Perjalanan hijrah Nabi Muhammad dari Makkah ke
Yatsrib (sebelum nama itu diubah menjadi Madinah Al-Munawwarah oleh Nabi
Muhammad setelah beliau tinggal di kota tersebut), adalah perjalanan panjang
penuh liku. Berbagai rintangan menghadang di depannya dengan nyawa sebagai
taruhannya. Meski demikian, Allah senantiasa menjaga beliau dari rencana jahat kaum
kafir Quraisy. Belum lagi teriknya matahari saat siang hari di padang pasir
yang membakar tubuh, dan dinginnya udara di malam hari, menambah beratnya
perjalanan hijrah beliau.
Tatkala perjalanan sampai di daerah Qadid, Nabi
Muhammad yang ditemani oleh Abu Bakar, dan
Abdullah bin Uraiqith yang bertindak sebagai pemandu jalan, mengalami
kekurangan bekal. Saat itu mereka melihat sebuah tenda berdiri di atas pasir di
tengah sahara. Singgahlah mereka ke tenda tersebut untuk beristirahat sejenak
sekaligus mempersiapkan perbekalan. Di tenda tersebut terdapat seorang
perempuan bernama Ummu Ma’bad.
Nama
asli perempuan itu adalah Atikah binti Khalid Al-Khuza’iyah. Ia biasa
dipanggil Ummu Ma’bad, karena memiliki anak bernama Ma’bad. Ummu Ma’bad artinya
ibu dari anak yang bernama Ma’bad.
Ummu Ma’bad menikah dengan saudara sepupunya yang biasa dipanggil Abu
Ma’bad, artinya ayah dari anak yang bernama Ma’bad.
Ummu Ma’bad adalah seorang perempuan yang sopan dan baik hati. Ia sangat dermawan, suka memberi sesuatu kepada orang-orang yang singgah di tendanya. Suaminya, Abu Ma'bad, setiap pagi selalu membawa kambing-kambingnya ke tempat yang ada rumput atau tetumbuhan yang bisa dimakan kambing. Ia baru kembali ke tendanya sore hari.
Hari itu, ketika Ummu Ma’bad kedatangan tamu yang belum
dikenalnya, ada peristiwa yang menakjubkan.
“Apakah engkau memiliki sesuatu yang dapat kami
beli?”, tanya Nabi Muhammad kepada Ummu Ma’bad.
“Kalau kami memiliki sesuatu, tentu kalian tidak
usah membelinya”, jawab Ummu Ma’bad. “Saat ini musim paceklik. Kami tidak memiliki
sesuatu yang dapat kami suguhkan kepada tamu-tamu kami”, lanjutnya.
Nabi Muhammad mengalihkan pandangan ke samping
tenda. Seekor kambing betina terlihat di sana. Sangat kurus.
“Ada apa dengan kambing itu?”, tanya Nabi
Muhammad.
“Dia tertinggal dari kambing-kambing yang lain.
Dia lemah”.
“Apakah dia masih mengeluarkan susu?”
“Tidak”.
“Apakah boleh saya mêmêrah susunya?”
“Silakan, jika menurutmu dia bisa mengeluarkan
susu”.
Dengan menyebut nama Allah dan berdoa, Nabi
Muhammad mengusap kantong kelenjar susu kambing kurus yang tertinggal sendiri
di tenda Ummu Ma’bad. Begitu kantong kelenjar susu kambing itu diusap, tiba-tiba
menggelembung seperti kantong kelenjar susu kambing yang sedang menyusui.
Nabi Muhammad meminta bejana besar kepada Ummu
Ma’bad. Diambillah bejana dari dalam tendanya dan kemudian diberikan kepada tamunya.
Nabi Muhammad mêmêrah susu kambing hingga memenuhi bejana. Tak terlintas dalam
benak Ummu Ma’bad bahwa kambingnya yang kurus itu kini mengeluarkan susu
banyak.
Nabi Muhammad menyodorkan susu kambing yang baru
saja diperah kepada Ummu Ma’bad. Ummu Ma’bad diminta untuk meminum susu terlebih
dahulu. Ummu Ma’bad pun minum hingga puas. Setelah itu, Nabi Muhammad
memberikan susu tadi kepada Abu Bakar dan Abddullah bin Uraiqiht, untuk
diminum. Sesudah semuanya minum, barulah Nabi Muhammad minum.
Selesai minum, Nabi Muhammad kembali mêmêrah
susu kambing tersebut. Setelah bejana penuh berisi susu, Nabi Muhammad
menyerahkannya kepada Ummu Ma’bad. Rombongan Nabi Muhammad pun berpamitan untuk
melanjutkan perjalanan.
Sewaktu Abu Ma’bad pulang, dia terkejut melihat
ada susu di tendanya.
“Dari mana kau dapatkan susu ini, wahai
istriku?”, tanya Abu Ma’bad. “Di tempat kita tidak ada kambing yang dapat
diperah susunya”, lanjutnya.
“Tadi ada laki-laki yang sangat baik, lewat dan
singgah di rumah kita”.
“Coba ceritakan kepadaku, bagaimana ciri-ciri
laki-laki tadi?”.
“Orangnya tampan dan bersinar. Akhlaknya bagus.
Perutnya rata dan kepalanya tidak terlalu besar. Kedua bola matanya hitam.
Alisnya panjang dan melengkung. Bercelak. Rambutnya sangat hitam, lehernya panjang,
dan jenggotnya lebat”, Ummu Ma’bad menggambarkan keadaan laki-laki yang baru
saja dilihatnya tadi.
Abu Ma’bad mendengarkan dengan serius.
“Bila dia diam, terlihat tenang dan berwibawa.
Jika sedang berbicara tampak kehebatannya. Tutur katanya manis dan ramah. Tidak
sedikit kata-katanya dan tidak pula berlebihan. Ucapannya bak untaian mutiara
yang tersusun rapi. Perawakannya sedang, tidak tinggi, tidak pula pendek. Dia
seperti pertengahan antara dua dahan. Dia yang paling tampan dan paling muda
dari teman-temanya yang lain. Dia memiliki teman-teman yang mengelilinginya.
Bila dia bicara, mereka mendengarkan ucapannya dengan baik. Bila dia
memerintahkan sesuatu, mereka dengan segera melayani dan menaati perintahnya.
Dia tak pernah bermuka masam dan tak pernah mencela”, Ummu Ma’bad menambahkan
apa yang sudah dikatakan di awal.
“Demi Allah, dialah orang yang selama ini
dibicarakan orang-orang Quraisy”, ucap Abu Ma’bad penuh keyakinan. “Aku ingin menjadi sahabatnya”, lanjut Abu Ma’bad.
Mendengar ucapan suaminya, Ummu Ma’bad merasa
menyesal karena tak mengenali siapa tamunya tadi.
Menurut riwayat, selang beberapa bulan dari peristiwa
tersebut, Abu Ma’bad dan Ummu Ma’bad menyusul Nabi Muhammad ke Yatsrib atau
Madinah. Mereka berdua menghadap Nabi Muhammad dan menyatakan masuk Islam. Sementara
kambing yang diperah susunya oleh Nabi Muhammad berumur panjang, serta selalu
mengeluarkan susu bila diperah. Kambing tersebut hidup sampai saat Umar bin Khaththab
menjadi khalifah.
Daftar Acuan
Awang
Surya. 2017. Berjuta Jalan Menggapai
Pertolongan Allah, Kumpulan Kisah Berhikmah dari Orang-Orang Pilihan Allah.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Bassam
Muhammad Hamami. 2015. 39 Tokoh Wanita
Pengukir Sejarah Islam. Jakarta: Qisthi Press.
Drika
Zein. 2012. Mukjizat Nabi Muhammad. Sleman
– Yogyakarta: Wanajati Chakra Renjana.
Fuad
Kauma. 2000. 50 Mukjizat Rasulullah.
Jakarta: Gema Insani.
K.H.
Moenawar Chalil. 1980. Kelengkapan Tarikh
Nabi Muhammad SAW. Jilid II A. Cetakan ke-4. Jakarta: Bulan Bintang.
K.H.
Salim Bahreisy. 2002. Menyaksikan 35
Mukjizat Rasulullah SAW. Cetakan Kelima. Surabaya: Pustaka Pogresif.
Manshur
bin Nashir Al-‘Awaji. 2014. 45 Mukjizat
Nabi. Solo: Kiswah Media.
Muhammad ash-Shayim. 2005. Kisah-Kisah Islami. Jakarta: Akbar.
Muhammad
Ibrahim Sulaiman. 1993. Bunga-Bunga di
Taman Hati Rasulullah. Solo: CV. Pustaka Mantik.
Nur K. 2019.
70 Golden Stories of Muslimah. Klaten:
Semesta Hikmah.
Syaikh Mahmud Al-Mishri. 2019. Biografi 35 Shahabiyah Nabi. Cetakan
Ketiga. Sukoharjo: Insan Kamil.
Syaikh Shafiyyurrahman
Al-Mubarakfuri. 2014. Sirah Nabawiyah.
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Ummu Rumaisha. 2015. 77 Cahaya
Cinta di Madinah: Kisah Cinta Paling Mengharukan Para Sahabat. Surakarta: Al
Qudwah Publishing.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar