Senin, 28 Februari 2022

UNTA

 

 

Unta

(Sumber: https://www.liputan6.com/global/read/4150758/10000-unta-di-australia-terancam-ditembak-mati).

 

 

Unta adalah hewan mamalia berkuku genap dari genus Camelus. Ia hidup di wilayah kering dan gurun di Asia, Afrika Utara, dan Afrika Timur. Menurut Wikipedia, umur harapan hidup unta antara 30 sampai 50 tahun. Unta dimanfaatkan antara lain untuk diambil susu, daging, kulit, dan bulunya, di samping digunakan sebagai alat transportasi. Sebagaimana diinformasikan oleh https://www.kompas.com/, selama ribuan tahun manusia telah menggunakan unta sebagai alat transportasi. Unta mampu membawa beban seberat 170-270 kg. di punggungnya.

Unta ada yang berpunuk satu (Camelus dromedarius), dan ada yang berpunuk dua (Camelus bactrianus). Unta dengan satu punuk disebut unta dromedaris, sedang unta dengan dua punuk disebut unta baktria. Punuk unta menyimpan lemak yang dapat dimetabolisme ketika unta kesulitan menemukan makanan dan air. Selain itu, bulu mata unta yang panjang bermanfaat untuk melindungi mata mereka dari tiupan debu dan pasir.

Di dalam Al-Qur’an, unta disebut dalam berbagai surat, seperti Surat Al-An’ām, Surat Al-A’rāf, Surat Hūd, Surat Yūsuf, Surat An-Nahl, Surat Al-‘Isrā’, Surat Al-Hajj, Surat Asy-Syu’arā’, Surat Ash-Shāffāt, Surat Al-Qamar, Surat Al-Wāqi’ah, Surat Al-Hasyr, Surat Al-Mursalāt, Surat At-Takwīr, Surat Al-Ghāsyiyah, dan Surat Asy-Syams.

 

Al-Qur’an Surat Al-An’ām ayat 144 menyebut unta sebagai salah satu hewan yang diharamkan oleh kaum musyrikin di samping domba, kambing, dan sapi.

 

Dan sepasang dari unta dan sepasang dari sapi. Katakanlah, “Apakah dua yang jantan yang diharamkan ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Apakah kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan ini bagimu? Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan?” Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim (Al-Qur’an Surat Al-An’ām ayat 144)

 

Seperti telah disebut dalam tulisan saya yang berjudul “Sapi” (http://mulyonoatmosiswartoputra.blogspot.com/2022/02/sapi.html), ayat ini selain berbicara tentang pengharaman domba, kambing, sapi, dan unta oleh kaum musyrikin, juga bebicara tentang pengingkaran Allah terhadap peraturan yang dibuat oleh kaum musyrikin tadi. Allah memerintahkan kepada Rasulullah agar mengatakan kepada kaum musyrikin, “Apakah dua yang jantan yang diharamkan ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Apakah kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan ini bagimu? Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan?” Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.

Berbeda dengan unta yang disebut dalam ayat di atas, unta yang disebut dalam Al-Qur’an Surat Al-A’rāf ayat 40 berhubungan dengan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah. Tafsir Al-Mukhtashar seperti dikutip https://tafsirweb.com/ menerangkan bahwa sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami yang terang-benderang dan enggan untuk tunduk dan patuh kepadanya akan berputus asa dari segala kebaikan. Pintu-pintu langit tidak akan dibuka untuk menerima amal perbuatan mereka karena kekafiran mereka. Juga tidak akan dibuka untuk menerima roh mereka ketika mereka meninggal dunia. Mereka tidak akan pernah masuk surga sampai ada unta (yang merupakan salah satu hewan bertubuh besar) masuk ke lubang jarum yang merupakan salah satu lubang yang sangat kecil. Ini hal yang mustahil. Sesuatu yang digantungkan padanya (yaitu masuknya mereka ke dalam surga) pun merupakan perkara yang mustahil. Balasan seperti itulah yang Allah berikan kepada para pelaku dosa terbesar.

 

Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan (Al-Qur’an Surat Al-A’rāf ayat 40).

 

Masih sama-sama dalam Al-Qur’an Surat Al-A’rāf, unta yang disebut pada ayat 73 dan 77 di bawah ini berhubungan dengan kisah kaum Tsamud yang diazab oleh Allah. Demikian juga dengan unta yang disebut dalam Al-Qur’an Surat Hūd ayat 64-65, Surat Al-‘Isrā’ ayat 59, Surat Asy-Syu’arā’ ayat 155-156, Surat Al-Qamar ayat 27-29, dan Surat Asy-Syams ayat 13-14, semuanya berhubungan dengan kisah kaum Tsamud, umatnya Nabi Shalih.

 

Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka, Shalih. Ia berkata, “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih” (Al-Qur’an Surat Al-A’rāf ayat 73).

 

Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhan. Dan mereka berkata, “Hai Shalih, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah)” (Al-Qur’an Surat Al-A’rāf ayat 77).

 

Hai kaumku, inilah unta betina dari Allah, sebagai mukjizat (yang menunjukkan kebenaran) untukmu, sebab itu biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun yang akan menyebabkan kamu ditimpa azab yang dekat”. Mereka membunuhnya (unta itu), maka berkata Shalih, “Bersukarialah kamu sekalian di rumahmu selama tiga hari, itu adalah janji yang tidak dapat didustakan” (Al-Qur’an Surat Hūd ayat 64-65).

 

Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu. Dan telah Kami berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiayanya (unta betina itu). Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti (Al-Qur’an Surat Al-‘Isrā’ ayat 59)

 

Shalih menjawab, “Ini seekor unta betina, ia mempunyai giliran untuk mendapatkan air, dan kamu mempunyai giliran pula untuk mendapatkan air di hari yang tertentu. Dan janganlah kamu menyentuhnya (unta betina itu) dengan sesuatu kejahatan, yang menyebabkan kamu akan ditimpa oleh azab hari yang besar” (Al-Qur’an Surat Asy-Syu’arā’ ayat 155-156).

 

Sesungguhnya Kami akan mengirimkan unta betina sebagai cobaan bagi mereka, maka tunggulah (tindakan) mereka dan bersabarlah. Dan beritakanlah kepada mereka bahwa sesungguhnya air itu terbagi antara mereka (dengan unta betina itu); tiap-tiap giliran minum dihadiri (oleh yang punya giliran). Maka mereka memanggil kawannya, lalu kawannya menangkap (unta itu) dan membunuhnya (Al-Qur’an Surat Al-Qamar ayat 27-29)

 

Lalu Rasul Allah (Shalih) berkata kepada mereka, (“Biarkanlah) unta betina Allah dan minumannya”. Lalu mereka mendustakannya dan menyembelihnya (unta itu), maka Tuhan mereka membinasakan mereka disebabkan dosa mereka, lalu Allah menyamaratakan mereka (dengan tanah) (Al-Qur’an Surat Asy-Syams ayat 13-14).

 

Tentang kisah kaum Tsamud yang diazab oleh Allah, saya telah menulisnya di konten notes facebook saya yang berjudul “Unta Nabi Shalih”, seperti di bawah ini.

Di daerah yang bernama Hijr, sebuah daerah yang terletak di antara Hijaz dan Syam, hiduplah suatu kaum yang diberi banyak kenikmatan oleh Allah. Tanahnya yang subur menjadikan hasil bumi mereka melimpah ruah. Binatang-binatang peliharaan pun berkembang biak. Mereka juga memiliki keahlian arsitektur yang luar biasa pada zamannya. Di samping memiliki istana-istana yang dibangun di atas tanah datar, mereka juga membuat bangunan tempat tinggal di gunung-gunung dengan cara memahat gunung-gunung cadas tersebut menjadi rumah dengan tiang-tiang yang tinggi, pintu yang besar, dan gapura yang artistik. Tsamud, demikian nama kaum tersebut, suatu kaum yang hidup sesudah Kaum ‘Ad yang diazab oleh Allah karena mereka menolak mentah-mentah risalah yang dibawakan oleh Nabi Hud.

Tentang keahlian kaum Tsamud memahat gunung-gunung menjadi rumah, selain diabadikan dalam Al-Qur’an, bukti arkeologisnya juga masih dapat kita saksikan hingga sekarang.

 

Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Ad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah. Maka, ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan (Al-Qur’an Surat Al-A’rāf ayat 74).

 

Dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah (Al-Qur’an Surat Al-Fajr ayat 9).


Dan kamu pahat sebagian dari gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah dengan rajin (Al-Qur’an Surat Asy-Syu’ara’ ayat 149).

 

Sayangnya, meskipun mereka telah diberi banyak kenikmatan oleh Allah, tapi mereka bermaksiat kepada-Nya. Bukannya Allah yang disembah oleh kaum Tsamud, melainkan berhala-berhala yang dijadikan sesembahannya. Oleh karena itu, Allah lalu mengutus Nabi Shalih yang berasal dari kaum Tsamud juga, untuk meluruskan aqidah kaumnya.

 

Dan, (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka, Shalih… (Al-Qur’an Surat Al-A’rāf ayat 73).

 

Sebagai orang yang mendapat perintah dari Allah untuk menyampaikan risalah-Nya, maka Nabi Shalih kemudian berdakwah kepada kaumnya. Beliau mengajak kaumnya untuk menyembah Allah dan meninggalkan sesembahan-sesembahan lain selain Allah. Sebagai orang yang lahir dan besar di situ, Nabi Shalih tentu menginginkan yang terbaik untuk kaumnya. Beliau mengingatkan kepada kaumnya agar segera memohon ampunan kepada Allah atas apa yang mereka lakukan selama ini, yakni menjadikan berhala-berhala sebagai sesembahan. Terlebih, Allah telah memberikan banyak nikmat, seperti mereka dapat membuat rumah di gunung-gunung dengan ukiran-ukiran yang indah, kebun-kebunnya memiliki mata air yang mengalir sehingga menghasilkan panen yang melimpah, dan tanaman-tanaman kurmanya memiliki mayang yang lembut, sehingga tak sewajarnya jika mereka menyembah kepada selain Allah. Di samping itu, dalam menjalankan dakwahnya, Nabi Shalih juga tidak mengharapkan upah sama sekali. Beliau hanya berharap balasan dari Allah semata.

Menanggapi dakwah Nabi Shalih, sebagian di antara kaum Tsamud memang ada yang beriman, namun tidak sedikit yang menolak.

“Hai Shalih, kamu adalah manusia biasa seperti kami. Bagaimana kami mau percaya bahwa kamu adalah utusan Tuhan? Kalau Tuhan kami menghendaki, tentu Dia akan menurunkan malaikat”, kata orang-orang yang mendustakan risalah yang dibawakan oleh Nabi Shalih.

Tak sekedar tidak mengimani, mereka juga menganggap Nabi Shalih sebagai orang yang gila, terkena sihir, pembohong, dan tuduhan-tuduhan jelek lainnya, karena beliau melarang mereka menyembah apa yang disembah oleh nenek moyangnya.

Kepada para pengikut Nabi Shalih, mereka juga berbuat sombong, karena merasa dirinya lebih kuat dibandingkan pengikut Nabi Shalih yang kebanyakan adalah orang yang lemah, baik lemah secara ekonomi maupun strata sosial.

“Tahukah kamu bahwa Shalih diutus menjadi rasul oleh Tuhannya?”, tanya para pemuka kaum Tsamud yang ingkar.

“Kami beriman kepada wahyu yang disampaikan oleh Allah melalui Shalih”, jawab orang-orang yang beriman.

“Kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu”, sahut mereka pongah.

Kaum Tsamud pada umumnya benar-benar membangkang pada ajakan Nabi Shalih, kecuali beberapa orang yang beriman. Selain tak mau mengikuti ajakan Nabi Shalih, mereka juga berusaha menghalang-halangi dakwah beliau. Segala cara dilakukan, termasuk minta bukti atas kenabiannya.

“Hai Shalih, tunjukan bukti kalau kau adalah seorang nabi. Keluarkanlah unta dari dalam batu itu”, kata mereka sambil menunjuk sebuah batu besar.

Melihat permintaan mereka yang tak masuk akal, Nabi Shalih sadar bahwa tantangan kaum Tsamud itu bertujuan untuk mengikis kepercayaan kaumnya, terutama jika Nabi Shalih tidak dapat menujukkan bukti.

Sebagai utusan Allah, beliau tak mau menyerah atas tantangan kaumnya. Nabi Shalih balik menantang kaum Tsamud.

“Jika saya dapat membuktikan permintaan kalian, apakah kalian mau mengikuti ajakanku, yakni meninggalkan sesembahan-sesembahan lain selain Allah dan hanya Allah yang wajib disembah?”.

“Ya”, jawab mereka.

Nabi Shalih kemudian berdoa, memohon kepada Allah agar mengabulkan apa yang diminta oleh kaumnya. Tak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Doa Nabi Shalih dikabulkan. Dengan kekuasaan Allah, terbelahlah batu besar yang mereka tunjuk tadi, dan keluar seekor unta betina.

“Hai kaumku, telah datang bukti yang kalian minta. Oleh karena itu, sembahlah Allah, karena tiada Tuhan selain Allah. Unta betina ini menjadi tanda bagimu atas kekuasaan Allah dan aku adalah utusan-Nya”, kata Nabi Shalih.

Melihat kenyataan yang ada, sebagian orang langsung mengimani kebenaran risalah Nabi Shalih. Mereka langsung menjadi pengikut Nabi Shalih, karena mereka percaya, tidak akan mungkin batu dapat mengeluarkan unta jika tidak ada campur tangan Dzat Yang Mahakuasa. Dialah Allah, Tuhan yang wajib disembah sebagaimana selalu didakwahkan oleh Nabi Shalih kepada kaum Tsamud. Namun bagi yang tertutup hatinya, mukjizat yang telah diperlihatkan oleh Nabi Shalih sesuai permintaan mereka, tak mengubah kekafiran dan kedurhakaannya. Mereka tetap tak mau beriman.

“Biarkanlah unta itu makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya, karena kalau kamu mengganggunya, maka kamu akan ditimpa siksaan yang pedih”, pesan Nabi Shalih pada kaum Tsamud.

Nabi Shalih lalu membuat kesepakatan dengan kaum Tsamud, agar unta tersebut dibiarkan merumput di mana saja dia mau. Untuk minumnya, digilir antara unta dan kaum Tsamud. Satu hari khusus untuk minum unta, hari berikutnya khusus untuk kaum Tsamud yang ingin mengambil air guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian gilir berganti antara unta dan kaum Tsamud dalam berbagi air. Saat air itu digilir khusus untuk unta, maka kaum Tsamud boleh memerah susu unta sepuasnya agar mereka tetap bisa minum. Ya, karena kuasa Allah, unta tersebut dapat mengeluarkan air susu yang cukup untuk memenuhi kebutuhan minum kaum Tsamud.

Kembali kepada orang-orang yang tetap pada kekafirannya. Meskipun Nabi Shalih sudah dapat menunjukkan bukti yang mereka minta, tapi mereka tetap tak mau mengimani risalah yang dibawakan oleh Nabi Shalih. Bahkan mereka tetap berupaya untuk menjatuhkan Nabi Shalih. Mereka bersekongkol untuk membunuh unta tersebut, tanpa menghiraukan peringatan yang telah disampaikan oleh Nabi Shalih agar tidak mengganggu unta tersebut jika tidak ingin mendapatkan azab Allah. Ada 9 (sembilan) orang laki-laki yang membunuh unta tersebut. Setelah unta dibunuh, kaum Tsamud bukannya takut terhadap azab yang dijanjikan Allah melalui Nabi Shalih, mereka justru mendatangi Nabi Shalih dan menantangnya.

“Hai Shalih, datangkanlah apa yang kamu ancamkan kepada kami jika betul kamu termasuk orang yang diutus Tuhanmu”.

“Bersukarialah kamu sekalian di rumahmu selama tiga hari, itu adalah janji yang tidak dapat didustakan”, jawab Nabi Shalih.

Menurut sebagian ahli tafsir, melalui Nabi Shalih, Allah memberi waktu tiga hari bagi kaum Tsamud, barangkali mereka menyadari dosa yang telah mereka lakukan dan kemudian bertobat serta beriman.

Nabi Shalih juga memberitahukan kepada kaum Tsamud, bahwa azab Allah yang akan ditimpakan kepada mereka, akan didahului dengan tanda-tanda. Pada hari pertama, saat bangun tidur, wajah mereka berubah menjadi kuning. Hari kedua, wajah berubah menjadi merah, dan berubah lagi menjadi hitam pada hari ketiga. Adapun azabnya akan ditimpakan Allah pada hari keempat.

Mendengar ancaman tersebut, mereka tetap pada kekufurannya. Mereka bahkan berencana makar. Ya, mereka merencanakan pembunuhan terhadap Nabi Shalih agar azab yang dikatakan oleh beliau tidak jadi ditimpakan. Namun sepandai-pandai mereka merencanakan makar, Nabi Shalih punya pelindung yang tak terkalahkan. Allah langsung membalas makar mereka. Sebelum mereka melaksanakan rencana jahatnya, Allah telah menimpakan bebatuan kepada mereka, sehingga tewaslah orang-orang yang hendak makar terhadap Nabi Shalih. Nabi Shalih pun diperintahkan oleh Allah untuk meninggalkan tempat tersebut. Bersama para pengikut setianya, pergilah Nabi Shalih meninggalkan kaumnya yang tetap membangkang pada ajakannya.

Tiga hari dari dijanjikannya azab telah lewat. Tepat pada hari keempat, Allah benar-benar menimpakan azab kepada para pembangkang tersebut. Saat itu Allah perdengarkan suara keras yang mengguntur diiringi dengan gempa. Matilah mereka, dan mayatnya bergelimpangan di rumahnya, seolah-olah mereka belum pernah tinggal di tempat tersebut. Jasadnya bagai rumput kering yang dikumpulkan oleh para pemilik hewan ternak di kandang.

Itulah kisah kaum Tsamud yang diazab oleh Allah, karena mereka tetap tidak beriman meskipun bukti yang mereka minta telah dipenuhi: unta yang muncul dari dalam batu besar.

Dalam buku Al-Qur'an dan Terjemahannya: Al-Jumanatul 'Ali, Seuntai Mutiara Yang Mahaluhur disebutkan bahwa  Surat Al-Wāqi’ah ayat 41-74 berbicara tentang azab atas golongan kiri dan cercaan untuk mereka.  Sementara ayat 41-56, menurut tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah seperti dikutip https://tafsirweb.com/, yang dimaksud dengan golongan kiri adalah mereka yang keadaannya menderita: dalam hawa panas neraka, air mendidih yang sangat panas, naungan yang mencekik leher akibat asap yang sangat hitam, tidak ada tempat yang dingin dan nyaman, atau sedap dipandang mata. Sungguh dahulu di dunia mereka hidup bergelimanng syahwat dan hal-hal haram, mereka terus menerus di atas kesyirikan, dan mereka mengingkari hari kebangkitan dengan berkata, “Apakah kami dan nenek moyang kami terdahulu akan dibangkitkan, padahal kami semua telah menjadi tanah dan tulang-belulang yang berserakan?” Katakanlah kepada mereka, hai Rasulullah, “Semua makhluk, baik yang terdahulu atau yang setelahnya, akan dibangkitkan untuk menjalani hari perhitungan yang telah Allah tetapkan waktunya”. Hai orang-orang yang sesat dan mendustakan kebangkitan, setelah dibangkitkan, kalian akan memakan buah Zaqqum yang memiliki rasa yang mengerikan, kalian akan memenuhi perut kalian dengan buah itu. Setelah itu kalian akan meminum air mendidih yang sangat panas, dan kalian akan meminumnya dengan lahap seperti unta yang kehausan. Itulah azab dari makanan yang disiapkan bagi mereka pada hari kiamat.

 

Maka kamu minum seperti unta yang sangat haus minum (Al-Qur’an Surat Al-Wāqi’ah ayat 55).

 

Unta yang disebut dalam Al-Qur’an Surat Yūsuf baik ayat 65 maupun ayat 72, semuanya berhubungan dengan kisah Nabi Yusuf yang kisahnya telah diceritakan dalam tulisan saya yang berjudul “Serigala”.

(https://www.facebook.com/notes/mulyono-atmosiswartoputra/serigala/10216705374368946/).

 

Tatkala mereka membuka barang-barangnya, mereka menemukan kembali barang-barang (penukaran) mereka, dikembalikan kepada mereka. Mereka berkata: “Wahai ayah kami apa lagi yang kita inginkan. Ini barang-barang kita dikembalikan kepada kita, dan kami akan dapat memberi makan keluarga kami, dan kami akan dapat memelihara saudara kami, dan kami akan mendapat tambahan sukatan (gandum) seberat beban seekor unta. Itu adalah sukatan yang mudah (bagi raja Mesir)” (Al-Qur’an Surat Yūsuf ayat 65)

 

Ayat di atas menceritakan ketika masa paceklik melanda Mesir, negeri tempat Nabi Ya’qub, ayah Nabi Yusuf tinggal, juga mengalami paceklik. Ketika Nabi Yaqub dan anak-anaknya mendengar kabar bahwa di negeri Mesir persediaan bahan pangan banyak tersedia, maka saudara-saudara Nabi Yusuf pergi menuju Mesir untuk membeli bahan pangan. Sesampainya di Mesir, saudara-saudara Nabi Yusuf tidak mengenali Nabi Yusuf, tapi Nabi Yusuf mengenali mereka. Nabi Yusuf berusaha menggali informasi tentang ayah dan adiknya, Bunyamin, secara tersembunyi. Setelah memperoleh informasi, jika suatu ketika datang lagi ke Mesir, mereka diminta untuk bersama Bunyamin. Jika tidak bersama Bunyamin, maka mereka tidak diperbolehkan membali makanan di Mesir. Nabi Yusuf kemudian memerintahkan kepada bawahannya agar memberikan bahan makanan yang cukup untuk mereka dan agar uang yang dipakai untuk membeli bahan makanan oleh mereka, dimasukkan ke dalam wadah bahan makanan mereka. Sesampainya di rumah, mereka terkejut menemukan uang yang mereka pakai untuk membeli makanan berada di wadah bahan makanan yang mereka beli. Mereka berkata: “Wahai ayah kami, apa lagi yang kita inginkan? Ini barang-barang kita dikembalikan kepada kita, dan kami akan dapat memberi makan keluarga kami, dan kami akan dapat memelihara saudara kami, dan kami akan mendapat tambahan sukatan (gandum) seberat beban seekor unta. Itu adalah sukatan (gandum) yang mudah (bagi raja Mesir)”.

Sementara unta yang disebut dalam Al-Qur’an Surat Yūsuf ayat 72 merupakan kelanjutan dari kisah di atas.

 

Penyeru-penyeru itu berkata, “Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya” (Al-Qur’an Surat Yūsuf ayat 72)

 

Untuk yang kedua kalinya, anak-anak Nabi Ya’qub berangkat ke Mesir guna membeli bahan makanan. Kali ini mereka bersama Bunyamin. Nabi Yusuf bergembira ketika melihat mereka datang bersama adiknya yang sangat disayang. Mereka disuruh duduk bersama Nabi Yusuf. Setelah waktu bertemunya dirasa cukup lama, merekapun pulang dengan membawa perbekalan yang lebih dari cukup. Mereka tidak tahu bahwa wadah makanan mereka selain diisi dengan bahan makanan, ternyata juga diisi dengan piala raja oleh pegawai kerajaan atas perintah Nabi Yusuf, terutama wadah milik Bunyamin, tanpa ada seorangpun yang menyadarinya. Baru saja mereka keluar dari kota Mesir, tiba-tiba ada yang menahan dan menuduh mereka telah mencuri.  

“Barang apakah yang hilang dari kalian?”, tanya anak-anak Nabi Ya’qub kepada para penyeru itu.

“Kami kehilangan piala raja (penakar yang biasa dipakai menakar oleh raja). Bagi siapa yang mengembalikannya, maka ia akan mendapat bahan makanan seberat beban unta, dan aku penjamin bahan makanan seberat beban unta tersebut”.

“Demi Allah, sesungguhnya kalian mengetahui bahwa kami datang bukan untuk membuat kerusakan di negeri ini, dan kami bukanlah para pencuri“.

“Apa hukuman bagi pencuri menurut kalian, jika kalian berdusta dalam ucapan kalian: Kami bukanlah pencuri!”

“Hukumannya adalah bagi siapa yang di wadah bawaannya terdapat barang curian, maka ia sendirilah tebusannya[1])”.

Anak-anak Nabi Ya’kubpun diajak menghadap Nabi Yusuf oleh para penyeru. Wadah-wadah merekapun mulai diperiksa oleh Nabi Yusuf. Setelah diperiksa, terbuktilah ada piala raja (penakar yang biasa dipakai menakar oleh raja) di wadah bawaan milik Bunyamin. Sesuai  perjanjian di awal, maka Bunyaminpun ditahan. Mereka memohon agar Bunyamin tidak ditahan. Sebagai gantinya, boleh ditahan salah satu di antara mereka. Akan tetapi Nabi Yusuf tidak mau menahan orang yang tidak mengambil barang orang lain. Akhirnya Bunyamin ditahan, sedangkan mereka kembali ke negerinya.

Seperti telah dijelaskan dalam tulisan saya yang berjudul “Domba dan/atau Kambing” (http://mulyonoatmosiswartoputra.blogspot.com/2022/01/domba-danatau-kambing.html), unta yang disebut dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 80 bukan unta secara keseluruhan, melainkan bulunya.

 

Dan Allah menjadikan rumah-rumah bagimu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagimu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan (membawa)nya pada waktu kamu bepergian dan pada waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta, dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan kesenangan (perhiasan) sampai waktu (tertentu).

 

Dalam hal ini, Allah menjadikan rumah-rumah dari kulit binatang ternak (seperti kemah-kemah dan tenda-tenda), agar orang-orang merasa ringan ketika membawanya di waktu berjalan mengadakan perjalanan maupun waktu bermukim. Sementara bulu unta dapat dijadikan alat-alat atau perabot rumah tangga kalian, seperti permadani dan perhiasan dinding rumah yang dapat dinikmati sampai batas waktu tertentu (sampai barang-barang itu rusak), dan bahkan dapat dijadikan pakaian.

Unta juga disebut dalam Al-Qur’an Surat Al-Hajj ayat 27. Di sini, unta disebut dalam hubungannya dengan ibadah haji. Ibadah haji merupakan ibadah wajib, sebagaimana yang terdapat dalam rukun Islam. Haji diperuntukkan bagi setiap muslim yang mampu untuk menjalankannya, baik dengan berjalan kaki maupun mengendarai unta. Hal ini dapat dimaklumi karena kendaraan saat itu belum seperti zaman sekarang yang telah ada mobil, kapal, maupun pesawat.

 

Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh  (Al-Qur’an Surat Al-Hajj ayat 27).

 

Sementara unta yang disebut Al-Qur’an Surat Al-Hajj ayat 37 berhubungan dengan qurban yang dilakukan pada hari raya Idul Adha oleh umat Islam.

 

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik (Al-Qur’an Surat Al-Hajj ayat 37).

 

Menurut tafsir Al-Muyassar sebagaimana dikutip https://tafsirweb.com/, tidaklah sampai kepada Allah daging-daging dan darah-darah dari sembelihan-sembelihan itu sedikit pun. Akan tetapi, yang sampai kepada-Nya adalah keikhlasan pada-Nya dan niat mencari Wajah Allah dengannya. Demikianlah Kami menundukkan bagi kalian, (wahai orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah) supaya kalian mengagungkan Allah dan bersyukur kepada-Nya atas kebenaran yang Allah tunjukkan kepada kalian, karena Dia memang berhak untuk itu. Sampaikanlah kabar gembira, (wahai Muhammad), kepada orang-orang yang berbuat baik dengan beribadah kepada Allah semata dan juga berbuat kebaikan kepada hamba-hamba-Nya, dengan segala kebaikan dan keberuntungan.

Al-Qur’an Surat Al-Hasyr ayat 6 hingga 10 berbicara tentang hukum fai’ atau harta rampasan perang. Unta yang disebut dalam Surat Al-Hasyr ayat 6 juga berhubungan dengan harta rampasan perang.

 

Dan apa saja harta rampasan (fai’) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kudapun dan (tidak pula) seekor untapun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap apa saja yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (Al-Qur’an Surat Al-Hasyr ayat 6).

 

Menurut Tafsir Ringkas Kementrian Agama Republik Indonesia seperti dikutip https://tafsirweb.com/, pada ayat ini Allah menerangkan hukum fai', yakni rampasan perang yang ditinggalkan musuh setelah sebelumnya Allah menjelaskan bahwa rasulullah mengepung dan mengusir kaum Yahudi di Madinah. Mereka hanya dibolehkan membawa harta yang bisa dibawa oleh seekor unta. Harta rampasan berupa fai', yaitu yang diperoleh dari musuh tanpa terjadinya pertempuran, diberikan oleh Allah kepada rasul-Nya untuk mengharumkan Islam. Kamu tidak memerlukan kuda atau unta untuk mendapatkannya dalam pertempuran, tetapi Allah memberikan kekuasaan kepada rasul-rasul-Nya, termasuk kepada Nabi Muhammad untuk mengalahkan siapa saja yang Dia kehendaki di antara musuh-Musuh-Nya sehingga dengan kekuasaan ini rasulullah mendapatkan fai'. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, sehingga bukanlah suatu yang sulit bagi Allah menolong rasul-Nya mengusir dan menghinakan kaum Yahudi di Madinah.  

Al-Qur’an Surat Al-Mursalāt ayat 28 hingga 50, menurut buku Al-Qur'an dan Terjemahannya: Al-Jumanatul 'Ali, Seuntai Mutiara Yang Mahaluhur, berbicara tentang balasan kepada pendusta dan orang-orang yang bertakwa. Bunga api neraka yang menyembur diibarkan seperti iring-iringan unta yang berwarna kuning sebagaimana disebut dalam Surat Al-Mursalāt ayat 33.  

 

Seolah-olah ia iringan unta yang kuning (Al-Qur’an Surat Al-Mursalāt ayat 33).

 

Tafsir Kementerian Agama Republik Indonesia seperti dikutip https://tafsirweb.com/, menerangkan bahwa kedahsyatan lain dari siksa neraka dijelaskan pada ayat 32-34. Sungguh, neraka itu menyemburkan bunga api sebesar dan setinggi istana, seakan-akan iring-iringan unta yang kuning dalam bentuk dan warnanya. Celakalah pada hari itu, bagi mereka yang mendustakan kebenaran.

Al-Qur’an Surat At-Takwīr ayat 1 hingga 14, menurut buku Al-Qur'an dan Terjemahannya: Al-Jumanatul 'Ali, Seuntai Mutiara Yang Mahaluhur, berbicara tentang manusia yang mengetahui apa yang telah dikerjakannya pada waktu hidup di dunia pada hari kiamat. Unta-unta yang disebut dalam Surat At-Takwīr ayat 4 termasuk benda (dalam hal ini hewan) yang dipakai sebagai sumpah Allah, di samping benda-benda yang lain.

 

Dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak diperdulikan) (Al-Qur’an Surat At-Takwīr ayat 4)

 

Menurut tafsir Kementerian Agama Republik Indonesia seperti dikutip https://tafsirweb.com/,  unta-unta bunting yang termasuk benda paling dihargai oleh orang-orang Arab, akan ditinggalkan dan tidak dipedulikan oleh pemiliknya karena kedahsyatan hari kiamat tersebut. Hal ini menggambarkan betapa dahsyatnya hari kiamat. Apabila diperkirakan, jika ada seorang laki-laki mempunyai unta yang bunting tentu ditinggalkan karena terlalu sibuk memikirkan keselamatan dirinya sendiri.

Al-Qur’an Surat Al-Ghāsyiyah ayat 17 hingga 26 berisi anjuran untuk memperhatikan alam semesta, termasuk memperhatikan bagiamana unta itu diciptakan.

 

Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan (Al-Qur’an Surat Al-Ghāsyiyah ayat 17).

 

Menurut tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah sebagaimana dikutip https://tafsirweb.com/, Allah mengingkari orang-orang musyrik yang enggan memperhatikan detail penciptaan Allah pada sebagian makhluk, seperti dalam memperhatikan bentuk unta yang hidup bersama mereka setiap pagi dan petang. Pada unta terdapat manfaat sebagai harta, kendaraan, pakaian, dan tempat tinggal bagi mereka. Allah menciptakannya dengan penciptaan yang menakjubkan dan sempurna. Allah memberinya berbagai kemampuan yang istimewa sehingga menjadikannya dapat bertahan hidup di gurun pasir. Meskipun ia hewan yang keras, namun ia akan tetap tunduk untuk menanggung muatan berat. Sungguh unta ini tidak mereka ciptakan dan tidak pula menciptakan dirinya sendiri.


 

 

Daftar Acuan  

 

 

1.   Buku

 

 

Departemen Agama RI. 2004. Al-Qur'an dan Terjemahannya: Al-Jumanatul 'Ali, Seuntai Mutiara Yang Mahaluhur. Bandung: J-Art.

 

Fatchur Rochman AR. 1995. Kisah-Kisah Nyata dalam Al-Qur’an. Surabaya: Apollo.

 

H. Mahmud Junus. 1987. Tarjamah Al-Quran Al-Karim. Cetakan ke-3. Bandung: PT Al-Ma’arif.

 

H. Muhammad Yusuf bin Abdurrahman. 2013. Para Pembangkang, Kisah-Kisah Kaum Terdahulu yang Dibinasakan Allah. Jogjakarta: Diva Press.

 

Hamid bin Ahmad. 2010. Hukuman dan Azab bagi Mereka yang Zalim. Surabaya: Amelia.

 

Ibnu Katsir. 2015. Qishashul Anbiya’ (Kisah Para Nabi). Terjemahan: Moh. Syamsi Hasan. Surabaya: Amelia.

 

Labib Mz. dan Maftuh Ahnan. Tth. Mutiara Kisah 25 Nabi Rasul. Gresik: CV Bintang Pelajar.

 

Maftan. 2005. Kisah 25 Nabi & Rasul. Jakarta: Sandro Jaya.

 

Majdiy Muhammad asy-Syahawiy. 2003. Kisah-kisah Binatang dari Al-Qur’an dan Al-Hadis. Yogyakarta: Mitra Pustaka.

 

Moh. Rifai. 1976. Riwayat 25 Nabi dan Rasul. Semarang: CV. Tohaputra.

 

Rony Astrad. 2010. Mengkaji Hikmah Bencana dan Petaka, Belajar dari Azab-Azab Allah pada Umat-Umat Terdahulu. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

 

Said Yusuf Abu Aziz. 2000. Azab Allah bagi Orang-Orang Zalim. Bandung: Pustaka Setia.

 

Siti Zainab Luxfiati. 2007. Cerita Teladan 25 Nabi. Jilid 2. Cetakan ke-7. Jakarta: Dian Rakyat.

 

Ust. Fatihuddin Abul Yasin. 1997. Kisah Teladan 25 Nabi & Rasul. Surabaya: Terbit Terang.

 

 

2. Internet

 

https://www.facebook.com/notes/mulyono-atmosiswartoputra/unta/256682435786858/

 

https://id.wikipedia.org/wiki/Unta

 

https://www.kompas.com/sains/read/2021/09/10/173200623/fakta-fakta-unta-hewan-mamalia-yang-hidup-di-gurun?page=all.

 

https://tafsirweb.com/2494-surat-al-araf-ayat-40.html

 

https://www.facebook.com/notes/mulyono-atmosiswartoputra/unta-nabi-shalih/10215973000500057/

 

https://tafsirweb.com/

 

https://ibnuumar.sch.id/tafsir-al-muyasar-surat-yusuf-71-80/

 

http://mulyonoatmosiswartoputra.blogspot.com/2022/01/domba-danatau-kambing.html



[1]) Para ahli tafsir menyebutkan bahwa menurut syariat Nabi Ya’qub, barang siapa mencuri maka hukumnya ialah si pencuri dijadikan budak selama satu tahun.