Sabtu, 27 November 2021

TANGAN ABU JAHAL MENDADAK KAKU

 

 

Berbicara tentang Abu Jahal, seolah sedang mengungkap aib yang ada pada dirinya. Ini disebabkan, semenjak Muhammad diangkat sebagai utusan Allah, yang ada di dalam hati Abu Jahal hanyalah kedengkian. Dengki yang tiada akhir. Pelecehan dan perbuatan mencelakai Nabi Muhammad hampir setiap saat dilakukan oleh Abu Jahal. Dikarenakan tidak suka dengan ajaran agama yang dibawakan oleh Nabi Muhammad, dampaknya menjadi benci kepada orangnya.

Bila melihat Nabi Muhammad sedang menjalankan shalat di dekat Ka’bah, kebencian itu selalu muncul. Puncak dari kedengkiannya itu, Abu Jahal mengeluarkan sumpahnya.

“Jika aku melihat Muhammad melakukan shalat lagi, maka akan aku jatuhi kepalanya dengan batu hingga ia tewas”.

Abu Jahal tidak sedang membual. Sumpahnya betul-betul lahir dari niat jahatnya yang dilandasi kebencian. Tatkala Abu Jahal melihat Nabi Muhammad sedang melakukan shalat di dekat Ka'bah, amarahnya memuncak. Buru-buru diambilnya batu besar, kemudian diangkat tinggi-tinggi dengan tujuan untuk dijatuhkan ke kepala Nabi Muhammad. Namun ketika batu itu hendak dijatuhkan, tiba-tiba tangan Abu Jahal menjadi kaku. Tangan tak bisa digerakkan lagi saat sedang mengangkat batu tinggi-tinggi. Tangan Abu Jahal tetap menjulur ke atas, dan batu masih berada dalam genggaman tangannya. 

Meskipun tahu hendak dibunuh oleh Abu Jahal, tapi Nabi Muhammad tidak marah. Beliau tetap memaafkan perbuatan jahat Abu Jahal. Setelah dimaafkan, tangan Abu Jahal kembali normal. 

Dengan menahan rasa malu, Abu Jahal kembali bergabung bersama kawan-kawannya dan menceritakan kejadian yang baru saja dialami. Kawan-kawannya justru menganggap Abu Jahal berbohong, karena ceritanya tidak masuk akal.

"Kalau begitu, aku sajalah yang membunuh Muhammad", kata salah seorang kawan, jengkel mendengar cerita Abu Jahal yang dianggap bohong.

Pada kesempatan yang berbeda, kawan Abu Jahal tadi melihat Nabi Muhammad sedang melaksanakan shalat. Dengan membawa batu besar, ia mendekati Nabi Muhammad. Akan tetapi ketika ia hendak menghantamkan batu besar itu kepada Nabi Muhammad, tiba-tiba beliau hilang dari pandangan matanya. Ia hanya dapat mendengar suara Nabi Muhammad, tapi tidak dapat melihat orangnya.

Gagal melaksanakan pembunuhan, ia kembali ke kawan-kawannya. Dengan penuh rasa ingin tahu, kawan-kawannya bertanya tentang misi jahatnya. Orang tersebutpun menceritakan apa yang dialaminya. Ia baru percaya bahwa Abu Jahal tidaklah berbohong kala itu, karena ia mengalami hal serupa, meskipun tak sama.

"Anehnya, waktu itu seperti ada sekat yang membatasi antara aku dan Muhammad, sehingga aku hanya bisa mendengar suaranya tapi tidak melihat orangnya", kara orang tadi.

 

 

Daftar Acuan

 

 

Fuad Kauma. 2000. 50 Mukjizat Rasulullah. Jakarta: Gema Insani Press.

Jumat, 26 November 2021

ABU JAHAL TIDAK MELIHAT NABI MUHAMMAD

 

 

Siapa tak kenal Abu Jahal. Namanya dikenal orang seantero Makkah kala itu. Bahkan hingga kini, namanya masih tetap dikenal oleh umat Islam. Sayangnya, dikenalnya nama Abu Jahal oleh umat Islam bukan dalam hal kebaikan, melainkan dalam hal keburukan.

Abu Jahal yang bernama asli Amir bin Hisyam sangat membenci Nabi Muhammad dikarenakan beliau membawakan agama baru yang menentang penyembahan terhadap berhala-berhala. Amir bin Hisyam lebih memilih menyembah berhala-berhala daripada menyembah Allah. Itulah sebabnya Amir bin Hasyim dijuluki Abu Jahal atau Bapak Kebodohan oleh Nabi Muhammad, karena ia memang bodoh, lebih memilih tuhan-tuhan yang tak dapat mendatangkan pertolongan kepada manusia daripada memilih Allah yang dapat menjadi pelindung serta penolong bagi manusia.

Berkali-kali Abu Jahal melakukan rencana kejahatan terhadap Nabi Muhammad, tapi tak satupun usahanya itu berhasil. Meskipun demikian, hatinya tetap tertutup. Ia tak mau mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah, meskipun mukjizat itu telah ia saksikan berulang-kali. 

Kali ini, mukjizat itu dirasakan kembali oleh Abu Jahal.

"Sekiranya aku bertemu dengan Muhammad, pasti aku akan mencelakainya", kata Abu Jahal kepada kawan-kawannya.  

Ketika Nabi Muhammad berada di sekitar Abu Jahal, orang-orang menunjukkan bahwa yang dicari ada di sisinya. 

"Mana dia? Mana dia?", tanya Abu Jahal berkali-kali.

Meskipun orang-orang telah menunjukkannya, tapi Abu Jahal tetap tidak melihat Nabi Muhammad karena pandangannya ditutup oleh Allah. 

 Peristiwa tersebut, menurut para ahli tafsir, menjadi penyebab turunnya Surat Yaasiin ayat 8-9.  

اِنَّا جَعَلْنَا فِيْٓ اَعْنَاقِهِمْ اَغْلٰلًا فَهِيَ اِلَى الْاَذْ

قَانِ فَهُمْ مُّقْمَحُوْنَ - ٨

وَجَعَلْنَا مِنْۢ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ سَدًّا وَّمِنْ خَلْفِهِمْ

سَدًّا فَاَغْشَيْنٰهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُوْنَ - ٩

 

Terjemahan:

8. Sungguh, Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka   (diangkat) ke dagu, karena itu mereka tertengadah.

9.  Dan Kami jadikan di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang mereka juga     sekat, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.



 

Daftar Acuan

 

 

Asrifin An Nakrawie. 2011. Ringkasan Asbaabun Nuzul, Sebab-Sebab Tuunnya Ayat-Ayat Al Qur'an. Surabaya: Ikhtiar.


H.A.A. Dahlan dan M. Zaka Alfarisi. 2004. Asbābun Nuzūl, Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Quran. Edisi Kedua. Bandung: CV Penerbit Diponegoro.


Muhammad Chirzin. 2011. Buku Pintar Asbabun Nuzul, Mengerti Peristiwa dan Pesan Moral di Balik Ayat-Ayat Suci Al-Quran. Jakarta: Zaman.

 

https://quran.kemenag.go.id/sura/36

 

  

 

Kamis, 25 November 2021

UMMU JAMIL TIDAK MELIHAT NABI MUHAMMAD


 

Namanya Arwa (ada yang menyebut Auraa’), tapi orang-orang memanggilnya Ummu Jamil. Ayahnya bernama Harb bin Umayah, pemimpin dan tokoh bangsa Arab.

Ummu Jamil menikah dengan Abu Lahab, saudara Abdullah, ayah Nabi Muhammad. Nama asli Abu Lahab adalah Abdul Uzza. Dipanggil Abu Lahab, karena wajahnya yang kemerah-merahan seperti bara api. Lahab artinya bara api, gejolak api. Dengan demikian, Ummu Jamil termasuk bibi Nabi Muhammad, karena ia menikah dengan paman Nabi Muhammad.

 Sebelum Muhammad diangkat menjadi nabi, hubungan Abu Lahab dan Ummu Jamil dengan beliau dan keluarganya cukup dekat. Ketika Abu Lahab diberitahu oleh budaknya bahwa Aminah melahirkan anak laki-laki yang kemudian diberi nama Muhammad, ia sangat bergembira. Kegembiraan itu diwujudkan dengan membebaskan budaknya yang menyampaikan kabar tadi.

Ketika Muhammad menikah dengan Siti Khadijah dan memiliki anak, Abu Lahab dan Ummu Jamil sempat berbesanan dengan Muhammad. Dua putri Muhammad yang bernama Ruqayah dan Ummu Kultsum, dinikahkan dengan putra-putra Abu Lahab dan Ummu Jamil, yakni Utbah dan Utaibah

 Sayangnya, hubungan baik tersebut di kemudian hari menjadi berbalik 180 derajat, tepatnya semenjak Muhammad diangkat sebagai nabi. Abu Lahab dan Ummu Jamil yang tadinya memiliki kasih sayang terhadap Muhammad dan keluarganya, menjadi sangat benci disebabkan risalah yang dibawakan oleh keponakannya itu. 

Pada awalnya, Nabi Muhammad berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Setelah tiga tahun, Allah kemudian memerintahkan kepada Nabi Muhammad agar berdakwah secara terang-terangan. Nabi Muhammadpun mulai melaksanakan perintah-Nya.

Seperti dikatakan oleh Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, langkah pertama yang dilakukan oleh Nabi Muhammad adalah mengundang Bani Hasyim. Dua kali beliau mengundang mereka. Pada pertemuan pertama Nabi Muhammad hanya diam, karena sebelum beliau berbicara, Abu Lahab sudah mengingatkan agar beliau tidak berbuat macam-macam. Pada pertemuan kedua, Nabi Muhammad berhasil menyampaikan dakwahnya, tapi Abu Lahab menentangnya. Sementara Abu Thalib berusaha melindungi tindakan Nabi Muhammad, tapi beliau tidak mau mengikuti seruan keponakannya yang sangat dicintai itu.

  Setelah Nabi Muhammad yakin bahwa pamannya yang bernama Abu Thalib akan melindungi, maka pada suatu hari beliau menuju Bukit Shafa. Dari atas bukit, Nabi Muhammad kemudian berseru.

“Yaa shabahaah!”[1])

Mendengar panggilan yang diucapkan berkali-kali, penduduk Makkah mendatangi tempat di mana suara itu berasal. Mereka bertanya-tanya siapa gerangan yang memanggil dan apa yang akan disampaikan?

 Ummu Jamil yang berada di rumah pun penasaran. Ia meminta kepada suaminya untuk mendatangi orang yang memanggil-manggil. Abu Lahabpun menuju ke Bukit Shafa, tempat Nabi Muhammad memanggil-manggil penduduk Makkah. Sesampainya di Bukit Shafa, Abu Lahab melihat orang-orang sedang mengerumuni Nabi Muhammad.

“Ada apa ya Muhammad?”, tanya orang-orang yang berkumpul di tempat tersebut.

 “Apa pendapat kalian, seandainya aku beritahu bahwa musuh akan datang besok pagi atau petang, apakah kalian percaya kepadaku?”, kata Nabi Muhammad kepada orang-orang di hadapannya. Orang-orangpun menjawab “percaya”, karena selama ini mereka melihat Nabi Muhammad adalah orang yang jujur, tak pernah berbohong.

“Sesungguhnya aku diutus oleh Allah sebagai pemberi peringatan akan datangnya azab yang sangat pedih”.

Mendengar kata-kata Nabi Muhammad, ada yang percaya, ada yang ragu-ragu, ada juga yang tidak percaya. Sementara Abu Lahab sangat marah mendengar ucapan keponakannya itu.

“Celakalah kamu Muhammad! Jadi hanya untuk ini kamu mengumpulkan kami di sini?”

Dengan menahan amarah, Abu Lahab kembali ke rumah. Ummu Jamil menyambut kedatangan suaminya dengan pertanyaan-pertanyaaan. Abu Lahab memberitahu istri apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad. Mendengar penuturan suami, Ummu Jamil naik darah. Ia tak mau keponakannya itu menjadi panutan, karena ia merasa suami dan dirinyalah yang pantas menjadi panutan.

Ummu Jamil sebenarnya berasal dari kalangan bangsawan yang dihormati. Namun sayang kelakuannya tidak sesuai dengan sebutannya. Ummu Jamil artinya ibu yang cantik. Akan tetapi fakta menunjukkan hatinya tak secantik sebutannya. Demikian pula suaminya, Abu Lahab. Semenjak saat itu ia menjadi sangat membenci Nabi Muhammad.

Bagi Ummu Jamil, tiada hari tanpa menyebarkan isu jahat dan menghasut orang-orang agar tidak mengikuti ajaran Nabi Muhammad. Dia juga memengaruhi suaminya agar menyebarkan kata-kata yang dapat mencegah orang menjadi pengikut Nabi Muhammad.

Guna mencelakai Nabi Muhammad, Ummu Jamil menyebarkan duri-duri di tempat yang biasa dilalui oleh Nabi Muhammad. Meskipun demikian, Nabi Muhammad tak pernah terkena duri-duri itu, karena Allah selalu melindunginya. Nabi Muhammad pun dihina dengan sebutan seorang fakir.

Kebencian Ummu Jamil terhadap Nabi Muhammad, tak hanya berhenti sampai di situ. Ummu Jamil juga memerintahkan kepada kedua anak laki-lakinya, Utbah dan Utaibah, agar menceraikan istri-istrinya, Ruqayah dan Ummu Kultsum, yang keduanya merupakan putri Nabi Muhammad.

Perbuatan tidak terpuji yang dilakukan berkali-kali oleh pasangan suami istri itu menyebabkan Allah menurunkan Surat Al-Lahab.


تَبَّتْ يَدَآ اَبِيْ لَهَبٍ وَّتَبَّۗ - ١

مَآ اَغْنٰى عَنْهُ مَالُهٗ وَمَا كَسَبَۗ - ٢

سَيَصْلٰى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍۙ - ٣

وَّامْرَاَتُهٗ ۗحَمَّالَةَ الْحَطَبِۚ - ٤

فِيْ جِيْدِهَا حَبْلٌ مِّنْ مَّسَدٍ ࣖ - ٥

 Terjemahan:

1.    Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.

2.   Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.

3.   Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.

4.   Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar.

5.    Yang di lehernya ada tali dari sabut.

Di sini, Allah telah memvonis sepasang suami istri tersebut masuk neraka. Padahal, saat ayat itu turun, mereka berdua masih hidup. Ayat 1-3 membicarakan Abu Lahab, sedangkan ayat 4-5 membahas Ummu Jamil.

Peribahasa Jawa menyebutkan, “Ciri wanci lelai ginawa mati”. Artinya, perbuatan jelek yang tidak akan pernah hilang kecuali yang bersangkutan telah mati. Begitulah gambaran Ummu Jamil dan suaminya. Perbuatan-perbuatan jahat itu terus-menerus mereka lakukan terhadap Nabi Muhammad tanpa pernah merasa bersalah dan kemudian bertobat. Sebaliknya, mereka justru semakin menggila dalam usahanya menghalang-halangi dakwah Nabi Muhammad, dengan berbagai cara.  

Mendengar ada wahyu yang menyinggung dirinya dan suaminya, Ummu Jamil kebenciannya kepada Nabi Muhammad semakin memuncak. Ia mengira wahyu itu adalah syair karangan Nabi Muhammad.

Suatu ketika, Ummu Jamil mencari Nabi Muhammad karena kekesalannya. Ia merasa diejek sebagai hammaa latal hathab ‘pembawa kayu bakar’. Pengibaratan dalam Al-Qur’an ini didasarkan pada kebiasaan orang-orang Arab yang mengumpamakan orang yang suka menyebar fitnah dan mengadu domba dianggap sebagai pembawa kayu bakar. Di Indonesia, orang semacam ini biasa disebut sebagai tukang kompor. Artinya, ia suka mengompori orang-orang agar satu sama lain panas hatinya sehingga mereka tidak rukun, benci, atau berantem.

Pencariannya sampai di Ka’bah. Saat itu, Abu Bakar sedang duduk bersama Nabi Muhammad di dekat Ka’bah. Ketika bertemu Abu Bakar, berkatalah Ummu Jamil, “Wahai Abu Bakar, di mana temanmu itu. Saya dengar ia mengejekku. Seandainya ia berada di sini, maka akan kutimpuk mulutnya dengan batu ini”.

Setelah berkata demikian, Ummu Jamil kemudian pergi meninggalkan Abu Bakar. Dipandangnya Ummu Jamil dengan penuh keheranan oleh Abu Bakar. Setelah Ummu Jamil lenyap dari pandangan matanya, Abu Bakar yang sedang duduk bersama Nabi Muhammad lalu bertanya, “Ya Rasulullah, apakah dia tidak melihatmu berada di sini?”.

“Tidak! Dia tidak melihatku, karena ada malaikat yang selalu menutupiku sampai ia pergi dari sisiku”, jawab Nabi Muhammad.

Ummu Jamil betul-betul ditutup pandangan matanya agar tidak melihat Nabi Muhammad berada di dekatnya. Itulah sebabnya niat melempar batu kepada beliau tidak berhasil.

 

DAFTAR ACUAN

 

1.   Buku

 

Abdurrahman Umairah. 2009. Wanita-Wanita dalam Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Ali Muthohar. 2000. Perempuan dalam Catatan Tuhan. Surabaya: Pustaka Progressif.

Al-Ustadz Afif Abdul Fattah Thabbarah. 2002. Tafsir Juz ‘Amma Lengkap & Ilmiah. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Al-Walidi an-Nisaburi. 2014. Asbabun Nuzul, Sebab-Sebab Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an. Surabaya: Amelia.

Asrifin An Nakhrawi. 2011. Ringkasan Asbaabun Nuzul, Sebab-Sebab Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an. Surabaya: Ikhtiar.

Ath-Thabari. 2019. Muhammad di Makkah dan Madinah. Yogyakarta: Ircisod.

Fuad Kauma. 2000. 50 Mukjizat Rasulullah. Jakarta: Gema Insani.

H.A.A. Dahlan dan M. Zaka Alfarisi. 2004. Asbābun Nuzūl, Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Quran. Bandung: CV Penerbit Diponegoro.

Hamid bin Ahmad. 2010. Hukuman dan Azab bagi Mereka yang Zalim. Surabaya: Amelia.  

Jabir Asysyaal. 1988. Al-Qur’an Bercerita Soal Wanita. Jakarta: Gema Insani Press.

K.H. Salim Bahraesy. 2002. Menyaksikan 35 Mukjizat Rasulullah SAW. Surabaya: Pustaka Progresif.

Martin Lings. 2018. Muhammad, Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik. Cetakan Ke-3. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

Muhammad Chirzin. 2011. Buku Pintar Asbabun Nuzul, Mengerti Peristiwa dan Pesan Moral di Balik Ayat-Ayat Suci Al-Quran. Jakarta: Zaman.

Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy. 2006. Sirah Nabawiyah, Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah SAW. Jakarta: Robbani Press.

Said Yusuf Abu Aziz. 2005. Azab Allah bagi Orang-Orang Zalim. Bandung: Pustaka Setia.

Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri. 2008. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Ust. Labib MZ. 2003. 10 Orang Divonis Masuk Neraka. Surabaya: Bintang Usaha Jaya. 

Yanuar Arifin. 2014. Mereka Memilih Jalan Kesesatan. Yogyakarta: Diva Press. 

 

2. Internet

 

quran.kemenag.go.id/sura/111

 



[1]) Shabahaah adalah sebuah seruan untuk meminta tolong (Al-Walidi an-Nisaburi, 2014:727).

 

Selasa, 23 November 2021

HUJAN DI MUSIM KEMARAU

 

 

Kala itu, waktu telah memasuki tahun keenam tinggal di Madinah bagi Nabi Muhammad dan kaum Muhajirin semenjak hijrah dari Makkah. Tanaman yang biasanya tumbuh subur, kali ini banyak yang kering. Daun-daun pun berguguran dan pohon-pohon tampak menjulang tanpa dedaunan. Kemarau panjang saat itu memang sedang melanda Madinah. Akibatnya, banyak binatang ternak yang mati karena tidak adanya air untuk minum dan rerumputan atau dedaunan untuk makanan. Bahan pokok makanan pun harganya menjadi melambung akibat lahan-lahan pertanian tidak menghasilkan gandum dan buah-buahan. Pacekilik benar-benar sedang dialami penduduk Madinah.

Apakah Nabi Muhammad tidak memahami keadaan yang membuat rakyat hidupnya menjadi serba sulit? Tentu saja paham. Bahkan sangat paham. Beliau juga tahu bahwa keadaan yang sedang menimpa penduduk Madinah merupakan ujian dari Allah. Allah menguji seberapa besar iman mereka kepada-Nya. Akan tetapi Nabi Muhammad sengaja tidak memberitahukan hal ini kepada penduduk Madinah. Beliau ingin melihat seberapa besar kekuatan iman yang tertanam dalam jiwa para sahabat, meskipun beliau bisa saja memohon kepada Allah agar menghentikan keadaan yang demikian. Selama masyarakat Madinah masih bersabar dengan keadaan seperti itu, maka beliau mendiamkannya.  

Meskipun penderitaan mendera para sahabat, namun mereka tetap memilih hidup berdampingan dengan Nabi Muhammad yang selalu mencurahkan belas kasih kepada umatnya. Mereka rela hidup pahit dan getir asalkan selalu bersama beliau.

Pada suatu hari, Nabi Muhammad berkhutbah di masjid. Dengan penuh kelembutan, beliau menyampaikan nasihat yang membuat para sahabat yang sedang mendengarkan terpukau. Saat itu, tiba-tiba ada seorang Arab pedalaman yang baru saja ikut berjamaah bersama Nabi Muhammad, berdiri dan berkata, “Ya, Rasulullah! Akibat kemarau yang sangat panjang, banyak harta benda kami yang musnah. Oleh karena itu, berdoalah kepada Allah agar Dia menurunkan hujan untuk kami”.

Nabi Muhammad mengabulkan permohonan orang Arab pedalaman tadi. Beliau berdoa, memohon kepada Allah agar hujan turun. Tak berselang lama, udara yang tadinya panas, berubah menjadi sejuk. Langit yang tadinya biru, tiba-tiba tertutup awan hitam. Tak lama kemudian, air turun dari langit mengguyur bumi.

Para sahabat yang ada di dalam masjid, mencoba menunggu hujan reda untuk pulang ke rumah. Lama mereka menunggu, namun hujan belum berhenti juga. Akhirnya mereka pulang dengan tubuh terguyur hujan.

Guruh masih menggelegar silih berganti dengan kilat, dan hujan masih mengguyur bumi kala waktu Asar tiba. Akibatnya, hanya beberapa orang yang shalat berjamaah di masjid bersama Nabi Muhammad. Yang lain memilih shalat di rumah bersama istri dan anak.

Sudah sepekan hujan turun terus-menerus tanpa henti. Di masjid, Nabi Muhammad hanya berjamaah dengan beberapa orang saja. Setelah selesai melaksanakan shalat Asar, Nabi Muhammad, seperti biasanya, memberikan khutbah di hadapan para sahabat. Dalam khutbahnya, beliau tidak menyinggung hujan yang terus-menerus tiada henti selama sepekan. Saat itu, orang yang dulu meminta kepada Nabi Muhammad agar memohonkan hujan kepada Allah, tiba-tiba berkata kepada beliau.

“Ya, Rasulullah! Harta benda kami rusak akibat hujan terus-menerus. Mohonkanlah kepada Allah agar hujan berhenti”.

Nabi Muhammad tidak menolak permohonan sahabatnya itu. Beliau lalu berdoa kepada Allah agar hujan berhenti. Tak lama kemudian, awan hitam itu tersapu angin hingga perlahan-lahan matahari menampakkan diri setelah sepekan tidak menyinari bumi Madinah. Udara yang tadinya dingin, kian lama makin terasa hangat. Hujan benar-benar telah berhenti.

 

 

Daftar Acuan

 

 

 

Fuad Kauma. 2000. 50 Mukjizat Rasulullah. Jakarta: Gema Insani.

 

K.H. Salim Bahreisy. 2002. Menyaksikan 35 Mukjizat Rasulullah SAW. Cetakan Kelima. Surabaya: Pustaka Pogresif.

Minggu, 21 November 2021

TENTARA ALLAH PADA PERANG KHANDAQ


Orang-orang Yahudi Bani Nadhir sangat menaruh dendam kepada Nabi Muhammad dan kaum muslim karena mereka diusir dari Madinah. Pengusiran ini bukan tanpa alasan. Penyebabnya, mereka telah berkhianat dan berencana melakukan pembunuhan terhadap Nabi Muhammad. Berkat diberi tahu oleh Malaikat Jibril, maka Nabi Muhammad mengetahui rencana mereka, sehingga pembunuhan pun gagal dilaksanakan. 

Menurut Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, orang-orang Yahudi Bani Nadhir yang diusir dari Madinah, kebanyakan dari mereka, terutama para tokoh dan pemimpinnya, seperti Huyai bin Akhthab dan Sallam bin Al-Huqaiq pergi Khaibar, sedang sebagian yang lain pergi ke Syam. Hanya dua orang yang tetap di Madinah karena mereka masuk Islam, yaitu Yamin bin Amr dan Abu Sa'd bin Wahb.

Setelah lari ke Khaibar, mereka merencanakan persekongkolan untuk melawan orang-orang muslim. Hal ini dikarenakan mereka tidak berani menyerang sendiri orang-orang muslim.

Para pemimpin dan pemuka Yahudi Bani Nadhir di Khaibar mendatangi pemimpin dan pemuka kaum kafir Quraisy. Mereka mendorong orang-orang kafir Quraisy agar menyerang Nabi Muhammad dan kaum muslim. Mereka berjanji akan membantu penyerangan tersebut hingga memperoleh kemenangan. Mereka berdalih dan menyakinkan kaum kafir Quraisy bahwa kepercayaan orang-orang Quraisy jauh lebih baik daripada agama Nabi Muhammad. Pemimpin dan pemuka kaum kafir Quraisy menyambut dengan senang hati tawaran kerja sama tersebut dan membuat kesepakatan hari penyerangannya.

Setelah mendatangi kaum kafir Quraisy, para pemimpin dan pemuka Yahudi Bani Nadhir melanjutkan rencananya, menemui pemimpin dan pemuka Bani Ghathafan dan mengajak mereka untuk menyerang Nabi Muhammad seperti mereka mengajak kaum kafir Quraisy. Ajakan tersebut pun disambut oleh mereka.

Tak berhenti sampai di situ. Orang-orang Yahudi tadi juga mendatangi kabilah-kabilah Arab lainnya, seperti: Bani Murrah, Bani Fazarah, Bani Asyja', Bani Sulaim, Bani Sa'ad, dan Bani Asad dengan ajakan yang sama, dan semuanya mengiyakan ajakan tersebut.

Setelah semuanya siap, mereka secara serentak bergerak menuju Madinah dari tempat masing-masing. Yang menjadi panglima perang adalah Abu Sufyan bin Harb.

Ketika Nabi Muhammad mendengar berita ada persekongkolan antara Yahudi Bani Nadhir dengan kaum kafir Quraisy dan kabilah-kabilah Arab lainnya untuk menyerang beliau dan kaum muslim, maka beliau segera mengadakan rapat untuk mengatur strategi dan persiapan perang. Apalagi berdasarkan informasi yang diperoleh, jumlah pasukan musuh sekitar 10.000 orang, sedangkan pasukan muslim hanya 3.000 orang, maka strategi perang yang diterapkan harus jitu. Dalam rapat tersebut, Salman Al-Farisi mengusulkan supaya dibuat parit di sekitar Madinah untuk pertahanan. Usulan ini didasarkan pada pengalamannya ketika berperang di negaranya dulu, di Persia. Usulan tersebut disetujui oleh Nabi Muhammad. Para sahabat pun kagum atas usulan Salman Al-Farisi, karena strategi perang seperti itu, sebelumnya tidak pernah ada di Arab.

Tanpa menunda-nunda waktu, penggalian parit pun dimulai. A.R. Shohibul Ulum menyebutkan bahwa setiap 10 orang mendapat tugas menggali parit sepanjang 40 hasta (Sitiatava Rizema Putra menyebut 10 hasta), dengan kedalaman 10 hasta dan lebar 9 hasta. Total panjang parit kira-kira 5.000 hasta.

Siang malam seluruh warga Madinah, termasuk Nabi Muhammad, menggali parit. Parit dapat diselesaikan selama 6 hari, sebelum pasukan musuh itu tiba di Madinah. Penggalian parit ini termasuk relatif singkat untuk ukuran saat itu, dengan berbagai kendala seperti kekurangan peralatan, kurang makanan, cuaca yang sangat dingin, ditambah dengan sikap-sikap orang-orang munafik yang terus mengikis semangat para sahabat. Meskipun demikian, semangat yang didasari iman yang kuat membuat mereka tidak pernah surut membela agama Allah dan Rasul-Nya.

Parit dibuat di bagian depan. Parit ini akan menjadi penghalang bagi pasukan berkuda, apalagi unta, karena lebar dan dalam. Batu-batu ditumpuk untuk senjata melempar musuh bila ada yang berani melompati parit. Rumah-rumah di sisi parit dikosongkan, sementara perempuan dan anak-anak diungsikan ke belakang. Sebelah kanan terlindungi gunung batu yang terjal. Di sebelah kiri terdapat bukit Sila'. Di bukit inilah Nabi Muhammad bermarkas bersama 3.000 pasukannya. Tenda Nabi Muhammad berwarna merah, menghadap ke arah parit. Di bagian belakang, adalah pemukiman orang Yahudi Bani Qiraizhah yang terikat perjanjian damai dengan Nabi Muhammad. Mereka inilah yang bertugas mengatur kebutuhan makan bagi pasukan muslim di garis depan.

Ribuan pasukan musuh yang merupakan persekongkolan orang Yahudi Bani Nadhir, kaum kafir Quraisy dan beberapa kabilah di Arab itu akhirnya tiba di Madinah. Akan tetapi betapa terkejutnya mereka, ketika hendak menyerbu Madinah, ternyata di depan mereka ada parit yang menganga lebar dan dalam. Padahal mereka tahu, sebelumnya parit itu tidak ada. Parit yang lebarnya mencapai 9 hasta itu, tidak mungkin kuda mereka bisa melompatinya. Kalau dipaksakan, mungkin yang terjadi justru terjerumus ke parit yang sangat dalam. 

Sebetulnya, bisa saja pasukan musuh itu lewat belakang, tapi itu tidak mungkin dilakukan, karena di sana ada pemukiman Yahudi Bani Quraizhah. Akhirnya pasukan persekongkolan itu hanya berputar-putar di sekitar parit sambil mencari titik-titik kelemahan yang bisa dimanfaatkan untuk menyerang kaum muslim. Sementara itu, pasukan muslim selalu mengawasi gerak-gerik pasukan musuh agar mereka jangan sampai bisa menyeberangi parit atau menimbun parit sebagai jalan untuk menyeberang, sambil sesekali melepaskan anak panah kepada mereka.

Sekelompok orang dari pasukan persekongkolan ada yang mendapatkan lubang parit yang lebih sempit. Mereka dapat melompati parit, namun Ali bin Abi Thalib dan beberapa sahabat dapat mengepung dan mengalalahkan mereka. Bahkan Amr bin Abi Wuud dapat dibunuh oleh Ali bin Abi Thalib. 

Pasukan persekongkolan itu masih terus berusaha keras untuk dapat menyeberangi parit atau membuat jalur penyeberangan meskipun sudah berhari-hari belum membuahkan hasil. Akibatnya, ada shalat yang tak sempat dilakukan oleh Nabi Muhammad dan kaum muslim karena tidak pernah berhenti melakukan perlawanan terhadap pasukan musuh yang terus-menerus berusaha agar dapat melewati parit. Shalat Asar yang terlewati itu dilaksanakan setelah matahari terbenam, yang langsung disusul shalat Maghrib.

Melihat betapa lelahnya pasukannya yang tak dapat beristirahat dikarenakan diserang terus oleh pasukan musuh yang jumlahnya tiga kali lipat lebih, Nabi Muhammad khawatir pasukannya tak kuat sehingga menyebabkan kekalahan. Oleh karena itu, beliau berniat memperkecil kekuatan musuh dengan cara mengadakan perdamaian dengan Bani Ghathafan. Rencana perdamaian itu: (1) Bani Ghathafan harus menarik kembali pasukannya dari medan perang; dan (2) Sebagai imbalannya, Nabi Muhammad akan menyerahkan sepertiga hasil panen kaum Anshar. Namun keinginan tersebut dibatalkan setelah beliau mendengar pendapat dua tokoh Anshar yang tidak menyetujuinya.

Di pihak musuh, dikarenakan serangannya tak membuahkan hasil meskipun sudah berhari-hari, pemuka kaum Yahudi Bani Nadhir, Huyai bin Akhthab, menemui pemimpin kaum Yahudi Bani Quraizhah. Ia menghasut Ka'ab bin Asad Al-Khurazhy, pemimpin kaum Yahudi Bani Quraizhah agar mau bersama-sama mereka menyerang Nabi Muhammad dan kaum muslim. Awalnya Ka'ab bin Asad Al-Khurazhy menolak ajakan pemuka Yahudi Bani Nadhir karena terikat perjanjian dengan Nabi Muhammad untuk tidak membantu siapapun yang berusaha mencelakai beliau dan kaum muslim. Ka'ab bin Asad Al-Khurazhy juga mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah orang yang baik budi pekertinya dan menepati janji. Namun Huyai bin Akhthab terus-menerus membujuk dan merayu Ka'ab bin Asad Al-Khurazhy dengan janji-janji manis, akhirnya Ka'ab bin Asad Al-Khurazhy menyepakati untuk turut menyerang Nabi Muhammad dan kaum muslim.

Dengan berkhianatnya kaum Yahudi Bani Quraizhah, beban kaum muslim tentu akan semakin berat. Tak mengherankan jika pasukan muslim semangatnya menjadi menurun setelah mendengar kabar tersebut. Nabi Muhammadpun menyusun rencana dalam menghadapi pengkhiatan kaum Yahudi Bani Quraizhah. Beliau mengutus beberapa pasukan untuk menjaga perempuan dan anak-anak yang berada dalam benteng.

Setelah kira-kira 20 hari dalam pengepungan, pada suatu malam Nabi Muhammad memanjatkan doa, memohon pertolongan Allah. Malam itu, datang seorang tokoh Bani Ghathafan, Nu'aim bin Mas'ud, menemui Nabi Muhammad. Ia mengatakan bahwa dirinya telah Islam, tapi menyembunyikan keislamannya di tengah-tengah kaumnya. Untuk itu, ia memohon kepada Nabi Muhammad agar memerintahkan kepadanya apapun yang beliau kehendaki. Setelah mendengar pengakuan Nu'aim bin Mas'ud, Nabi Muhammad lalu memerintahkan kepadanya agar mencerai-beraikan pasukan persekongkolan, karena perang adalah tipu daya. Nu'aim bin Mas'ud melaksanakan perintah Nabi Muhammad.

Allah Yang Maha Mendengar, mengabulkan doa yang dipanjatkan oleh Nabi Muhammad. Nu'aim bin Mas'ud berhasil melaksanakan perintah Nabi Muhammad. Pasukan lawan menjadi bercerai-berai setelah dipecah-belah oleh Nu'aim bin Mas'ud. Selain itu, Allah juga mengirimkan angin topan dan udara yang dingin menusuk tulang pada malam hari. Angin topan yang disertai hujan deras yang turun tiada henti dengan kilat dan petir saling menyambar, membuat suasana benar-benar mencekam. Kemah-kemah mereka porak-poranda, tak ada satupun yang masih berdiri. Allah juga mengirimkan malaikat yang mengguncangkan hati mereka sehingga merasa takut dan lari pontang-panting.

Dalam keadaan kalut, kacau, dan panik yang luar biasa, akhirnya para pemimpin pasukan musuh memerintahkan pasukannya untuk kembali ke daerah masing-masing.

Pagi harinya, pasukan muslim baru menyadari bahwa pasukan musuh telah meninggalkan peperangan. Mereka terkejut begitu melihat perkemahan pasukan musuh telah porak-poranda. Ribuan prajurit yang mengepung Madinah betul-betul telah hilang dari depan mata mereka. Merekapun segera mengucapkan syukur kepada Allah yang telah menolong mereka.

Itulah mukjizat yang terjadi pada Perang Khandaq atau Perang Ahzab. Disebut Perang Khandaq, karena pasukan muslim menggunakan khandaq atau parit sebagai pertahanan mereka. Disebut Perang Ahzab, karena orang Yahudi Bani Nadhir bersekongkol dan membentuk persekutuan (ahzab) dengan kaum kafir Quraisy, Bani Ghathafan, dan kabilah-kabilah lain di Arab.


Daftar Acuan


Agus N. Cahyo. 2012. Perang-Perang Paling Fenomenal. Jogjakarta: Buku Biru.

Ali Muhammad Ash-Shallabi. 2016. Peperangan Rasulullah. Jakarta: Ummul Qura.

A.R. Shohibul Ulum. 2019. Seni Perang dalam Islam. Yogyakarta: Mueeza.

Drika Zein. 2012. Mukjizat Nabi Muhammad. Sleman - Yogyakarta: Wanajati Chakra Renjana.

Muhammad Sa'id Ramadhan Al-Buthy. 1999. Sirah Nabawiyah, Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah SAW. Robbani Press.

Musthafa As-Siba'i. 2014. Sirah Nabawiyyah. Surakarta: Indiva.

Saiful Hadi El-Sutha. 2013. Muhammad, Jejak-Jejak Keagungan dan Teladan Abadi "Sang Nabi Akhir Zaman". Jakarta: As@-Prima Pustaka.

Sitiatava Rizema Putra. 2014. Perang-Perang dalam Sejarah Islam. Jogjakarta: IRCiSoD.

Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri. 2008. Sirah Nabawiyah.  Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.




Selasa, 16 November 2021

MAKANAN SEDIKIT, CUKUP UNTUK ORANG BANYAK


Nabi Muhammad diberi mukjizat dapat menjadikan makanan sedikit, cukup untuk dimakan orang banyak. Mukjizat seperti ini tidak hanya sekali terjadi, tapi beberapa kali terjadi. Dua di antaranya seperti di bawah ini.

Sejarah mencatat, ketika Nabi Muhammad baru hijrah dari Makkah ke Yatsrib (yang kemudian diganti namanya menjadi Madinah Al-Munawwarah), beliau pernah tinggal di rumah Abu Ayyub al-Anshari selama 7 bulan.

Nama asli Abu Ayyub al-Anshari adalah Khalid bin Zaid bin Kulaib. Ia berasal dari Bani an-Najar. Ia termasuk orang yang beruntung, karena Allah memilih rumahnya sebagai tempat singgah Nabi Muhammad. Padahal, saat itu banyak orang Anshar yang mengharap Nabi Muhammad berkenan singgah di rumah mereka. Hampir setiap orang yang rumahnya dilalui oleh Nabi Muhammad, mereka mempersilakan beliau singgah, bahkan sampai memegang tali kekang unta yang dinaiki Nabi Muhammad agar singgah di rumahnya. Akan tetapi Nabi Muhammad mengatakan, "Biarlah unta ini berjalan, karena sesungguhnya ia telah diperintah".

Unta yang menjadi kendaraan Nabi Muhammad tetap melanjutkan perjalanan. Ketika sampai di tempat terbuka, unta itu berhenti dan menderum di tempat tersebut. Nabi Muhammad masih berada di punggung unta ketika unta itu berdiri lagi. Unta berjalan beberapa langkah, menolehkan kepala, dan kembali lagi ke tempat semula. Tentu ini menjadi kebahagiaan tersendiri bagi Abu Ayyub al-Anshari, karena unta itu berhenti di dekat rumahnya. Abu Ayyub al-Anshari segera mengambil pelana unta Nabi Muhammad, lalu memasukkannya ke dalam rumah. Nabi Muhammad singgah di rumah Abu Ayyub al-Anshari.

Abu Ayyub al-Anshari memiliki rumah tingkat. Nabi Muhammad tinggal di bawah, sedang keluarga Abu Ayyub al-Anshari tinggal di atas. Meskipun Abu Ayyub sudah mempersilakan Nabi Muhammad untuk tinggal di atas, tapi beliau memilih tinggal di bawah. Alasannya agar memudahkan siapa saja yang datang menemui beliau.

Terkait mukjizat makanan, Abu Ayyub al-Anshari bercerita demikian.

Suatu ketika Abu Ayyub al-Anshari menyediakan makanan untuk Nabi Muhammad dan Abu Bakar. Makanan itu hanya cukup untuk berdua saja. Namun Nabi Muhammad memerintahkan kepada Abu Ayyub al-Anshari agar memanggil 30 orang pemuka kaum Anshar. Kebingungan pun menyelimuti hati Abu Ayyub al-Anshari. Betapa tidak bingung, makanan yang hanya cukup untuk dua orang, harus mengundang orang sebanyak 30? Meskipun demikian, ia patuh pada perintah Nabi Muhammad. Ia undang 30 orang pemuka kaum Anshar. 

Ketika pemuka kaum Anshar yang diundang itu telah tiba, Nabi Muhammad mengajak makan bersama. Atas izin Allah, makanan yang sesungguhnya hanya cukup untuk dua orang, ternyata cukup dimakan oleh 32 orang, termasuk Nabi Muhammad dan Abu Bakar. Bahkan makanan tersebut masih sisa. 

Selesai makan, Nabi Muhammad memerintahkan lagi kepada Abu Ayyub al-Anshari agar mengundang 60 orang. Yang diundang pun datang. Mereka dipersilakan makan makanan yang ada, yang tidak habis dimakan 32 orang sebelumnya. Atas izin Allah, makanan itupun cukup dimakan oleh 60 orang, sampai mereka kenyang. Makanan pun masih sisa.

Kali ini Nabi Muhammad meminta kepada Abu Ayyub al-Anshari agar mengundang 70 orang yang lain (ada yang mengatakan 90 orang). Ketika mereka datang dan dipersilakan makan oleh Nabi Muhammad, lagi-lagi atas izin Allah, makanan itupun cukup.

Melihat kejadian tersebut, Abu Ayyub al-Anshari berkata dengan penuh takjub, "Subhanallah! Subhanallah!".

Pada lain kesempatan, mukjizat seperti itu dialami lagi. Makanan sedikit, cukup untuk orang banyak. Mujizat ini terjadi saat kaum muslim menggali parit sebagai pertahanan bagi prajurit muslim dalam menghadapi Perang Khandaq.

Setelah Nabi Muhammad mendapatkan informasi tentang pergerakan musuh, bahwa kaum Yahudi Bani Nadhir yang telah keluar dari Madinah dan menetap di Khaibar sudah bersekongkol dengan kaum kafir Quraisy dan orang-orang Ghathafan untuk menyerang kaum muslim di Madinah, maka Nabi Muhammad segera mengadakan rapat kilat. Rapat yang dihadiri oleh kaum muslimin baik dari Muhajirin maupun Anshar, menyepakati usulan Salman al-Farisi agar membuat parit untuk melindungi pasukan. 

Seperti diceritakan oleh Jabir bin Abdullah, ketika kaum muslim sedang menggali parit untuk pertahanan pasukan muslim dari serangan musuh, ia melihat Nabi Muhammad tampak kelaparan. Sejak tiga hari para penggali parit tersebut memang melaluinya tanpa ada makanan yang dapat dimakan. 

Jabir bin Abdullah meminta izin kepada Nabi Muhammad untuk pulang ke rumah. Sesampai di rumah, Jabir bin Abdullah menanyakan kepada istrinya apakah ada makanan yang bisa dihidangkan untuk Nabi Muhammad, karena beliau tampak sangat lapar. Istrinya menjawab bahwa ia memiliki gandum dan anak kambing.

Jabir bin Abdullah menyembelih kambing dan kemudian membuat adonan gandum hingga menjadi makanan dalam tungku. Ketika makanan itu mulai matang, Jabir bin Abdullah menemui Nabi Muhammad dan memberitahukan bahwa ia memiliki sedikit makanan. Untuk itu, ia berharap Nabi Muhammad bersama satu atau dua orang berkenan makan di rumahnya.

"Berapa banyak makanannya?", tanya Nabi Muhammad.

Jabir bin Abdullah memberitahu makanan yang ada di rumah, yang tak seberapa banyak.

"Tidak mengapa orang banyak datang", kata Nabi Muhammad. "Katakan pada istrimu, jangan ia angkat periuknya dan adonan roti dari tungku api hingga aku datang", lanjut beliau.

Setelah itu, Nabi Muhammad memerintahkan kepada para penggali parit agar datang ke rumah Jabir bin Abdullah untuk makan bersama. Betapa terperanjatnya Jabir bin Abdullah kala mendengar perkataan Nabi Muhammad. Ia sadar betul bahwa makanan di rumah tidak seberapa banyak, tidak akan cukup untuk makan seluruh penggali parit. 

Ketika tiba di rumah, Jabir bin Abdullah menemui istrinya dan memberitahu hal yang merisaukannya, yakni Nabi Muhammad akan datang bersama para Muhajirin, Anshar dan yang lain, yang turut menggali parit. Istrinya pun terkejut. Mereka bingung, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Jabir bin Abdullah kemudian menyampaikan pesan Nabi Muhammad, yaitu agar jangan mengangkat periuk dan adonan roti dari tungku api.

Tatkala Nabi Muhammad dan para sahabat tiba, beliau langsung berkata, "Masuklah dan jangan berdesak-desakan".

Nabi Muhammad kemudian membagi-bagikan makanan yang ada kepada seluruh sahabat yang hadir, namun isi periuk masih seperti semula. Bahkan ketika mereka sudah merasa kenyang, isi periuk tidak berkurang. Padahal yang hadir dan makan ada 1.000 orang.


Daftar Acuan


Abdul Malik Ali Al Kulaib. 1992. Nubuwwah (Tanda-Tanda Kenabian). Jakarta: Gema Insani Press.

Abdurrahman Ra'fat Basya. 2010. Sirah Shahabat. Jakarta: Pustaka As-Sunnah.

Ali Muhammad Ash-Shallabi. 2018. Peperangan Rasulullah. Jakarta: Ummul Qura.

Amru Khalid. 2007. Jejak Sang Junjungan, Sebuah Narasi Sirah Populer. Solo: Aqwam.

K.H. Salim Bahraesy. 2002. Menyaksikan 35 Mukjizat Rasulullah SAW. Surabaya: Pustaka Progresif.

Manshur bin Nashir  Al-'Awaji. 2014. 45 Mukjizat Nabi. Solo: Kiswah Media.

Saiful Hadi El-Sutha. 2013. Muhammad, Jejak-Jejak Keagungan dan Teladan Abadi "Sang Nabi Akhir Zaman". Jakarta: As@-Prima.

Syaikh. Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri. 2008.Sirah Nabawiyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Senin, 15 November 2021

PEDANG UKASYAH BIN MIHSHAN

 


Api peperangan tetah menyala. Dua pasukan yang tak seimbang jumlahnya itu bertemu di Badar, nama suatu tempat di antara Makkah dan Madinah. Perang yang terjadi pada tahun kedua setelah Nabi Muhammad hijrah ke Madinah ini merupakan perang pertama bagi kaum muslim melawan kaum kafir Quraisy. Pasukan muslim yang berjumlah 313 orang (ada yang mengatakan 314 orang) harus berhadapan dengan pasukan kafir Quraisy yang berjumlah 1.000 orang.

Dentingan pedang beradu dengan pedang terdengar saling bersaut-sautan, terkadang berbarengan. Setelah berjalan sekian lama, tanda-tanda kekalahan pasukan kafir Quraisy mulai tampak. Sudah banyak korban yang jatuh karena serangan pasukan muslim yang gencar. 

Jatuhnya korban di pihak pasukan kafir Quraisy itu bukan semata-mata kerja keras dan kerja cerdas pasukan muslim. Ada campur tangan Allah dalam peperangan tersebut. Seusai meluruskan dan menata barisan pasukan muslim, Nabi Muhammad tak henti-hentinya memohon kemenangan kepada Allah, dan Allah mengabulkan permohonan Nabi-Nya. Dalam peperangan tersebut, Allah turunkan ribuan malaikat secara bertahap untuk membantu pasukan muslim yang jumlahnya tidak mencapai sepertiga dari jumlah pasukan kafir Quraisy.

 Melihat korban di pihak kafir Quraisy telah banyak yang berjatuhan, Abu Jahal sebagai panglima perang mengobarkan semangat kepada pasukannya agar tidak lari dari gelanggang pertempuran dan terus berjuang melawan pasukan muslim. 

Ketika perang sedang berlangsung dengan sengitnya, ada seorang tentara muslim yang pedangnya patah saat dipakai sebagai senjata perang. Dia adalah Ukasyah bin Mihshan, sahabat nabi yang termasuk golongan orang yang pertama masuk Islam atau as-sabiqunal awwalun. Meskipun demikan, ia tak patah semangat untuk tetap berjuang di jalan Allah. Ia tak ingin mundur dari medan laga. 

Ukasyah bin Mihshan menghadap Nabi Muhammad dan memberitahukan bahwa pedang miliknya patah. Untuk itu, ia memohon kepada beliau agar diberi pedang yang lain. Nabi Muhammad kemudian memberi sebilah kayu. 

"Berperanglah dengan menggunakan (kayu) ini, wahai Ukasyah!", kata Nabi Muhammad.

Diambillah kayu tersebut oleh Ukasyah bin Mihshan. Kayu kemudian digerak-gerakkan, seolah-olah ia sedang menggerak-gerakkan pedang. Di sinilah mukjizat itu terjadi. Kayu yang digerak-gerakkan itu berubah menjadi pedang panjang, berwarna putih, tajam, dan sangat kuat. Pedang ini kemudian diberi nama Al-Aun, yang berarti pertolongan Allah.

Ukasyah bin Mihshan maju ke medan perang lagi. Ia menerobos barisan musuh hingga kemenangan diraih oleh pasukan muslim. 

Seusai Perang Badar, pedang yang berasal dari kayu tadi disimpan oleh Ukasyah bin Mihshan. Selanjutnya, pedang tersebut selalu digunakan sebagai senjata oleh Ukasyah bin Mihshan saat perang terjadi lagi. Tatkala Abu Bakar menjadi khalifah, pedang tersebut juga digunakan oleh Ukasyah bin Mihshan sebagai senjata perang. Ia gugur sebagai syuhada dalam peperangan melawan kemurtadan di masa khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq.

 

 

 

DAFTAR ACUAN

 

 

 

Manshur bin Nashir Al-‘Awaji. 2014. 45 Mukjizat Nabi. Solo: Kiswah Media.

 

Martin Lings. 2018.  Muhammad, Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik. Cetakan Ke-3. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

 

Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri. 2014. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 

 

Ummu Rumaisha. 2015. 77 Cahaya Cinta di Madinah: Kisah Cinta Paling Mengharukan Para Sahabat. Surakarta: Al Qudwah Publishing.