Di daerah yang
bernama Al-Ahqaf, suatu daerah yang terletak antara Yaman dan Oman saat ini,
tinggallah kaum ‘Ād yang menempati kawasan tanjung[1])
dengan bukit-bukit berpasir. Wilayahnya yang menjorok ke laut dikenal dengan
nama as-Syahr, sedang lembah tempat mereka tinggal bernama Mughits.
Nama
kaum ‘Ād diambil dari
nama salah seorang leluhur mereka yang bernama ‘Ād. Kaum ini hidup sesudah kaum Nabi Nuh.
Menurut Siti Zainab Luxfiati, kaum ‘Ād
sebenarnya masih merupakan anak keturunan Nabi Nuh, tapi mereka tidak mendapat
pengajaran secara langsung dari beliau. Para ahli tafsir dan sejarawan
berbeda-beda dalam menyebutkan silsilah ‘Ād. Ada yang menyebutkan ‘Ād bin Aus
bin Irmi bin Shalih bin Al-Fahsyada bin Sam bin Nuh; namun ada juga yang
mengatakan ‘Ād bin Audh bin Irm bin Sam bin Nuh.
Kaum ‘Ād diberi
kelebihan oleh Allah, seperti memiliki tubuh yang besar, tegap, dan gagah. Yang
laki-laki berwajah tampan, sedang perempuannya berparas cantik. Mereka
dikarunia tanah yang subur lengkap dengan sarana irigasi yang baik. Air seolah
memancar dari segenap penjuru untuk menyirami dan menyuburkan tanah pertanian
dan perkebunan mereka. Mereka juga termasuk kaum yang berperadaban tinggi. Di mana-mana
tampak rumah-rumah dan bangunan mewah. Sebelumnya, belum ada kaum semaju kaum ‘Ād.
Sayangnya, dengan memiliki kelebihan tersebut, mereka justru menjadi sombong.
Mereka merasa tak ada kaum lain yang hebat dan kuat seperti kaumnya pada saat itu.
Padahal kehebatan, kekuatan, dan kebesaran mereka, semua karena karunia Allah.
Tidakkah
engkau (Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap (kaum) ‘Ād, (yaitu)
penduduk Iram (ibukota kaum ‘Ād) yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu kota)
seperti itu di negeri-negeri lain (Al-Qur’an
Surat Fajr ayat 6-8).
Maka adapun kaum ‘Ād,
mereka menyombongkan diri di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran dan mereka
berkata, “Siapakah yang lebih hebat kekuatannya dari kami?” Tidakkah mereka
memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang menciptakan mereka. Dia lebih hebat
kekuatan-Nya dari mereka? Dan mereka telah mengingkari tanda-tanda (kebesaran)
Kami (Al-Qur’an Surat Fushshilat ayat 15).
Kesombongan itulah
yang mengantarkan kaum ‘Ād pada kehancuran. Mereka lupa bahwa semua kelebihan
yang mereka miliki berasal dari Allah. Oleh karena itu, sudah seharusnya mereka
menyembah Allah. Akan tetapi akal sehat mereka telah dibelenggu oleh setan yang
lihai, sehingga mereka memandang baik perbuatan menyembah berhala. Itulah
sebabnya Allah mengutus Nabi Hud untuk memperingatkan kaumnya yang telah
menyimpang.
Ketika Nabi Hud
mengingatkan mereka, mereka justru mendustakannya.
“Wahai kaumku! Sembahlah Allah!
Tidak ada “Tuhan” bagimu selain Allah. Mengapa kamu tidak bertakwa?”
“Sesungguhnya kami memandang
kamu benar-benar kurang waras. Kami kira kamu termasuk orang-orang yang
berdusta”, kata pemuka-pemuka orang kafir tersebut.
Kaum ‘Ād betul-betul menolak
ajakan Nabi Hud.
“Sama saja bagi kami, apakah engkau
memberi nasihat atau tidak memberi nasihat, agama kami ini tidak lain hanyalah
adat kebiasaan orang-orang terdahulu, dan
kami sama sekali tidak akan diazab”,
kata kaum ‘Ād pongah.
Tak hanya sekedar menolak
ajakan Nabi Hud. Orang-orang kafir itu juga mengolok-olok Nabi Hud, seperti
menganggap gila, bodoh, pembohong, dan sebagainya. Meskipun demikian, Nabi Hud
tetap sabar dalam berdakwah. Beliau tidak jemu-jemunya mengajak mereka untuk
menyembah Allah. Akan tetapi mereka betul-betul keras kepala. Mereka lebih
senang menyembah “Tuhan-Tuhan” mereka, seperti Shamud, Shada, Al-Hattar, dan Al-Haba,
yakni berhala-berhala yang mereka sembah.
Sebagai kaum yang memiliki peradaban
tinggi, mestinya mereka mau diajak untuk meninggalkan penyembahan terhadap
berhala yang tidak mampu menolong dirinya sendiri, apalagi menolong para
penyembahnya. Akan tetapi kesombongannya telah menutupi hatinya sehingga
memandang baik apa yang mereka lakukan. Selain menolak ajakan dan mengolok-olok
Nabi Hud, mereka juga menantang beliau untuk mendatangkan azab.
Mereka menjawab, “Apakah engkau datang
kepada kami untuk memalingkan kami dari (menyembah) ‘Tuhan-Tuhan’ kami? Maka
datangkanlah kepada kami azab yang telah engkau ancamkan kepada kami jika engkau
termasuk orang yang benar (Al-Qur’an Surat Al-Ahqāf ayat 22).
Akibat ucapannya yang
menganggap dirinya tidak akan diazab, maka Allah tunjukkan kekuasaan-Nya kepada
kaum ‘Ād yang kufur. Allah sengaja tidak langsung mengazab kaum ‘Ād dengan azab
yang pedih, tapi masih memberi waktu dan peringatan agar mereka mau kembali
pada ajaran yang dibawakan oleh Nabi Hud. Allah membuat daerah yang mereka
tempati mengalami kekeringan.
“Mengapa terjadi kekeringan ini, wahai Hud?”,
tanya kaum ‘Ād saat menemui Nabi Hud.
“Sesungguhnya Allah murka
kepada kalian. Jika kalian beriman, maka Allah akan rido terhadap kalian dan
menurunkan hujan untuk kalian”, jawab Nabi Hud.
Lagi-lagi kaum ‘Ād tidak
percaya pada apa yang disampaikan oleh Nabi Hud. Akhirnya, Allah kirimkan awan
yang menuju ke lembah-lembah tempat mereka tinggal. Meskipun itu adalah
tanda-tanda datangnya azab, ternyata mereka menganggap bahwa awan tersebut adalah
awan yang akan menurunkan hujan.
“Inilah awan yang akan
menurunkan hujan kepada kita”, kata kaum ‘Ād.
“Bukan! Itu justru azab yang
kamu minta agar disegerakan datangnya. Itu adalah angin yang membawa azab yang
pedih, yang menghancurkan segala yang ia lewati atas izin Allah”, jawab Nabi
Hud.
Ternyata dugaan mereka salah,
dan perkataan Nabi Hud terbukti. Awan yang dikira akan menurunkan hujan, justru
mendatangkan angin yang sangat dingin dan bertiup kencang. Keadaan seperti ini
Allah timpakan kepada kaum ‘Ād selama 7 malam 8 hari secara terus-menerus tanpa
henti. Kaum ‘Ād yang congkak itupun ketakutan dan lari mencari perlindungan. Namun
rumah-rumah mewah mereka yang dijadikan tempat berlindung itupun bertumbangan tanpa
ada yang mampu menahannya. Akhirnya mereka mati bergelimpangan karena tidak
kuat menahan dingin dan kencangnya tiupan angin. Jasad mereka seakan-akan tunggul-tunggul
pohon kurma yang telah lapuk. Hanya Nabi Hud dan orang-orang beriman yang
diselamatkan Allah.
Daftar
Acuan
1.
Buku
Agus Mustofa. Tanpa Angka
Tahun. Menuai Bencana. Surabaya: Padma Press.
Dewi
Astuti dkk. Tanpa Angka Tahun. Si
Penyebar Fitnah, 38 Pelajaran Hidup dari Orang-Orang Pilihan. Jakarta:
Penerbit Kalil (Imprint PT Gramedia Pustaka Utama.
Fatchur Rochman AR.
1995. Kisah-Kisah Nyata dalam Al-Qur’an.
Surabaya: Apollo.
Hamid bin Ahmad.
2010. Hukuman dan Azab bagi Mereka yang Zalim. Surabaya: Amelia.
H.
Muhammad Yusuf bin Abdurrahman. 2013. Para Pembangkang, Kisah-Kisah Kaum
Terdahulu yang Dibinasakan Allah. Jogjakarta: Diva Press.
Ibnu Katsir. 2015. Qishashul
Anbiya’ (Kisah Para Nabi). Terjemahan: Moh. Syamsi Hasan. Surabaya:
Amelia.
Labib
Mz. dan Maftuh Ahnan. 1983. Mutiara Kisah
25 Nabi Rasul. Gresik: CV Bintang Pelajar.
Maftan.
2005. Kisah 25 Nabi & Rasul.
Jakarta: Sandro Jaya.
Moh.
Rifai. 1976. Riwayat 25 Nabi dan Rasul.
Semarang: CV. Tohaputra.
Muhammad Fairus NA. 2011. Koleksi Kisah 25 Nabi. Surabaya: Pustaka Media.
Said Yusuf Abu Azis. 2005. Azab Allah bagi
Orang-orang Zalim. Bandung: Pustaka Setia.
Siti Zainab Luxfiati.
2007. Cerita Teladan 25 Nabi. Jilid
1. Jakarta: Dian Rakyat.
Ust.
Fatihuddin Abul Yasin. 1997. Kisah
Teladan 25 Nabi & Rasul. Surabaya: Terbit Terang.
2.
Internet
https://id.wikipedia.org/wiki/Kaum_%27Ad#
http://quran.bblm.go.id/
[1])
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
kata tanjung diartikan ‘tanah (ujung) atau pegunungan yang menganjur ke laut
(ke danau)’.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar