Rabu, 20 April 2022

ANGIN DINGIN DAN KENCANG ITU MEMBINASAKAN PARA PENYEMBAH BERHALA


 

Di daerah yang bernama Al-Ahqaf, suatu daerah yang terletak antara Yaman dan Oman saat ini, tinggallah kaum ‘Ād yang menempati kawasan tanjung[1]) dengan bukit-bukit berpasir. Wilayahnya yang menjorok ke laut dikenal dengan nama as-Syahr, sedang lembah tempat mereka tinggal bernama Mughits.

Nama kaum ‘Ād diambil dari nama salah seorang leluhur mereka yang bernama ‘Ād Kaum ini hidup sesudah kaum Nabi Nuh. Menurut Siti Zainab Luxfiati, kaum ‘Ād sebenarnya masih merupakan anak keturunan Nabi Nuh, tapi mereka tidak mendapat pengajaran secara langsung dari beliau. Para ahli tafsir dan sejarawan berbeda-beda dalam menyebutkan silsilah ‘Ād. Ada yang menyebutkan ‘Ād bin Aus bin Irmi bin Shalih bin Al-Fahsyada bin Sam bin Nuh; namun ada juga yang mengatakan ‘Ād bin Audh bin Irm bin Sam bin Nuh.

Kaum ‘Ād diberi kelebihan oleh Allah, seperti memiliki tubuh yang besar, tegap, dan gagah. Yang laki-laki berwajah tampan, sedang perempuannya berparas cantik. Mereka dikarunia tanah yang subur lengkap dengan sarana irigasi yang baik. Air seolah memancar dari segenap penjuru untuk menyirami dan menyuburkan tanah pertanian dan perkebunan mereka. Mereka juga termasuk kaum yang berperadaban tinggi. Di mana-mana tampak rumah-rumah dan bangunan mewah. Sebelumnya, belum ada kaum semaju kaum ‘Ād. Sayangnya, dengan memiliki kelebihan tersebut, mereka justru menjadi sombong. Mereka merasa tak ada kaum lain yang hebat dan kuat seperti kaumnya pada saat itu. Padahal kehebatan, kekuatan, dan kebesaran mereka, semua karena karunia Allah.

 

Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap (kaum) ‘Ād, (yaitu) penduduk Iram (ibukota kaum ‘Ād) yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu di negeri-negeri lain (Al-Qur’an Surat Fajr ayat 6-8).

 

Maka adapun kaum ‘Ād, mereka menyombongkan diri di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran dan mereka berkata, “Siapakah yang lebih hebat kekuatannya dari kami?” Tidakkah mereka memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang menciptakan mereka. Dia lebih hebat kekuatan-Nya dari mereka? Dan mereka telah mengingkari tanda-tanda (kebesaran) Kami (Al-Qur’an Surat Fushshilat ayat 15).

 

Kesombongan itulah yang mengantarkan kaum ‘Ād pada kehancuran. Mereka lupa bahwa semua kelebihan yang mereka miliki berasal dari Allah. Oleh karena itu, sudah seharusnya mereka menyembah Allah. Akan tetapi akal sehat mereka telah dibelenggu oleh setan yang lihai, sehingga mereka memandang baik perbuatan menyembah berhala. Itulah sebabnya Allah mengutus Nabi Hud untuk memperingatkan kaumnya yang telah menyimpang.

Ketika Nabi Hud mengingatkan mereka, mereka justru mendustakannya.

“Wahai kaumku! Sembahlah Allah! Tidak ada “Tuhan” bagimu selain Allah. Mengapa kamu tidak bertakwa?”

“Sesungguhnya kami memandang kamu benar-benar kurang waras. Kami kira kamu termasuk orang-orang yang berdusta”, kata pemuka-pemuka orang kafir tersebut.

Kaum ‘Ād betul-betul menolak ajakan Nabi Hud.

“Sama saja bagi kami, apakah engkau memberi nasihat atau tidak memberi nasihat, agama kami ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang-orang terdahulu, dan kami sama sekali tidak akan diazab”, kata kaum ‘Ād pongah.

Tak hanya sekedar menolak ajakan Nabi Hud. Orang-orang kafir itu juga mengolok-olok Nabi Hud, seperti menganggap gila, bodoh, pembohong, dan sebagainya. Meskipun demikian, Nabi Hud tetap sabar dalam berdakwah. Beliau tidak jemu-jemunya mengajak mereka untuk menyembah Allah. Akan tetapi mereka betul-betul keras kepala. Mereka lebih senang menyembah “Tuhan-Tuhan” mereka, seperti Shamud, Shada, Al-Hattar, dan Al-Haba, yakni berhala-berhala yang mereka sembah.

Sebagai kaum yang memiliki peradaban tinggi, mestinya mereka mau diajak untuk meninggalkan penyembahan terhadap berhala yang tidak mampu menolong dirinya sendiri, apalagi menolong para penyembahnya. Akan tetapi kesombongannya telah menutupi hatinya sehingga memandang baik apa yang mereka lakukan. Selain menolak ajakan dan mengolok-olok Nabi Hud, mereka juga menantang beliau untuk mendatangkan azab.

 

Mereka menjawab, “Apakah engkau datang kepada kami untuk memalingkan kami dari (menyembah) ‘Tuhan-Tuhan’ kami? Maka datangkanlah kepada kami azab yang telah engkau ancamkan kepada kami jika engkau termasuk orang yang benar (Al-Qur’an Surat Al-Ahqāf ayat 22).

 

Akibat ucapannya yang menganggap dirinya tidak akan diazab, maka Allah tunjukkan kekuasaan-Nya kepada kaum ‘Ād yang kufur. Allah sengaja tidak langsung mengazab kaum ‘Ād dengan azab yang pedih, tapi masih memberi waktu dan peringatan agar mereka mau kembali pada ajaran yang dibawakan oleh Nabi Hud. Allah membuat daerah yang mereka tempati mengalami kekeringan.

 “Mengapa terjadi kekeringan ini, wahai Hud?”, tanya kaum ‘Ād saat menemui Nabi Hud.  

“Sesungguhnya Allah murka kepada kalian. Jika kalian beriman, maka Allah akan rido terhadap kalian dan menurunkan hujan untuk kalian”, jawab Nabi Hud.

Lagi-lagi kaum ‘Ād tidak percaya pada apa yang disampaikan oleh Nabi Hud. Akhirnya, Allah kirimkan awan yang menuju ke lembah-lembah tempat mereka tinggal. Meskipun itu adalah tanda-tanda datangnya azab, ternyata mereka menganggap bahwa awan tersebut adalah awan yang akan menurunkan hujan.

“Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kita”, kata kaum ‘Ād.

“Bukan! Itu justru azab yang kamu minta agar disegerakan datangnya. Itu adalah angin yang membawa azab yang pedih, yang menghancurkan segala yang ia lewati atas izin Allah”, jawab Nabi Hud.

Ternyata dugaan mereka salah, dan perkataan Nabi Hud terbukti. Awan yang dikira akan menurunkan hujan, justru mendatangkan angin yang sangat dingin dan bertiup kencang. Keadaan seperti ini Allah timpakan kepada kaum ‘Ād selama 7 malam 8 hari secara terus-menerus tanpa henti. Kaum ‘Ād yang congkak itupun ketakutan dan lari mencari perlindungan. Namun rumah-rumah mewah mereka yang dijadikan tempat berlindung itupun bertumbangan tanpa ada yang mampu menahannya. Akhirnya mereka mati bergelimpangan karena tidak kuat menahan dingin dan kencangnya tiupan angin. Jasad mereka seakan-akan tunggul-tunggul pohon kurma yang telah lapuk. Hanya Nabi Hud dan orang-orang beriman yang diselamatkan Allah.

 

 

 

Daftar Acuan

 

 

1.   Buku

 

Agus Mustofa. Tanpa Angka Tahun.  Menuai Bencana. Surabaya: Padma Press.

 

Dewi Astuti dkk. Tanpa Angka Tahun. Si Penyebar Fitnah, 38 Pelajaran Hidup dari Orang-Orang Pilihan. Jakarta: Penerbit Kalil (Imprint PT Gramedia Pustaka Utama.

 

Fatchur Rochman AR. 1995. Kisah-Kisah Nyata dalam Al-Qur’an. Surabaya: Apollo.

 

Hamid bin Ahmad. 2010. Hukuman dan Azab bagi Mereka yang Zalim. Surabaya: Amelia.

 

H. Muhammad Yusuf bin Abdurrahman. 2013. Para Pembangkang, Kisah-Kisah Kaum Terdahulu yang Dibinasakan Allah. Jogjakarta: Diva Press.

 

Ibnu Katsir. 2015. Qishashul Anbiya’ (Kisah Para Nabi). Terjemahan: Moh. Syamsi Hasan. Surabaya: Amelia. 

 

Labib Mz. dan Maftuh Ahnan. 1983. Mutiara Kisah 25 Nabi Rasul. Gresik: CV Bintang Pelajar.

 

Maftan. 2005. Kisah 25 Nabi & Rasul. Jakarta: Sandro Jaya.

 

Moh. Rifai. 1976. Riwayat 25 Nabi dan Rasul. Semarang: CV. Tohaputra.

 

Muhammad Fairus NA. 2011. Koleksi Kisah 25 Nabi. Surabaya: Pustaka Media.

 

Said Yusuf Abu Azis. 2005. Azab Allah bagi Orang-orang Zalim. Bandung: Pustaka Setia. 

 

Siti Zainab Luxfiati. 2007. Cerita Teladan 25 Nabi. Jilid 1. Jakarta: Dian Rakyat.

 

Ust. Fatihuddin Abul Yasin. 1997. Kisah Teladan 25 Nabi & Rasul. Surabaya: Terbit Terang.

 

 

2.  Internet

 

https://id.wikipedia.org/wiki/Kaum_%27Ad#

 

https://kbbi.web.id/tanjung

 

http://quran.bblm.go.id/

 

https://quran.kemenag.go.id/

 

 

 



[1]) Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata tanjung diartikan ‘tanah (ujung) atau pegunungan yang menganjur ke laut (ke danau)’.

Tidak ada komentar :