Senin, 10 April 2023

NASIHAT LUQMAN KEPADA ANAKNYA

  

 

Al-Qur’an mengajarkan banyak hal kepada kita, salah satunya adalah mengajarkan tentang cara mendidik anak. Meskipun Al-Qur’an bukan buku parenting, tetapi di dalamnya banyak ayat yang mengajarkan kepada kita tentang bagaimana cara mendidik anak yang baik. Al-Qur’an Surat Luqman ayat 12-19 misalnya, menginformasikan kepada kita tentang bagaimana Luqman atau Luqmanul Hakim mendidik anak.

Siapa sebenarnya Luqman, sehingga namanya diabadikan sebagai nama surat ke-31 dalam Al-Qur’an, dan nasihat-nasihatnya dijadikan teladan bagi manusia yang hidup sesudah beliau?

Terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama tentang siapa sebenarnya Luqman, seperti dari mana asal beliau, fisik beliau, maupun nasabnya. Meskipun demikian, kebanyakan ulama sepakat bahwa Luqman bukanlah nabi, melainkan seorang laki-laki yang shaleh, ahli ibadah, memiliki pengetahuan dan hikmah yang luas. 

Bahwa Luqman bukan seorang nabi, dapat kita ketahui dari hadits yang diriwayatkan oleh Al-Qurthuby.

Dari Ibnu Abbas RA. berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Luqman bukanlah  seorang nabi, tetapi beliau adalah seorang hamba yang banyak berpikir secara bersih dan penuh keyakinan sehingga ia mencintai Allah dan Allah pun mencintainya, maka dilimpahkan kepadanya al-Hikmah” (HR. Al-Qurthuby).

Meskipun Luqman bukan seorang nabi, tapi cintanya kepada Allah tak dapat diragukan, sehingga Allah pun mencintainya, bahkan Allah melimpahkan hikmah kepadanya.

Luqman adalah sosok orang tua panutan, yang kecintaannya kepada Allah tak hanya untuk dirinya sendiri, tapi ia wariskan juga kepada anak-anaknya dalam bentuk nasihat yang disampaikan dengan cara bijak dan penuh hikmah. Tak mengherankan jika namanya diabadikan sebagai nama surat dalam Al-Qur’an.

Adapun nasihat Luqman kepada anakya adalah:

 

1. Jangan Mempersekutukan Allah 

 

Syirik adalah dosa yang paling besar. Bahkan dosa syirik tidak akan diampuni selama pelakunya tidak bertobat dan tidak kembali ke jalan Allah. Itulah sebabnya Luqman berpesan dengan sungguh-sungguh kepada anaknya, agar dosa yang paling besar itu tidak menimpa anaknya. Luqman mengatakan,

Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar” (Al-Qur’an Surat Luqman ayat 13).

 

2. Berbakti Kepada Kedua Orang Tua  

 

Kita tahu, bagaimana sengsaranya ibu mengandung, melahirkan, menyusui, dan memelihara anaknya. Begitu juga betapa berat dan susahnya seorang ayah berusaha mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya. Itulah sebabnya kita harus menyadari bahwa pengorbanan kedua orang tua kepada kita tak pernah dapat diganti dengan materi. Untuk itu, kita wajib berbakti kepada kedua orang tua. Jalankan apa yang diperintahkan kedua orang tua, sepanjang mereka tidak meminta kita untuk berbuat syirik. Jika mereka memerintahkan kita untuk berbuat syirik, kita tidak boleh mengikuti perintahnya. Namun demikian, kita tetap wajib berbuat baik kepada mereka.

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu-bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan (Al-Qur’an Surat Luqman 14-15).


3. Sadar bahwa Setiap Perbuatan Akan Mendapat Balasan

 

Luqman menyadari bahwa setiap jiwa akan mendapat balasan atas apa yang telah dilakukan. Oleh karena itu, Luqman menasihati anaknya agar selalu ingat bahwa suatu perbutan, meskipun hanya seberat biji sawi, Allah akan memberikan balasan atas perbuatan tersebut.

(Luqman berkata): Hai anakku, sesungguhnya jika ada (suatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui” (Al-Qur’an Surat Luqman 16).

 

4. Dirikanlah Shalat, Berbuatlah Kebaikan, Cegahlah Kemungkaran, dan    Bersabarlah

 

Shalat tidak hanya diperintahkan kepada Nabi Muhammad. Nabi-nabi sebelumnya juga diperintahkan untuk shalat oleh Allah, atau nabi-nabi sebelumnya dan orang-orang shaleh terdahulu juga melaksanakan shalat. Hanya saja, shalat mereka berbeda dengan shalat yang dilakukan Nabi Muhammad dan umatnya. Dalam bukunya yang berjudul Sejarah Ibadah, Menelusuri Asal-Usul Memantapkan Penghambaan, Syahruddin El-Fikri mengatakan bahwa shalat berasal dari bahasa Arab yang berarti doa, dan doa adalah permohonan.

Bahwa para nabi atau orang shaleh terdahulu diperintahkan melaksanakan shalat atau mereka juga melaksanakan shalat, dapat diketahui dari beberapa ayat dalam Al-Qur’an. Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, dan Nabi Ishaq juga mendirikan shalat (Al-Qur’an Surat Ibrahim ayat 37, 40). Nabi Musa dan Nabi Harun juga diperintahkan Allah untuk mendirikan shalat (Al-Qur’an Surat Yunus ayat 87). Nabi Daud bahkan bertasbih bersama gunung-gunung dan burung-burung (Al-Qur’an Surat Shad ayat 18-20). Nabi Zakaria juga mendirikan shalat (Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 39). Nabi Isa juga diperintahkan shalat (Al-Qur’an Surat Maryam ayat 30-33). Bahkan Luqman yang bukan nabi juga menasihati anaknya agar mendirikan shalat (Al-Qur’an Surat Luqman 17).

Dengan mengerjakan shalat, kata Ibnu Katsir dalam tafsirnya, sesungguhnya manusia telah berusaha menjalankan yang ma’ruf dan meninggalkan kemungkaran. Untuk menjalankan yang ma’ruf dan meninggalkan yang mungkar, sudah pasti akan banyak mendapatkan gangguan dari orang lain. Oleh karena itu, Luqman berpesan kepada anaknya untuk tetap bersabar.

“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)” (Al-Qur’an Surat Luqman 17).

 

5. Jangan Sombong

 

Dalam bukunya yang berjudul Hati: Kedudukan, Keadaan, Penyakit, dan Pengobatannya, Al Ustadz Ahmad Izzuddin Al Bayanuniy mengatakan bahwa sombong adalah condong kepada melihat diri dalam suatu kedudukan di atas kedudukan orang yang menyainginya. Obatnya adalah mengerti bahwa kedudukan-kedudukan itu tidak dikenal di sisi Allah, dan boleh jadi orang yang disombongi itu lebih dicintai Allah daripada orang yang sombong dan merasa tinggi tersebut.

Sebagai orang yang shaleh, Luqman tahu bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Itulah sebabnya, Luqman menasihati anaknya agar jangan sombong.

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri(Al-Qur’an Surat Luqman 18).

 

6. Sederhanalah dalam Berjalan dan Lembutkan Suaramu

 

Luqman menasihati anaknya agar sederhana dalam berjalan. Yang dimaksud dengan sederhana dalam berjalan, menurut Departemen Agama dalam catatan kakinya di buku Al-Qur'an dan Terjemahan-nya: Al-Jumanatul 'Ali, Seuntai Mutiara yang Mahaluhur, adalah ketika berjalan janganlah terlampau cepat dan jangan pula terlalu lambat. Berjalanlah dengan sopan dan merendahkan diri. Tidak memakai pakaian dan perhiasan secara berlebihan, tetapi tidak juga rendah diri.

Sementara jika berbicara, Luqman menasihati anaknya agar melembutkan suara, jangan seperti keledai. Menurut Ibnu Asyur, suara yang paling mungkar adalah suara keledai. Itulah yang melatarbelakangi perintah untuk merendahkan suara. Berteriak dianggap mirip dengan suara keledai, mengingat suara keledai adalah suara yang paling buruk. Berteriak-teriak ketika berbicara mirip seperti ringkikan keledai yang menunjukkan bahwa berteriak-teriak termasuk kemungkaran. Ibnu Katsir mengatakan bahwa maksud ayat yang memerintahkan agar melunakkan suara adalah janganlah berbicara keras dalam hal yang tidak bermanfaat, karena sejelek-jelek suara adalah suara keledai. Dalam hal ini Mujahid menyebutkan bahwa sejelek-jelek suara adalah suara keledai. Barang siapa berbicara dengan suara keras, berarti ia mirip dengan keledai dalam hal mengeraskan suara, dan suara seperti itu dibenci oleh Allah. Sementara Syaikh As Sa’di mengatakan, seandainya mengeraskan suara dianggap ada faedah dan manfaatnya, tentu tidak dinyatakan secara khusus dengan suara keledai yang sudah diketahui jelek dan menunjukkan kelakuan orang bodoh.

Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai (Al-Qur’an Surat Luqman 19).

 

Itulah nasihat Luqman kepada anaknya yang penuh dengan hikmah. Nasihat-nasihat tersebut tak hanya berlaku bagi anak-anak Luqman, tapi juga sangat baik untuk diterapkan kepada anak-anak kita agar dapat menjadi anak yang shaleh dan bijaksana.

 

 

Daftar Acuan

 

1. Buku

Al Ustadz Ahmad Izzuddin Al Bayanuniy. 1994. Hati: Kedudukan, Keadaan, Penyakit, dan Pengobatannya. Jakarta: Granada Nadia.

Departemen Agama RI. 2004. Al-Qur'an dan Terjemahan-nya: Al-Jumanatul 'Ali, Seuntai Mutiara yang Mahaluhur. Bandung: J-Art.

Dewi Astuti dkk. Tanpa Angka Tahun. Si Penyebar Fitnah, 38 Pelajaran Hidup dari Orang-Orang Pilihan. Jakarta: Penerbit Kalil (Imprint PT Gramedia Pustaka Utama.

Imail Thoib dan Moh. Asyiq Amrullah (editor). 2004. Membangun Anak Negeri, Kumpulan Khotbah Jumat Peduli Anak. Mataram: Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Nusa Tenggara Barat.

Nur Kholish Rif’ani. 2017. Teladan Rasulullah SAW dalam Mendidik Anak. Yogyakarta: Semesta Hikmah.

Syahruddin El-Fikri. 2014. Sejarah Ibadah, Menelusuri Asal-Usul Menantapkan Penghambaan. Jakarta: Republika.

 

2. Internet

https://suaraaisyiyah.id/keteladanan-luqman-al-hakim-dalam-pendidikan-anak/

https://www.facebook.com/notes/mulyono-atmosiswartoputra/keledai/10216736107537256/

Tidak ada komentar :