Kamis, 11 November 2021

ISRA' MI'RAJ

       

Dakwah Islam yang dilakukan oleh Nabi Muhammad di Makkah adalah periode dakwah yang sangat pahit dan getir. Nabi Muhammad dan pengikutnya sering mendapat ancaman, siksaan, dan penindasan. Hal ini disebabkan dakwah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad dianggap menghina tuhan-tuhan yang mereka sembah, dan dianggap merusak tatanan sosial di masyarakat. Beruntung Nabi Muhammad dilindungi oleh pamannya, Abu Thalib, orang terpandang dan paling disegani di Makkah kala itu. Jadi, meskipun kebencian kaum kafir Quraisy kepada Nabi Muhammad sampai ke ubun-ubun, mereka tidak berani mencelakai atau membunuh beliau. Mereka merasa segan dan takut kepada Abu Thalib. Para pengikut Nabi Muhammadlah yang sering mendapat siksaan dari kaum kafir Quraisy agar orang-orang tersebut mau kembali ke agama semula. Terlebih jika pengikut Nabi Muhammad itu orang miskin atau budak, maka penyiksaan yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy sampai di luar batas kemanusiaan seperti yang dialami oleh Bilal.

Tak berhasil menghentikan dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad, kaum kafir Quraisy berupaya melakukan pendekatan kepada Abu Thalib. Mereka meminta kepada Abu Thalib agar mau menghentikan dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad. Upayanya itu ditolak secara halus oleh Abu Thalib. Pada lain waktu mereka datang lagi kepada Abu Thalib dengan mengajukan pilihan: Abu Thalib yang menghentikan dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad, atau mereka sendiri yang akan mengambil tindakan terhadap keponakan Abu Thalib itu.

Ancaman kaum kafir Quraisy kepada Abu Thalib bukan sekedar gertakan. Mereka betul-betul membuktikan keseriusan ancamannya. Mereka melakukan boikot terhadap Nabi Muhammad dan para pengikutnya. Bahkan Bani Hasyim dan Bani Muththalib yang merupakan klan yang menurunkan Nabi Muhammad, juga turut diboikot. Kelompok mereka melarang melakukan transaksi jual beli, berteman, menikah, berinteraksi, maupun melakukan perjanjian damai dengan kelompok orang-orang yang sedang diboikot. Pengumuman pemboikotan digantungkan di dinding Ka'bah. Pemboikotan ini berlangsung selama dua atau tiga tahun, dan baru berhenti setelah ada upaya penghentian oleh sebagian kaum kafir Quraisy yang tidak tega melihat penderitaan orang-orang yang diboikot.

Beberapa bulan setelah pemboikotan berakhir, Abu Thalib meninggal dunia. Peristiwa ini terjadi pada tahun kesepuluh kenabian. Padahal, pamannya inilah yang selama ini melindungi beliau. Masih pada tahun yang sama, istrinya, Siti Khatijah, yang selalu setia meringankan beban-beban, kesedihan, dan kegelisahan Nabi Muhammad, juga meninggal dunia. 

Kematian paman dan istrinya dalam jangka waktu yang berdekatan menjadi pukulan berat bagi Nabi Muhammad. Terlebih, sejak kematian dua orang tersebut, kaum kafir Quraisy makin berani melakukan kekerasan kepada Nabi Muhammad. Pada masa-masa sulit itulah Allah berkehendak memperjalankan Nabi Muhammad dalam sebuah wisata spiritual yang sangat agung, yakni isra' dan mi'raj.

Isra' adalah perjalanan Nabi Muhammad dari Masjidil Haram di Makkah, ke Masjidil Aqsha di Palestina. Sementara mi'raj adalah naiknya Nabi Muhammad menembus lapisan langit tertinggi sampai batas yang tidak dapat dijangkau oleh akal manusia. Isra' mi'raj dilakukan pada malam hari dan ditempuh dalam tempo satu malam sejak keberangkatannya hingga kembali ke Makkah. Hikmah Allah memperjalankan Nabi Muhammad dari Makkah ke Masjidil Aqsha dan kemudian naik ke langit tertinggi adalah untuk menambah kekuatan iman dan keyakinan beliau sebagai utusan Allah yang memiliki kewajiban menyampaikan risalah-Nya di tengah-tengah umat manusia.

S. Anwar Effendie dalam bukunya berjudul Isra' Mi'raj, Perjalanan Ruang Waktu dalam Kaitannya dengan Penciptaan Alam Raya menyebutkan bahwa peristiwa isra' mi'raj sejak awal sejarahnya telah menimbulkan perbedaan pendapat di antara para ahli. Perbedaan pendapat itu dalam garis besarnya terbagi menjadi empat kelompok, yakni:
1. Kelompok yang menyatakan bahwa isra' mi'raj dilakukan oleh Nabi Muhammad dengan roh dan jasadnya. Pendapat ini diyakini oleh golongan ulama salaf. Keyakinan itu didasarkan pada keimanan, dengan pemikiran, Allah adalah Maha Pencipta, maka bila dikehendaki, segala sesuatu dapat terjadi.
2. Kelompok yang menyatakan bahwa isra' mi'raj hanya dengan roh. Pendapat ini diyakini oleh golongan Mu'tazilah yang menganggap bahwa segala masalah harus dapat dipecahkan dengan akal. Tak masuk akal jasad dapat mengarungi langit begitu cepat.
3. Kelompok yang menyatakan bahwa isra' dilakukan dengan roh dan jasadnya, sedangkan mi'raj dilakukan hanya dengan roh. Pendapat ini tidak banyak penganutnya.
4. Kelompok yang menyatakan bahwa isra' mi'raj adalah mimpi khusus yang dianugerahkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad. Seperti halnya kelompok ketiga, kelompok ini juga tidak banyak penganutnya.

Terkait dengan adanya perbedaan pendapat tentang isra' mi'raj, Imam al-Qusyairi mengatakan bahwa para pengikut kebenaran sepakat bahwa Nabi Muhammad mi'raj dengan roh dan jasadnya. Alam ini ada karena ada yang mengadakan, yakni Zat Yang Mahaagung dan Mahakuasa. Jika Zat Yang Mahaagung dan Mahakuasa berkuasa mengadakan alam, tentu berkuasa pula memperjalankan hamba pilihan-Nya ke luar angkasa.

Perjalanan isra' mi'raj dimulai dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha dengan mengendarai buraq, yakni seekor binatang berwarna putih yang lebih tinggi dari keledai, tapi lebih rendah dari kuda. Sesampai di Masjidil Aqsha, beliau lalu melaksanakan shalat dan mengimami para nabi yang lain

Dari Masjidil Aqsha, Nabi Muhammad naik ke langit yang bertingkat-tingkat. Di setiap langit, beliau bertemu dengan nabi-nabi sebelumnya. Di langit pertama, beliau bertemu dengan Nabi Adam. Kemudian naik ke langit kedua, bertemu dengan Nabi Isa dan Nabi Yahya. Selanjutnya naik ke langit ketiga, bertemu dengan Nabi Yusuf. Naik lagi ke langit keempat, bertemu dengan Nabi Idris. Dari langit keempat beliau meneruskan perjalanan menuju ke langit kelima, di sini beliau bertemu dengan Nabi Harun. Di langit keenam, beliau bertemu dengan Nabi Musa, sedang di langit ketujuh bertemu dengan Nabi Ibrahim.

Dari langit ketujuh, Nabi Muhammad naik lagi hingga sampai di Sidratul Muntaha. Di sini, Nabi Muhammad bertemu dan melihat Allah secara langsung yang tidak bisa beliau lukiskan dengan kata-kata dan diluar jangkauan otak manusia. Dalam pertemuan tersebut, Allah mewajibkan kepada Nabi Muhammad dan umat Islam agar menjalankan shalat sebanyak 50 kali dalam sehari semalam. 

Setelah mendapatkan perintah demikian, Nabi Muhammad turun dari Sidratul Muntaha dan bertemu dengan Nabi Musa.  

"Apa yang diperintahkan Allah kepadamu?", tanya Nabi Musa.  

"Aku diperintahkan shalat sebanyak 50 kali dalam sehari semalam", jawab Nabi Muhammad.

"Umatmu tidak akan mampu melaksanakannya. Mohonlah keringanan kepada Allah", saran Nabi Musa.

Nabi Muhammad mengikuti saran Nabi Musa. Beliau kembali menghadap Allah di Sidratul Muntaha dan memohon keringanan. Allah memberikan keringanan, jumlah shalat dikurangi 10. 

Nabi Muhammad turun lagi dan bertemu kembali dengan Nabi Musa. Nabi Musa menanyakan hasil permohonan Nabi Muhammad kepada Allah. Setelah mendapat jawaban, Nabi Musa menyarankan lagi kepada Nabi Muhammad agar kembali menghadap Allah untuk memohon keringanan lagi. Demikian, Nabi Muhammad bolak-balik menghadap Allah dan bertemu dengan Nabi Musa hingga Allah memberikan keringanan shalat sebanyak 5 kali dalam sehari semalam, tapi pahalanya sama dengan pahala shalat 50 kali.

Setelah mendapat perintah shalat 5 kali dalam sehari semalam, Nabi Muhammad turun dari langit menuju Masjidil Aqsha. Dari Masjidil Aqsha, beliau melanjutkan perjalanan pulang ke Makkah. Sebelum subuh, Nabi Muhammad telah tiba di Makkah.

Pagi harinya, Nabi Muhammad menceritakan perjalanan isra' mi'raj-nya kepada orang-orang. Tentu saja mereka tidak memercayai cerita yang disampaikan oleh Nabi Muhammad, meskipun beliau dapat menjawab dengan benar apa yang mereka tanyakan, seperti bagaimana bentuk Masjidil Aqsha, berapa jumlah pintunya, bagaimana keadaan di sekelilingnya, dan berapa jauh jarak antara Masjidil Aqsha dengan gunung yang ada di dekatnya. Dasar yang dipakai oleh mereka untuk menolak kebenaran isra' mi'raj adalah nalar manusia. Menurut logika, perjalanan dari Makkah ke Masjidil Aqsha saja tidak mungkin bisa dilakukan manusia dalam waktu semalam dengan kendaraan yang ada pada waktu itu, seperti unta, keledai, bagal, maupun kuda; apalagi ini sampai ke langit. Di antara orang-orang kafir Quraisy, ada yang mengatakan bahwa dirinya pernah ke Masjidil Aqsha dengan mengendarai unta, lama perjalanannya satu bulan. Demikian juga pulangnya, lama perjalanannya juga satu bulan. Jadi, menurut mereka, mustahil hanya ditempuh dalam tempo satu malam.

Bagi kaum kafir Qiraisy, isra' mi'raj merupakan senjata untuk menuduh Nabi Muhammad sebagai orang gila, dan menjadikan sebagai bahan hinaan dan olok-olokan. Akan tetapi bagi Nabi Muhammad, isra' mi'raj justru menjadi penguat tekad dan keyakinan beliau dalam menegakkan agama Islam. Sementara bagi kaum muslim, isra' mi'raj merupakan ujian, apakah mereka beriman dan percaya kepada kejadian menakjubkan dan di luar akal manusia, atau justru sebaliknya. Abu Bakarlah orang yang langsung memercayai cerita Nabi Muhammad yang telah melakukan perjalanan jauh hingga bermil-mil dalam tempo satu malam. Itulah sebabnya Abu Bakar diberi gelar Ash-Shidiq, artinya yang membenarkan.

Peristiwa perjalanan Nabi Muhammad tersebut diabadikan dalam Al-Qur'an Surat Al-Isra' ayat 1:

Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, yan telah kami berkahi  sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. 



Daftar Acuan

 
 
Amru Khalid. 2007. Jejak Sang Junjungan, Sebuah Narasi Sirah Populer. Solo: Aqwam.

Ath-Thabari. 2019. Muhammad di Makkah dan Madinah. Yogyakarta: Ircisod.

Fuad Kauma. 2000. 50 Mukjizat Rasulullah. Jakarta: Gema Insani.

Imam al-Qusyairi. 2006. Kisah & Hikmah Mikraj Rasulullah. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

Martin Lings. 2018. Muhammad, Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik. Cetakan Ke-3. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy. 2006. Sirah Nabawiyah, Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah SAW. Jakarta: Robbani Press.

Mushtafa As-Siba’i. 2014. Shirah Nabawiyah. Surakarta: Indiva.

Nizar Abazhah. 2014. Sahabat Muhammad, Kisah Cinta dan Pergulatan Iman Generasi Muslim. Jakarta: Zaman.

S. Anwar Effendie. 1993. Isra' Mi'raj, Perjalanan Ruang Waktu dalam Kaitannya dengan Penciptaan Alam Raya. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Saiful Hadi El-Sutha. 2013. Muhammad: Jejak-Jejak Keagungan dan Teladan Abadi “Sang Nabi Akhir Zaman”. Jakarta: As@-prima Pustaka.

Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri. 2014. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Taufik Rahman.1990. Kisah dan Hikmah Isra Mi’raj. Bandung: Husaini

Ust. Maftuh Ahnan Asy. 2001. Kisah Kehidupan Nabi Muhammad SAW. (Rahmatan Lil ‘Alamiin). Surabaya: Terbit Terang.

Tidak ada komentar :