Al-Qur’an menginformasikan kepada kita, ada suatu kaum yang diberi kenikmatan oleh Allah dengan hidup aman dan makmur. Sayangnya, kaum tersebut kufur kepada-Nya. Mereka tidak pandai bersyukur dan bahkan menyekutukan Allah. Akibatnya, Allah timpakan kepada mereka banjir besar, sehingga mereka yang awalnya hidup dengan penuh kenikmatan, berubah menjadi hidup sengsara. Mereka adalah kaum Saba’.
“Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir” (Al-Qur’an Surat Saba’ ayat 17).
Saba’ selain dipakai untuk
menyebut nama suatu kaum, juga untuk menyebut nama suatu negeri. Menurut para
ahli sejarah, Saba’ adalah kaum yang pertama memerintah Yaman. Nama asli Saba’
adalah Abdu Syam bin Yasyjud bin Ya’rub bin Qahthan. Dinamakan Saba’, karena ia
adalah raja pertama dari Arab yang menawan musuh-musuhnya. Saba’ berarti
menawan atau menangkap. Ada juga yang menyebutnya Ra’isy, sebab ia memberikan
harta kepada orang lain karena kedermawanannya.
Saba’ memiliki sepuluh anak.
Enam orang tinggal di Yaman, yakni Madzhaj, Kandah, Azd, Asy’ariyyun, Anmar,
dan Humair; sedang yang empat orang lagi tinggal di Syam, yaitu Lakham, Jadzam,
‘Amilah, dan Ghassan.
Kaum Saba’ diperkirakan hidup
sekitar 1000 – 750 SM. dan hancur sekitar 500 SM. setelah melalui penyerangan
selama 2 abad, dari Persia dan Arab. Meskipun demikian, kaum Saba’ baru mulai
mencatat kegiatan pemerintahannya sekitar 600 SM.
Negeri Saba’ beribukota di
Ma’rib yang sangat dekat dengan Sungai Adhanah. Berkat letak geografisnya yang
menguntungkan, menjadikan Saba’ sebagai negeri yang makmur. Ma’rib merupakan
salah satu kota termodern saat itu. Pinly, seorang penulis Yunani yang telah
mengunjungi daerah ini, memuji keadaan kawasan tersebut yang sangat hijau.
Saba’ memiliki sebuah bendungan
ysng merupakan momentum terpenting kaum tersebut. Bendungan Ma’rib, demikian
nama bendungan tersebut, dibangun dengan teknologi yang sangat maju saat itu,
sehingga kaum Saba’ menjadi pemilik sistem pengairan yang luas dan maju. Betapa
tidak, ketinggian Bendungan Ma’rib mencapai 16 meter, lebar 60 meter, dan
panjang 620 meter. Adapun total wilayah yang dapat diairi oleh bendungan
tersebut sekitar 9.600 hektar.
Bendungan Ma’rib yang berada di
antara dua gunung, airnya dipakai untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari kaum
Saba’. Di antara dua gunung tersebut terdapat dua kebun. Mereka menanam
pohon-pohon yang menghasilkan buah-buahan dalam jumlah banyak dan bagus.
Apabila ada perempuan berjalan di bawah pohon tersebut dengan membawa semacam
keranjang di atas kepalanya, maka ia tak perlu bersusah-payah memetiknya,
karena buah-buahan yang ada di atas kepalanya jatuh dengan sendirinya ke dalam
keranjang tersebut. Di negeri Saba’ juga tidak ada lalat, nyamuk, kutu,
kalajengking, maupun ular. Kaum Saba’ benar-benar hidup dalam sebuah kondisi
yang penuh kenikmatan dan kemakmuran. Allah tidak menuntut apa-apa dari mereka,
kecuali agar mereka bersyukur kepada-Nya.
Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): 'Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun’ (Al-Qur’an Surat Saba’ ayat 15).
Selain makmur, Saba’ juga
termasuk negeri yang aman. Antara kampung yang satu dengan kampung yang lain
saling berdekatan. Pohon-pohon yang tumbuh sangat rindang dan buahnya banyak.
Orang-orang yang bepergian tak perlu membawa bekal makanan dan minuman, karena
di manapun mereka singgah, mereka sangat mudah mendapatkan air bersih dan buah
yang manis. Ketika harus bermalam di kampung lain pun, mereka bisa memperoleh
apa yang mereka perlukan selama dalam perjalanan. Mereka tidak ada rasa takut
mendapat kezaliman atau kelaparan dan kehausan.
Dan Kami jadikan antara
mereka dan antara negeri-negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa
negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak)
perjalanan. Berjalanlah kamu di kota-kota itu pada malam dan siang hari dengan aman (Al-Qur’an Surat Saba’ ayat 18).
Meskipun kaum Saba’ telah
diberi kenikmatan yang banyak, mereka bukannya beriman kepada Allah, melainkan
justru berpaling dan tak mau bersyukur kepada-Nya. Kedustaan, kekufuran, dan
keingkaran mereka kepada Allah itulah yang menyebabkan mereka diazab. Allah
kirim tikus besar untuk melubangi bendungan Ma’rib dari bawah, sehingga
bendungan tersebut bobol. Arus air yang sangat deras menyebabkan kebun-kebun
yang mereka miliki tenggelam dilanda banjir besar. Begitu juga rumah-rumah
mereka. Tak hanya itu. Setelah banjir itu surut, kebun-kebun mereka yang semula
menghasilkan buah yang manis, kini justru yang tumbuh adalah pohon-pohon yang
berbuah pahit, pohon Atsel, dan sedikit pohon Sider. Pohon Atsel adalah sejenis
pohon cemara, sedang pohon Sider adalah sejenis pohon bidara.
Tetapi mereka
berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti
kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah
pahit, pohon Atsel dan sedikit dari pohon Sider (Al-Qur’an Surat Saba’ ayat 16).
Meskipun kaum Saba’ telah
dianugerahi nikmat oleh Allah dengan keadaan yang aman, dengan jarak yang dekat
antara kampung yang satu dengan kampung yang lain, namun mereka justru meminta
agar jarak perjalanan mereka diperjauh. Oleh karena itu, pasca banjir, keinginan
mereka pun dikabulkan. Allah jauhkan jarak perjalanan yang mereka tempuh.
Perjalanan yang semula terasa dekat, kini jadi terasa jauh. Mereka juga menjadi
bahan pembicaraan orang-orang. Itulah hukuman yang diterima oleh kaum Saba’
yang kufur terhadap nikmat yang Allah berikan dan tak mau beriman kepada-Nya.
Maka mereka berkata:
'Ya Tuhan kami jauhkanlah jarak perjalanan kami', dan mereka menganiaya diri
mereka sendiri; maka Kami jadikan mereka buah mulut dan Kami hancurkan mereka
sehancur-hancurnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda kekuasaan Allah bagi setiap orang yang sabar lagi bersyukur (Al-Qur’an Surat Saba’ ayat 19).
Daftar
Pustaka
Abdurrahman Navis. 2008. Bangsa-Bangsa
yang Dibinasakan. Yagyakarta: Optimus.
Hamid
bin Ahmad. 2010. Hukuman dan Azab bagi Mereka yang Zalim. Surabaya:
Amelia.
H. Muhammad Yusuf bin Abdurrahman. 2013. Para Pembangkang! Kisah-Kisah Kaum Terdahulu
yang Dibinasakan Allah. Yogyakarta: Diva Press
Said Yusuf Abu Azis. 2005. Azab Allah
bagi Orang-orang Zalim. Bandung: Pustaka Setia.
Shalah Al-Khalidy. 2000. Kisah-Kisah Al-Qur’an, Pelajaran dari Orang-Orang Dahulu. Jilid 3.
Jakarta: Grma Insani.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar