traffic light untuk
pejalan kaki yang hendak menyeberang jalan. Sebagai seorang pejalan kaki, untuk
menghindari kecelakaan, ketika hendak menyeberang jalan, saya berusaha menekan
tombol traffic light. Setelah
traffic light menyala merah, pertanda
kendaraan bermotor harus berhenti, sayapun menyeberang. Anehnya, meskipun lampu
sudah berwarna merah, tidak sedikit pengendara mobil maupun sepeda motor yang dengan
enaknya menyerobot jalan, tanpa merasa bersalah sedikitpun. Meskipun ada yang
patuh pada rambu-rambu lalu lintas, tapi tidak sedikit pengendara kendaraan
bermotor yang tidak memberi kesempatan kepada pejalan kaki untuk menyeberang
jalan. Padahal waktu yang diberikan untuk menyeberang jalan bagi pejalan kaki hanya
15 detik. Sekali lagi, 15 DETIK! Oleh karena itu, saya ACUNG JEMPOL KE ATAS
kepada para pengendara kendaraan bermotor yang patuh pada peraturan lalu lintas
dan menghormati keselamatan pejalan kaki, dan ACUNG JEMPOL KE BAWAH kepada para
penyerobot jalan yang tidak menghiraukan keselamatan orang lain.
Dengan adanya peristiwa
kecelakaan kereta api dengan mobil tangki pengangkut BBM, mudah-mudahan bisa menjadi pelajaran bagi kita semua untuk tidak ceroboh baik saat
mengendarai kendaraan bermotor maupun saat menjalankan tugas yang berhubungan
dengan keselamatan orang lain agar kecelakaan dapat dihindari. Bagi para
pengendara kendaraan bermotor, seyogyanya patuhilah peraturan lalu lintas yang
ada. Jika kita disuruh berhenti, entah itu di depan palang perlintasan kereta
api maupun di depan traffic light,
sebaiknya ya berhenti. Jangan melakukan tindakan ceroboh yang bisa
mengakibatkan kecelakaan. Sebab jika kecelakaan sudah terjadi, yang rugi bukan
hanya diri sendiri, tapi juga orang lain yang tidak bersalah ikut mengalami kerugian.
Daftar Acuan
http://metro.sindonews.com/read/2013/12/11/18/815606/tragedi-commuter-line-dan-solusinya
http://sidomi.com/244547/misteri-2-kecelakaan-maut-kereta-api-tragedi-bintaro-1987-2013/
http://www.indosiar.com/fokus/olah-tkp-pakai-alat-analisis-kecelakaan_112893.html
http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/12/10/5/200250/Dirut-KAI-Bantah-Pintu-Perlintasan-Telat-Menutup
http://jakarta.okezone.com/read/2013/12/11/500/910568/alasan-banyak-kendaraan-mendadak-mati-di-perlintasan-kereta
Tidak ada komentar :
Posting Komentar