Senin, 08 April 2024

JEJAK KERAJAAN MATARAM : SEJAK MERAMBAH HUTAN, MASA KEJAYAAN, HINGGA RUNTUHNYA (3)


3. SKANDAL CINTA RADEN PABELAN


Pada bagian "2. Berdirinya Kerajaan Mataram" telah disinggung kisah Tumenggung Mayang yang dijatuhi hukuman buang ke Semarang akibat anaknya, Raden Pabelan, berani masuk ke keputren dan bermain cinta dengan putri Sultan Adiwijaya sehingga menjatuhkan martabat raja.

Perbuatan Raden Pabelan inilah yang memicu perseteruan antara Pajang dan Mataram. Akibat Tumenggung Mayang dijatuhi hukuman buang oleh Sultan Pajang karena dianggap tak mampu mendidik dan bahkan membantu perbuatan anaknya, Senapati di Mataram berusaha memberikan suaka kepada adik iparnya.

Tindakan Senapati yang melindungi Tumenggung Mayang menimbulkan kemarahan Sultan Pajang. Kemarahan tersebut diwujudkan dengan dikerahkannya bala-tentara Pajang untuk menyerang Mataram yang kisahnya telah dipaparkan pada bagian sebelumnya.

Kini kita bicarakan secara khusus kisah Raden Pabelan yang menjadi pemicu perseteruan antara Pajang dan Mataram.

Di Pajang, Tumenggung Mayang sebetulnya memiliki kedudukan tinggi. Ia merupakan orang kepercayaan Sultan Pajang yang telah mengabdi sejak Adiwijaya masih sebagai adipati di Pajang. Berbagai bentuk kebijakan dan strategi politik Kerajaan Pajang, Tumenggung Mayang-lah yang mengatur sebelum akhinya diputuskan oleh Sultan Adiwijaya.

Tumenggung Mayang memiliki anak bernama Raden Pabelan. Wajahnya sangat tampan. Ketampanannya terkenal seantero Pajang. Namun sayang, ketampanannya bertolak belakang dengan kelakuannya. Meskipun ayahnya merupakan orang terhormat di Kerajaan Pajang, tapi kelakuan Raden Pabelan tidak mencerminkan keturunan seorang bangsawan.

Sebagai anak bangsawan, mestinya Raden Pabelan memberikan contoh yang baik dengan melakukan hal-hal yang terpuji. Ini justru sebaliknya. Ketampanannya disalahgunakan untuk memikat setiap perempuan. Tdak sedikit perempuan yang menjadi korban rayuan gombalnya. Tak hanya yang masih gadis yang menjadi korban cintanya, tapi perempuan yang sudah bersuami pun ikut menjadi korban. Tak mengherankan jika ia dicap sebagai playboy. Andai Raden Pabelan bukan anak petinggi kerajaan, mungkin keluarga atau suami perempuan yang menjadi korban sudah memberikan hukuman yang setimpal kepada Raden Pabelan.

Sesungguhnya Tumenggung Mayang merasa sangat malu memiliki anak yang bertabiat tidak baik. Meskipun ia telah berkali-kali menasihati Raden Pabelan agar mengakhiri petualangan cintanya, bahkan telah menyarankan agar segera menikah, tapi anaknya tidak menghiraukan nasihat ayahnya. Ia tetap saja melakukan perbuatan kurang ajarnya. Bagi Raden Pabelan, dapat memperdaya perempuan merupakan kebanggaan tersendiri.

"Jengkel atas kelakuan Raden Pabelan yang tak kunjung insaf, Tumenggung Mayang berniat memperdaya anaknya. Dipanggillah Raden Pabelan ke hadapannya. Setelah menghadap, Tumenggung Mayang berkata, "Pabelan, sebagai orang tua saya sangat malu atas kelakuanmu. Tidak sedikit peermpuan yang telah menjadi korbanmu, baik yang masih gadis maupun yang sudah bersuami. Jika kau memang pandai memikat perempuan, janganlah tanggung-tanggung. Pikatlah Putri Sekar Kedaton, putri kesayangan Sultan Adiwijaya. Bila berhasil, berarti kau beruntung, karena menjadi menantu raja. Namun jika tidak berhasil, bersiap-siaplah nyawamu melayang".

"Ayah, Putri Sekar Kedaton berada di dalam tembok istana, sementara saya di luar tembok istana. Mana bisa saya memikatnya", jawab Raden Pabelan.

"Itu gampang. Perempuan biasanya suka pada yang wangi-wangi seperti bunga. Saya punya sarana pemikat berupa bunga cempaka. Berikanlah bunga ini kepada Putri Sekar Kedaton. Apabila seorang perempuan telah menerima dan melihat sarana pemikat ini, maka dia akan bingung, makan dan tidur pun  tidak enak. Cegatlah abdi keputren yang biasa diutus ke pasar untuk membeli bunga. Titipkanlah bunga ini kepadanya untuk disampaikan kepada tuan putrinya", Tumenggung Mayang memberikan saran.

Raden Pabelan menerima bunga cempaka tersebut dan mengikuti saran ayahnya. Pergilah ia ke jalan dekat pintu gerbang alun-alun. Ketika abdi Putri Sekar Kedaton lewat hendak pergi ke pasar membeli bunga, Raden Pabelan mencegatnya. Melalui abdi Putri Sekar Kedaton tadi, Raden Pabelan berkirim bunga yang di dalamnya ada surat. Raden Pabelan memperkenalkan namanya kepada abdi keputren tetsebut, barangkali Putri Sekar Kedaton menanyakannya.

Abdi Putri Sekar Kedaton kembali ke keputren dan memberikan bunga dari Raden Pabelan yang dititipkan kepadanya. Putri Sekar Kedaton menerima bunga tersebut, yang di dalamnya ada surat. Setelah surat dibaca, Putri Sekar Kedaton terperanjat dan tersanjung. Ia yang sudah dewasa, langsung berbunga-bunga hatinya begitu mengetahui isi surat Raden Pabelan yang ingin mengabdi kepadanya, di dunia sampai ankhirat.

Walaupun Putri Sekar Kedaton belum pernah melihat wajah Raden Pabelan, tapi ia pernah mendengar kabar tentang ketampanannya. Tak mengherankan jika ia kemudian mengutus abdinya untuk menemui Raden Pabelan dan menyampaikan pesan agar nanti malam datang ke taman keputren. Abdinya menghaturkan sembah seraya berkata siap melaksanakan perintah tuan putri.

Ketika abdi keputren menyampaikan pesan Putri Sekar Kedaton, Raden Pabelan pun membalas pesan tersebut dengan mengatakan siap memenuhi permintaan Putri Sekar Kedaton.

Setelah bertemu dengan abdi keputren, Raden Pabelan lalu menemui ayahnya dan menyampaikan apa yang baru saja terjadi. Ayahnya memberi saran agar masuk ke keputren-nya sebaiknya malam hari biar tidak ketahuan orang.

Dengan dibantu oleh ayahnya yang menggunakan ilmu merendahkan pagar bata, Raden Pabelan benar-benar dapat masuk ke dalam taman keputren.

"Jika akan keluar keputren, hafalkan mantra yang kuajarkan, lalu usaplah pagar bata itu, maka pagar bata dengan sendirinya akan menunduk", pesan Tumenggung Mayang kepada anaknya.

Raden Pabelan mengucapkan terima kasih kepada ayahnya. Akan tetapi ia tak tahu bahwa mantra yang diajarkan oleh ayahnya agar bisa keluar keputren itu menyimpang. Tumenggung Mayang sengaja mengajari mantra yang menyimpang agar Raden Pabelan tidak bisa keluar.

Pemuda tampan anak Tumenggung Mayang itu benar-benar bisa bertemu dengan Putri Sekar Kedaton. Pertemuan malam itu tak sekedar pertemuan biasa, tapi pertemuan dua insan yang sedang dimabuk asmara. Mereka melakukan perbuatan terlarang.

Malam berikutnya, Raden Pabelan bermaksud pulang, tapi tidak bisa. Meskipun mantra yang diajarkan ayahnya telah dibaca berulang-kali dan pagar bata telah diusap, namun pagar bata tersebut tetap tak mau menunduk. Terbayang olehnya bahwa ia akan mati akibat perbuatannya.

Raden Pabelan kembali ke keputren, dan dia berada di sana selama tujuh hari tujuh malam. Pada hari kedelapan, para abdi keputren curiga, sebab Putri Sekar Kedaton jarang keluar dari kamar. Mereka mulai mengintip dan mencuri dengar. Kecurigaannya terbukti, Mereka milihat Putri Sekar Kedaton sedang bermesraan dengan Raden Pabelan di atas ranjang.

Mengetahui ada laki-laki di kamar Putri Sekar Kedaton, abdi keputren itu segera melaporkan kepada raja. Mendengar laporan abdi keputren, meluaplah amarah Sultan Adiwijaya. Dipanggillah pimpinan tamtama, yakni Wirakerti dan Suratanu beserta jajarannya sebanyak 20 orang. Mereka diperintahkan untuk membunuh pencuri yang ada di dalam keputren.

Kompleks keputren dikepung, sehingga Raden Pabelan tidak memiliki celah untuk meloloskan diri. Setelah berhasil ditangkap, Raden Pabelan kemudian dieksekusi mati. Jenazahnya dibuang begitu saja ke Sungai Lawean, dan tebawa arus.

Suatu hari, Ki Gede Sala menemukan jenazah Raden Pabelan tersangkut di akar pohon. Jenazah telah menggembung, Ki Gede Sala lalu mendorong jenazah tersebut ke tengah sungai dengan tujuan agar terbawa arus. Namun keanehan terjadi pada jenazah tadi. Keesokan harinya, jenazah Raden Pabelan masih berada di antara akar pohon ketika Ki Gede Sala datang lagi ke tempat tersebut. Demikian, sampai tiga hari berturut-turut jenazah Raden Pabelan masih tetap ditemukan di tempat yang sama meskipun telah didorong ke tengah sungai agar terbawa arus. Akhirnya, Ki Gede Sala memutuskan untuk mengambil jenazah tadi. Dimakamkanlah jenazah Raden Pabelan oleh Ki Gede Sala di daerah yang menjadi wilayah kekuasaannya, dengan resiko mendapat amarah atau bahkan hukuman dari Sultan Adiwijaya.

Hingga saat ini, makam Raden Pabelan masih dapat disaksikan. Makam tersebut berada di kompleks BTC (Beteng Trade Center), sebelah timur alun-alun utara Keraton Surakarta Hadiningrat.

Makam Raden Pabelan di sudut BTC 

(Sumber gambar: https://www.detik.com/jateng/berita/d-5962809/legenda-raden-pabelan-yang-makamnya-tersembunyi-di-btc-solo).


Begitu mengetahui Raden Pabelan mendapat hukuman mati, hati Putri Sekar Kedaton sangat sedih. Jiwanya terguncang. Benar-benar terguncang. Guncangan jiwa tersebut selain disebabkan kehilangan kekasih, juga karena takut mendapat hukuman dari ayahnya. Ia menyadari bahwa perbuatannya mencoreng nama baik Kerajaan Pajang.

Tak kuat menghadapi kenyataan, akhirnya Putri Sekar Kedaton menceburkan diri ke sebuah sumur yang berada di kompleks keputren.


Daftar Pustaka


Djoko Soekiman. 1982/1983. Kotagede. Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Mulyono Atmosiswartoputra. 2021. Hidup Sehari Lalu Mati, Catatan Harian Seorang Blogger. Bogor: Guepedia.

Peri Mardiyono. 2020. Tuah Bumi Mataram, dari Panembahan Senapati hingga Amangkurat II. Bantul-Yogykarta: Aaska.

Sugiarta Sriwibawa. 1976. Babad Tanah Jawa. Jilid I. Jakarta: Pustaka Jaya.

W.L. Olthof. 2017. Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam sampai Runtuhnya Mataram. Yogyakarta: Narasi.

 

Tidak ada komentar :