Kamis, 10 Februari 2022

IKAN

  

Ikan paus, salah satu jenis ikan (Sumber: https://www.kompas.com/sains/read/2021/11/22/180200023/cara-ikan-paus-berkembang-biak) 


 

 

 

Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Menurut Wikipedia, ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam, dengan jumlah spesies lebih dari 27.000 di seluruh dunia. Ukurannya pun beraneka ragam, ada besar hingga 14 meter seperti paus atau hiu, dan ada yang berukuran sangat kecil, kira-kira 7 milimeter.

Ada ikan yang hidup di air tawar, ada yang hidup diair payau, dan ada pula yang hidup di air asin. Mereka hidup pada kedalaman yang bervariasi, mulai dari yang dekat dengan permukaan air hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan air. Kebanyakan ikan hidup di alam bebas, tapi ada beberapa spesies ikan yang dibudidayakan, baik untuk konsumsi maupun untuk hiasan dalam aquarium. 

Ikan sangat berguna bagi tubuh manusia, karena mengandung protein. Selain mengandung protein, menurut Wikipedia, ikan juga mengandung berbagai zat yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, antara lain:

1.  omega 3, untuk proses perkembangan otak pada janin dan penting untuk perkembangan fungsi syaraf dan penglihatan bayi; 

2. mengandung serat protein yang pendek sehingga mudah dicerna;

3. kaya asam amino seperti taurin untuk merangsang pertumbuhan sel otak balita;

4.vitamin A dalam minyak hati ikan untuk mencegah kebutaan pada anak; 

5.   vitamin D dalam daging dan minyak hati ikan untuk pertumbuhan dan kekuatan tulang; 

6. vitamin B6 untuk membantu metabolisme asam amino dan lemak serta mencegah anemia dan kerusakan syaraf;

7.    vitamin B12 untuk pembentukan sel darah merah, membantu metabolisme lemak, dan melindungi jantung, juga kerusakan syaraf;

8. zat besi yang mudah diserap oleh tubuh;

9.  yodium untuk mencegah terjadinya penyakit gondok dan hambatan pertumbuhan anak;

10. selenium untuk membantu metabolisme tubuh dan sebagian anti oksidan yang melindungi tubuh dari radikal bebas;

11. seng yang membantu kerja enzim dan hormon; dan

12. fluor yang berperan dalam menguatkan dan menyehatkan gigi anak.

Ikan termasuk salah satu hewan yang disebut dalam Al-Qur’an, baik dalam Surat Al-A’raf ayat 163, Surat Al-Kahfi ayat 61 dan 63, Surat Ash-Shāffāt ayat 142, maupun Surat Al-Qalam ayat 48.

Dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 163, ikan disebut terkait dengan pelanggaran yang dilakukan oleh Bani Israil pada hari Sabat atau Sabtu.

 

Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik (Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 163).

 

Saat itu, Allah menetapkan hari Sabat atau Sabtu sebagai hari istimewa bagi Bani Israil, yakni hari khusus untuk beribadah. Mereka dilarang bekerja pada hari tersebut. Untuk menguji keimanan mereka, Allah membuat pada setiap hari Sabtu ikan-ikan dimunculkan di laut dalam jumlah yang sangat banyak. Ikan-ikan tersebut hanya muncul pada hari Sabtu, dan tidak tampak pada hari-hari lain. Akibatnya, mereka tidak mendapatkan ikan pada hari-hari lain, karena ikan-ikan tersebut hanya muncul pada hari Sabtu. Munculnya ikan-ikan pada hari Sabtu membuat mereka lupa pada larangan bahwa hari Sabtu adalah hari khusus untuk beribadah. Mereka langgar larangan tersebut. Mereka tetap menangkap ikan pada hari Sabtu sampai lupa bahwa hari Sabtu sesungguhnya adalah hari khusus untuk beribadah. Oleh karena mereka melanggar larangan, Allah kemudian mengutuk mereka menjadi kera sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 65 dan Surat Al-A’raf ayat 166.

 

Dan sungguh, kamu telah mengetahui orang-orang yang melakukan pelanggaran di antara kamu pada hari Sabat, lalu Kami katakan kepada mereka, “Jadilah kamu kera yang hina!” (Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 65).

 

Maka setelah mereka bersikap sombong terhadap segala apa yang dilarang. Kami katakan kepada mereka, “Jadilah kamu kera yang hina” (Al-Qur’an Surat Al-A'raf ayat 166).

 

Menurut Said Yusuf Abu Azis dalam bukunya berjudul Azab Allah bagi Orang-orang Zalim, peristiwa pelanggaran aturan tersebut terjadi di sebuah desa bernama Ailah yang terletak di pinggir Laut Qalzam[1]), pada zaman Nabi Dawud. Sementara Labib MZ. dan Maftuh Ahnan dalam bukunya berjudul Mutiara Kisah 25 Nabi Rasul menyebut peristiwa tersebut ditimpakan kepada suku bangsa Eilah yang berada di pantai Laut Merah antara kota Madyan dan Bukit Thur pada masa Nabi Musa.

Selain disebut dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf, ikan juga disebut dalam Al-Qur’an Surat Al-Kahfi ayat 61 dan 63. Penyebutan ini berhubungan dengan kisah Nabi Musa dalam perjalanan mencari laki-laki shalih yang memiliki ilmu yang tidak dimiliki oleh Nabi Musa. 

 

Maka ketika mereka sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka lupa ikannya, lalu (ikan) itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. Maka ketika mereka telah melewati (tempat itu), Musa berkata kepada muridnya, “Bawalah kemari makanan kita; sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini”. Dia (muridnya) menjawab, “Tahukah engkau ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak ada yang membuat aku lupa untuk mengingatnya kecuali setan, dan (ikan) itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali” (Al-Qur’an Surat Al-Kahfi ayat 61-63). 

 

Dalam bukunya berjudul Cahaya Al-Qur’an, Tafsir Tematik Surat Al-Kahfi – Al-Mukminun Jilid 4, Muhammad Ali Ash-Shabuny mengatakan bahwa Nabi Musa berdiri menyampaikan pidato di hadapan Bani Israil. Ketika ada yang bertanya, “Siapa orang yang paling tahu?”, Nabi Musa menjawab, “Aku!”. Allahpun menghardiknya, karena Nabi Musa tidak menisbatkan ilmu itu kepada-Nya. Artinya, Nabi Musa tidak menjawab, “Allahlah yang paling tahu”. Allahpun menurunkan wahyu kepada Nabi Musa, “Sesungguhnya Aku mempunyai seorang hamba yang kediamannya di pertemuan dua laut, dan orang itu lebih tahu daripada kamu”. Nabi Musa berkata, “Ya Rabbi, bagaimana caraku agar aku dapat bertemu dengannya?”. Allah berfirman, “Ambillah seekor ikan, lalu masukkan ia ke dalam keranjang. Di mana ikan itu hilang, maka di situlah tempat hamba itu”. Berangkatlah Nabi Musa bersama seorang muridnya yang bernama Yusya’ bin Nun. Setiba di sebuah batu yang besar, mereka menyandarkan kepala dan tertidur. Sang murid terbangun dan melihat sesuatu yang menakjubkan. Dia melihat ikan yang sudah dipanggang, keluar dari keranjang dan menuju ke arah laut, berenang di sana seakan-akan ia hidup. Air yang dimasuki itu membentuk semacam lajur atau jalan. Sebenarnya ia hendak membangunkan Nabi Musa dan mengabarkan keadaan ikan itu. Akan tetapi ia tidak mau mengagetkannya, dan akhirnya membiarkan beliau hingga bangun sendiri. Setelah Nabi Musa bangun, muridnya lupa mengabarkan masalah ikan itu. Keduanya melanjutkan perjalanan. Ketika merasa lapar, Nabi Musa meminta kepada muridnya untuk mengeluarkan makanan. Pada saat itulah sang murid baru teringat tentang ikan yang keluar dari keranjang dan kejadian aneh yang dilihatnya, sehingga iapun menceritakannya kepada Nabi Musa. Beliau berkata, “Itulah tempat yang kita cari, yaitu ketika ikan itu menghilang, sebab Allah sudah memberitahuku bahwa tempat pertemuan dengan hamba yang shalih ialah di mana ikan itu menghilang”. Nabi Musa dan muridnya pun balik lagi, menuju ke tempat di mana ikan itu hilang. Di tempat itulah Nabi Musa dan muridnya bertemu dengan seorang laki-laki shalih yang telah diberi ilmu gaib oleh Allah, yang tidak diketahui oleh Nabi Musa. Laki-laki shalih tadi bernama Khidir.

Dalam sebuah kisah yang disebut dalam Al-Qur’an, ikan besar pernah menelan Nabi Yunus hingga berhari-hari. Hewan yang bernama ikan itu sendiri disebut dalam Al-Qur’an Surat Ash-Shāffāt ayat 142. 

 

Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela.  

Dalam Al-Qur’an, kisah Yunus diceritakan dalam Surat Ash-Shāffāt ayat 139-148, Surat Al-An’am ayat 86-87, dan Surat Yunus ayat 98-103.

Nabi Yunus diutus oleh Allah untuk meluruskan akidah kaum Ninawa di negeri Maushil dekat Sungai Tegris. Meskipun Nabi Yunus telah menyeru kepada kaum Ninawa agar menyembah Allah selama 30 tahun, tapi yang beriman hanya dua orang, sedang yang lain tetap ingkar. Kesal menghadapi kaumnya, Nabi Yunus memohon kepada Allah agar diturunkan azab kepada kaumnya. Akan tetapi Allah menyuruh kepada Nabi Yunus agar bersabar selama 40 hari.

Nabi Yunus menunggu dengan penuh kesabaran. Namun setelah ditunggu, kaum Ninawa tetap tidak mau beriman, meskipun Nabi Yunus tak henti-hentinya mengajak kaumnya agar menyembah Allah. Tiga hari menjelang hari ke-40, Allah menurunkan tanda-tanda datangnya azab. Awan tebal menutupi langit, sehingga keadaan menjadi gelap-gulita. Takut melihat datangnya azab, Nabi Yunuspun meninggalkan kaumnya. Padahal, Allah tidak memerintahkan agar Nabi Yunus meninggalkan kaumnya.

Rupanya, tanda-tanda datangnya azab membuat kaum Ninawa benar-benar merasa ketakutan. Mereka mencari Nabi Yunus, namun yang dicari tidak ditemukan. Menghadapi kenyataan seperti ini, mereka langsung meninggalkan rumah dan menuju ke suatu tempat yang dianggap aman. Di situ mereka menyatakan bertaubat kepada Allah. Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, berkenan menerima taubat kaum Ninawa, karena taubatnya benar-benar taubatan nasuha. Azabpun tak jadi ditimpakan kepada mereka.

Nabi Yunus yang meninggalkan kaumnya, ketika perjalanannya sampai di tepi laut, beliau menumpang kapal laut untuk meneruskan perjalanannya. Kapal laut tersebut bermuatan penuh. Dalam pelayaran tersebut, tiba-tiba datang angin topan yang hampir menenggelamkan kapal. Penumpangpun panik. Sang nahkoda kapal mengatakan kepada para penumpang, jika di dalam kapal tersebut ada pelarian, sebaiknya mengaku dan keluar kapal atau terjun ke laut agar kapal tidak tenggelam. Nabi Yunuspun mengakui bahwa dirinyalah yang seorang pelarian.

Meskipun Nabi Yunus telah berkata jujur, tapi nahkoda kapal tidak percaya pada pengakuan Nabi Yunus. Oleh karena itu, untuk menentukan siapa yang harus keluar dari kapal, maka dilakukanlah undian, dan undian tersebut jatuh pada Nabi Yunus. Demi keselamatan penumpang lainnya, Nabi Yunuspun terjun ke laut.  

Tak lama setelah menceburkan diri ke laut, rupanya seekor ikan besar telah siap menelan Nabi Yunus. Meskipun ditelan ikan besar, Nabi Yunus tetap hidup di dalam perut ikan tersebut berkat pertolongan Allah. Ketika merasakan betapa gelapnya berada di dalam perut ikan, Nabi Yunus segera mengingat Allah. Beliau mengakui bahwa dirinya termasuk orang yang zalim.

Allah mengampuni kesalahan Nabi Yunus. Ikan besar yang menelan Nabi Yunuspun segera memuntahkan tubuh beliau ke pantai. Nabi Yunus yang beberapa hari berada di dalam perut ikan, merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Badannya lemah. Allah memberikan pertolongan kepada Nabi Yunus yang tubuhnya tidak kuat melakukan apa-apa dengan cara menumbuhkan pohon labu di dekatnya. Daun-daun pohon labu tersebut dapat menjadi pelindung tubuhnya yang lemah, sedang labunya menjadi makanan bagi Nabi Yunus sehingga beliau sehat kembali.

Setelah Nabi Yunus kesehatannya pulih seperti sediakala, Allah memerintahkan agar beliau segera kembali kepada kaumnya. Sesampainya di tempat kaumnya tinggal, ternyata mereka sudah beriman. Kedatangan Nabi Yunus pun disambut gembira oleh kaum Ninawa. Nabi Yunuspun hidup bahagia bersama kaumnya hingga wafatnya.

Ikan juga disebut dalam Al-Qur’an Surat Al-Qalam ayat 48.

 

Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya).  

Menurut tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah sebagaimana disebutkan dalam https://tafsirweb.com, ayat ini merupakan seruan bagi Nabi Muhammad dan bagi orang yang berjalan di atas tuntunannya, hendaklah dia bersabar atas ketetapan Allah untuk menunda siksaan orang-orang kafir, meneruskan dakwah yang dia lakukan dengan sebaik-baiknya, dan tidak terburu-buru seperti yang terjadi pada Nabi Yunus ketika dia meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah karena mereka tidak juga beriman. Perbuatan Nabi Yunus ini merupakan ijtihad dari dirinya, bukan wahyu dari Allah, sehingga ia ditelan oleh ikan besar di lautan. Nabi Yunus mengetahui bahwa itu adalah ujian dari Allah, maka dia memohon pertolongan dari-Nya ketika dia dalam keadaan marah terhadap kaumnya. Allah mengabulkan doanya dan menyelamatkannya dari dalam perut ikan besar. Kalaulah bukan karena rahmat Allah, niscaya dia akan terlempar di tempat yang tidak ditumbuhi tanaman, serta dalam keadaan mendapat teguran akibat perbuatannya itu. Akan tetapi Allah mengaruniakan kepadanya penerimaan taubat, keridoan, dan kenabian. Allah menerima taubatnya, menerima syafaatnya bagi kaumnya, dan mengembalikannya kepada kaumnya, sehingga mereka mendapat kenikmatan darinya. Dia adalah nabi yang mulia yang memiliki keshalihan yang sempurna. Pada kisah ini terdapat pelajaran bagi setiap muslim agar dia  selalu berpegang teguh pada perintah Allah dan bersabar atas cobaan hingga Allah memerintahkan perkara lain.

Meskipun tidak langsung menyebut nama ikan, tapi yang dimaksud “daging yang segar” dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 14 ini, menurut para mufasir, adalah ikan.


Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.  

 

Ayat tersebut menginformasikan kepada kita bahwa Allahlah yang menundukkan lautan sehingga kita dapat mengambil yang ada di dalam lautan, baik itu ikan maupun mutiara (perhiasan). Kita juga dapat melihat kapal berlayar, dan orang-orang dapat menaikinya untuk mencari keuntungan dari bisnisnya dengan harapan kita mau bersyukur.

 

 

 

Daftar Acuan

 

 

1.   Buku

 

Fatchur Rochman A.R. 1995. Kisah-Kisah Nyata dalam Al-Qur’an. Surabaya: Apollo.

 

Labib MZ. dan Maftuh Ahnan. 1983. Mutiara Kisah 25 Nabi Rasul. Gresik: CV. Bintang Pelajar.

 

Maftan. 2005. Kisah 25 Nabi & Rasul. Jakarta: Sandro Jaya.

 

Majdiy Muhammad asy-Syahawiy. 2003. Kisah-Kisah Binatang dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Yogyakarta: Mitra Pustaka.

 

Moh. Rifai. 1976. Riwayat 25 Nabi dan Rasul. Semarang: CV. Tohaputra.

 

Said Yusuf Abu Azis. 2005. Azab Allah bagi Orang-orang Zalim. Bandung: Pustaka Setia.  

 

Siti Zainab Luxfiati. 2007. Cerita Teladan 25 Nabi. Jilid 2. Cetakan ke-7. Dian Rakyat.

 

 

2.  Internet

 

https://id.wikipedia.org/wiki/Ikan

 

https://ihram.co.id/berita/jurnal-haji/wijhat/14/10/09/nd61az-rute-laut-jamaah-haji-pada-masa-raja-abdul-aziz

 

https://tafsirweb.com/

 

https://www.facebook.com/notes/mulyono-atmosiswartoputra/labu/10216506929247942/

 

 

 

 

 

 



[1]) Menurut https://ihram.co.id/, Laut Qalzam adalah sebutan untuk Laut Merah pada zaman dahulu.

Tidak ada komentar :