Kaum kafir Quraisy
gempar begitu mengetahui Nabi Muhammad bisa lolos dari usaha makarnya. Nabi
Muhammad yang berencana dibunuh malam itu, dapat keluar dari rumah tanpa
diketahui oleh kaum kafir Quraisy, meskipun para pemuda yang mendapat tugas
membunuh sudah mengepung rumah beliau.
Menurut riwayat, seperti
dikatakan Syaikh Mahmud Al-Mishri dan Saiful Hadi El-Sutha, saat hendak keluar rumah, Nabi Muhammad
mengambil segenggam tanah, kemudian menaburkannya ke arah para pengepung sambil
membaca ayat berikut.
وَجَعَلۡنَا مِنۡۢ
بَيۡنِ اَيۡدِيۡهِمۡ سَدًّا وَّمِنۡ خَلۡفِهِمۡ سَدًّا فَاَغۡشَيۡنٰهُمۡ فَهُمۡ
لَا يُبۡصِرُوۡنَ ﴿۹﴾
Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat (Al-Qur’an Surat Yāsin, ayat 9).
Allah-pun menutup mata
para pengepung sehingga mereka tidak melihat Nabi Muhammad keluar rumah.
Setelah bertemu dengan Abu Bakar, Nabi Muhammad bersama Abu Bakar menuju ke
arah selatan (ke arah Yaman), meskipun Yatsrib[1]) berada di sebelah utara
Makkah. Sesampai di Jabal Tsur, bersembunyilah Nabi Muhammad dan Abu Bakar di
Gua Tsur.
Begitu yang dijadikan sasaran pembunuhan berhasil
menyelamatkan diri, maka para pemimpin kafir Quraisy kemudian memutuskan untuk
menggunakan berbagai cara agar berhasil menangkap Nabi Muhammad. Seluruh jalan
yang menghubungkan Makkah dijaga ketat. Akan tetapi tak ada satu orang pun yang
melihat Nabi Muhammad dan Abu Bakar melewati jalan tersebut.
Selain menjaga ketat jalan-jalan yang menghubungkan Makkah, mereka
juga melakukan pencarian ke segala penjuru kota Makkah, bahkan hingga ke Jabal
Tsur. Ketika orang-orang kafir Quraisy sampai di depan mulut Gua
Tsur, Allah lindungi Nabi Muhammad dan Abu Bakar. Melalui kekuasaan-Nya, Allah perdaya orang-orang
kafir itu. Di mulut gua, ada sarang laba-laba yang tampak sudah lama. Menurut
logika manusia, jika di mulut gua ada sarang laba-laba, maka tidak mungkin Nabi
Muhammad dan Abu Bakar masuk ke dalam gua. Itulah sebabnya mereka
tidak berkeinginan untuk masuk ke dalam gua. Mereka tinggalkan tempat tersebut.
Setelah tiga hari di
dalam gua dan situasi dirasa aman, Nabi Muhammad dan Abu Bakar keluar dari
persembunyiannya. Beliau berdua dijemput oleh Abdullah bin Uraiqith (yang ketika itu masih beragama
jahiliyah) yang telah dipesan sebelumnya. Abdullah bin Uraiqith dimintai
bantuan sebagai pemandu jalan menuju Yatsrib. Abdullah bin Uraiqith memilih
jalur memutar demi menghindari pengejaran. Mula-mula ke selatan, lalu ke barat
menuju pantai Laut Merah, kemudian ke utara sampai akhirnya menuju ke
pegunungan.
Tak
berhasil menemukan Nabi Muhammad dan Abu Bakar, para pemimpin kafir Quraisy lalu mendatangi tiap-tiap kabilah
dan menyiarkan berita yang isinya: barang siapa dapat menangkap Nabi Muhammad
dalam keadaan hidup atau mati, maka ia akan diberi hadiah 100 ekor sapi.
Mendengar pengumuman tersebut, Suraqah bin Malik yang berada di tempat
pertemuan, tergiur dengan hadiah yang dijanjikan oleh pemimpin kafir Quraisy.
Orang-orang masih berkumpul ketika tiba-tiba seseorang
datang dan mengabarkan bahwa ia melihat di kejauhan, di tepi pantai Laut Merah,
tampak ada titik-titik hitam. Orang tersebut menduga bahwa titik-titik hitam
itu adalah Nabi Muhammad dan kawannya yang sedang menempuh perjalanan dengan
mengendarai unta. Suraqah bin Malik yang berambisi mendapatkan hadiah 100 ekor
sapi, berusaha mengalihkan pandangan orang-orang.
“Bukan!”, sergah Suraqah bin Malik. “Mereka adalah si Fulan
dan si Fulan (Suraqah bin Malik menyebut beberapa nama orang) yang sedang
mencari barang miliknya yang hilang”,
lanjutnya.
Suraqah bin Malik berkata seperti itu dengan maksud agar
orang lain tidak mengejar orang yang diceritakan oleh pembawa kabar tadi. Suraqah
bin Malik ingin hanya ia sendiri yang akan mengejar orang tadi agar hadiah
dapat ia peroleh seorang diri.
Tatkala orang-orang masih larut dalam
perbincangan, Suraqah bin Malik meninggalkan mereka menuju ke rumah. Sesampai
di rumah, ia persiapkan kudanya untuk mengejar Nabi Muhammad dan Abu Bakar.
Dengan memakai baju besi dan menenteng senjata, Suraqah bin Malik memacu
kudanya. Suraqah bin Malik
yang berperawakan tinggi besar dan pandangan matanya yang tajam memang terkenal
sebagai penunggang kuda yang cekatan. Ia juga telah berpengalaman sebagai
pencari jejak.
Kuda yang tangkas dan
terlatih itu membawa majikannya dengan kencangnya. Suraqah bin Malik yang duduk
di atas punggung kuda itu telah berandai-andai, “Jika Muhammad dan Abu Bakar
bisa kukejar, maka 100 ekor sapi akan aku dapatkan”. Hal ini disebabkan selama
ini ia tak pernah terkalahkan jika bertarung di medan laga. Oleh karena itu, ia
yakin Nabi Muhammad dan Abu Bakar pun tak akan bisa mengalahkannya.
Sepertinya, apa yang dibayangkan oleh Suraqah bin Malik akan menjadi kenyataan. Ia melihat di kejauhan ada bayangan yang bergerak menyusuri pantai. Suraqah bin Malik memacu kudanya lebih kencang lagi. Kian lama bayangan bergerak tadi makin kelihatan jelas. Benar saja. Setelah dekat, tampak nyata bahwa yang dikejarnya itu adalah Nabi Muhammad, Abu Bakar, dan pemandu jalan. Suraqah bin Malik semakin bernafsu membunuh Nabi Muhammad. Dengan membunuh beliau, maka Suraqah bin Malik akan mendapatkan hadiah 100 ekor sapi. Akan tetapi belum sempat ia membunuh Nabi Muhammad, kudanya terjerembab dan ia terpental dari punggung kuda yang ditungganginya. Suraqah bin Malik berusaha membangunkan kudanya yang terjerembab. Ia naiki lagi kuda itu, dan ia kejar kembali Nabi Muhammad yang akan dijadikan sasaran pembunuhan. Lagi-lagi kuda itu terperosok ke tanah dan Suraqah bin Malikpun terlempar. Tak mengenal kapok, Suraqah bin Malik membangkitkan kembali kudanya. Ia pacu lagi kuda tunggangannya agar dapat menyusul Nabi Muhammad. Sekali lagi, kuda tersebut terperosok dan Suraqah bin Malik terlempar kembali.
Sadar usahanya selalu gagal, maka Suraqah bin Malik yakin bahwa Nabi Muhammad senantiasa dalam penjagaan Allah, dan Islam adalah agama yang benar.
Suraqah bin Malik
memanggil-manggil Nabi Muhammad. Yang dipanggil terus melanjutkan perjalanan
tanpa menoleh. Beliau tahu bahwa yang memanggil-manggil adalah Suraqah bin
Malik yang memiliki niat jahat.
“Hai Muhammad! Aku Suraqah bin Malik”, teriaknya lagi. “Tolonglah
aku. Aku berjanji tidak akan mengganggu kalian”.
Nabi Muhammad memenuhi permohonan Suraqah bin Malik. Beliau menghentikan perjalanannya. Suraqah bin Malik mendekat. Ia memohon maaf atas kesalahan yang dilakukannya. Ia juga memohon agar kesalahannya tidak dibalas kelak bila Nabi Muhammad memperoleh kemenangan. Nabi Muhammad mengabulkan permohonan Suraqah bin Malik. Beliau meminta bantuan Abu Bakar untuk menuliskan perjanjian yang diminta oleh Suraqah bin Malik.
“Ambillah perbekalan, harta, dan senjataku”, kata Suraqah
bin Malik sebelum kembali ke Makkah.
“Kami tidak butuh perbekalan dan hartamu. Cukuplah bagi kami
jika kau bertemu dengan orang-orang yang melacak jejak kepergian kami, suruhlah mereka kembali", jawab Nabi
Muhammad.
“Aku berjanji akan menghalang-halangi setiap orang yang
berusaha mencari jejak kalian”.
Suraqah bin Malik kembali ke Makkah. Ia betul-betul menepati
janji. Ketika bertemu dengan orang-orang yang sedang mencari Nabi
Muhammad, ia halang-halangi agar tidak melanjutkan pekerjaan itu.
Daftar Acuan
Abdurrahman Ra’fat Basya. 2019. Sirah Shahabat. Jakarta: Pustaka As-Sunah.
Amru Khalid. 2007. Jejak
Sang Junjungan, Sebuah Narasi Sirah Populer. Solo: Aqwam.
Fuad Abdurahman dan Ali Sudansah. 2018. The Great of Abu
Bakar Ash-Shiddiq, Keping-Keping Mozaik Manakjubkan Kehidupan Khalifah Pertama.
Solo: Tinta Medina.
K.H. Moenawar Chalil. 1980. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW. Jilid II A. Cetakan ke-4.
Jakarta: Bulan Bintang.
K.H. Salim Bahreisy. 2002. Menyaksikan 35 Mukjizat Rasulullah SAW. Cetakan Kelima. Surabaya:
Pustaka Pogresif.
Lesley Hazleton. 2013. Muslim
Pertama, Melihat Muhammad Lebih Dekat. Tangerang Selatan: PT Pustaka
Alvabet.
Mushtafa As-Siba’i. 2014. Shirah Nabawiyah. Surakarta: Indiva.
Nizar Abazhah.
2014. Sahabat Muhammad, Kisah Cinta dan
Pergulatan Iman Generasi Muslim. Jakarta: Zaman.
Saiful Hadi El-Sutha. 2013. Muhammad: Jejak-Jejak
Keagungan dan Teladan Abadi “Sang Nabi Akhir Zaman”. Jakarta: As@-prima
Pustaka.
http://www.alquran-indonesia.com/
[1]) Nama
ini kemudian diganti menjadi Madinah Al-Munawwarah oleh Nabi Muhammad setelah
beliau hijrah dan tinggal di kota tersebut.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar