Selasa, 23 November 2021

HUJAN DI MUSIM KEMARAU

 

 

Kala itu, waktu telah memasuki tahun keenam tinggal di Madinah bagi Nabi Muhammad dan kaum Muhajirin semenjak hijrah dari Makkah. Tanaman yang biasanya tumbuh subur, kali ini banyak yang kering. Daun-daun pun berguguran dan pohon-pohon tampak menjulang tanpa dedaunan. Kemarau panjang saat itu memang sedang melanda Madinah. Akibatnya, banyak binatang ternak yang mati karena tidak adanya air untuk minum dan rerumputan atau dedaunan untuk makanan. Bahan pokok makanan pun harganya menjadi melambung akibat lahan-lahan pertanian tidak menghasilkan gandum dan buah-buahan. Pacekilik benar-benar sedang dialami penduduk Madinah.

Apakah Nabi Muhammad tidak memahami keadaan yang membuat rakyat hidupnya menjadi serba sulit? Tentu saja paham. Bahkan sangat paham. Beliau juga tahu bahwa keadaan yang sedang menimpa penduduk Madinah merupakan ujian dari Allah. Allah menguji seberapa besar iman mereka kepada-Nya. Akan tetapi Nabi Muhammad sengaja tidak memberitahukan hal ini kepada penduduk Madinah. Beliau ingin melihat seberapa besar kekuatan iman yang tertanam dalam jiwa para sahabat, meskipun beliau bisa saja memohon kepada Allah agar menghentikan keadaan yang demikian. Selama masyarakat Madinah masih bersabar dengan keadaan seperti itu, maka beliau mendiamkannya.  

Meskipun penderitaan mendera para sahabat, namun mereka tetap memilih hidup berdampingan dengan Nabi Muhammad yang selalu mencurahkan belas kasih kepada umatnya. Mereka rela hidup pahit dan getir asalkan selalu bersama beliau.

Pada suatu hari, Nabi Muhammad berkhutbah di masjid. Dengan penuh kelembutan, beliau menyampaikan nasihat yang membuat para sahabat yang sedang mendengarkan terpukau. Saat itu, tiba-tiba ada seorang Arab pedalaman yang baru saja ikut berjamaah bersama Nabi Muhammad, berdiri dan berkata, “Ya, Rasulullah! Akibat kemarau yang sangat panjang, banyak harta benda kami yang musnah. Oleh karena itu, berdoalah kepada Allah agar Dia menurunkan hujan untuk kami”.

Nabi Muhammad mengabulkan permohonan orang Arab pedalaman tadi. Beliau berdoa, memohon kepada Allah agar hujan turun. Tak berselang lama, udara yang tadinya panas, berubah menjadi sejuk. Langit yang tadinya biru, tiba-tiba tertutup awan hitam. Tak lama kemudian, air turun dari langit mengguyur bumi.

Para sahabat yang ada di dalam masjid, mencoba menunggu hujan reda untuk pulang ke rumah. Lama mereka menunggu, namun hujan belum berhenti juga. Akhirnya mereka pulang dengan tubuh terguyur hujan.

Guruh masih menggelegar silih berganti dengan kilat, dan hujan masih mengguyur bumi kala waktu Asar tiba. Akibatnya, hanya beberapa orang yang shalat berjamaah di masjid bersama Nabi Muhammad. Yang lain memilih shalat di rumah bersama istri dan anak.

Sudah sepekan hujan turun terus-menerus tanpa henti. Di masjid, Nabi Muhammad hanya berjamaah dengan beberapa orang saja. Setelah selesai melaksanakan shalat Asar, Nabi Muhammad, seperti biasanya, memberikan khutbah di hadapan para sahabat. Dalam khutbahnya, beliau tidak menyinggung hujan yang terus-menerus tiada henti selama sepekan. Saat itu, orang yang dulu meminta kepada Nabi Muhammad agar memohonkan hujan kepada Allah, tiba-tiba berkata kepada beliau.

“Ya, Rasulullah! Harta benda kami rusak akibat hujan terus-menerus. Mohonkanlah kepada Allah agar hujan berhenti”.

Nabi Muhammad tidak menolak permohonan sahabatnya itu. Beliau lalu berdoa kepada Allah agar hujan berhenti. Tak lama kemudian, awan hitam itu tersapu angin hingga perlahan-lahan matahari menampakkan diri setelah sepekan tidak menyinari bumi Madinah. Udara yang tadinya dingin, kian lama makin terasa hangat. Hujan benar-benar telah berhenti.

 

 

Daftar Acuan

 

 

 

Fuad Kauma. 2000. 50 Mukjizat Rasulullah. Jakarta: Gema Insani.

 

K.H. Salim Bahreisy. 2002. Menyaksikan 35 Mukjizat Rasulullah SAW. Cetakan Kelima. Surabaya: Pustaka Pogresif.

Tidak ada komentar :