Rabu, 23 Agustus 2023

BERTOBATNYA PARA PENYEMBAH BERHALA

b

a


Nabi Yunus bukanlah penduduk Ninawa di negeri Maushil, dekat Sungai Tegris. Allah sengaja mengutus Nabi Yunus ke Ninawa untuk meluruskan aqidah penduduk setempat yang salah. Penduduk Ninawa hidup dalam kesesatan. Mereka bukannya menyembah Allah, melainkan menyembah berhala.

Sebagai pendatang, Nabi Yunus membuat penduduk Ninawa gempar karena dakwahnya. Selama ini mereka menyembah berhala. Namun sejak kedatangan Nabi Yunus, adat-istiadat yang biasa mereka lakukan turun-temurun itu hendak diubah oleh beliau. Mereka diajak untuk menyembah Allah dan meninggalkan berhala-berhala yang selama ini dijadikan sesembahan. Tentu saja mereka enggan mengikuti ajakan pendatang tersebut.

Meskipun Nabi Yunus telah berusaha menyampaikan dakwah kepada penduduk setempat selama 30 tahun agar menyembah Allah, namun pada kenyataannya mereka tetap ingkar. Hanya ada dua orang yang beriman, yakni Rubil dan Tanukh, sementara yang lain tetap ingkar. Tentu saja hal ini membuat Nabi Yunus kesal. Itulah sebabnya Nabi Yunus  kemudian memohon kepada Allah agar diturunkan azab kepada kaumnya. Akan tetapi Allah memerintahkan kepada Nabi Yunus agar bersabar selama 40 hari. 

Nabi Yunus mengikuti perintah Allah. Dengan penuh kesabaran, Nabi Yunus berusaha menungguh siapa tahu mereka mau beriman. Namun apa yang terjadi? Meskipun Nabi Yunus tak henti-hentinya berdakwah, mereka sama sekali tidak menghiraukan ajakan Nabi Yunus

Tiga hari menjelang hari ke-40, Allah menurunkan tanda-tanda datangnya azab. Langit tiba-tiba tertutup awan tebal, sehingga keadaan menjadi gelap-gulita. Meskipun Allah tidak menyuruh Nabi Yunus pergi meninggalkan kaumnya, namun karena takut azab datang, Nabi Yunuspun pergi meninggalkan Ninawa.

Di pihak lain, kaum Ninawa merasa ketakutan begitu melihat awan hitam bergumpal-gumpal di langit. Mereka langsung menuju ke suatu tempat yang dianggap aman. Di tempat tersebut mereka menyatakan bertobat kepada Allah. Mereka teringat kepada Nabi Yunus yang selama ini selalu mengajak untuk menyembah Allah. Nabi Yunuspun dicari kian kemari, tapi yang dicari tidak ditemukan.

Dikarenakan tobatnya kaum Ninawa benar-benar tobatan nasuha, Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang berkenan menerima tobatnya kaum Ninawa, Azabpun tak jadi ditimpakan oleh Allah kepada kaum Ninawa.

Nabi Yunus yang meninggalkan kaumnya itu, sampailah di tepi laut. Beliau lalu meneruskan perjalanan dengan menumpang kapal laut. Kebetulan kapal yang ditumpangi bermuatan penuh. Ketika kapal berada di tengah laut, tiba-tiba datang angin topan. Kapal pun goyang ke kanan goyang ke kiri hampir tenggelam. Teriakan penumpang pun memenuhi ruangan kapal karena panik,

Apakah di sini adalah ada seorang pelarian?, tanya nahkoda kepada penumpang kapal. Jika ada, terjunlah ke laut agar kapal tidak tenggelam, demi keselamatan orang banyak”, lanjut nahkoda.

“Ya, ada. Sayalah pelarian itu”, jawab Nabi Yunus jujur.

“Betulkah kamu seorang pelarian?”, tanya nahkoda tak percaya.

“Ya, betul!”, jawab Nabi Yunus.

“Aku tidak percaya. Tampang seperti kamu tidak pantas sebagai pelarian”, sergah nakoda, tetap tak percaya. “Sekarang begini saja, kita undi siapa yang harus keluar dari kapal”, lanjut nahkoda memberikan solusi.

Undianpun dilakukan. Ketika diundi, ternyata undian jatuh pada Nabi Yunus. Nabi Yunuspun terjun ke laut demi untuk keselamatan penumpang lainnya.

Nasib bagus rupaya belum berpihak kepada Nabi Yunus. Setelah Nabi Yunus terjun ke laut, rupanya seekor ikan besar[1]) ada di dekatnya. Ditelanlah Nabi Yunus oleh ikan tersebut. Namun meskipun  ditelan ikan, Nabi Yunus tetap hidup di dalam perut ikan tersebut berkat pertolongan Allah.

Betapa gelapnya berada di dalam perut ikan dirasakan oleh Nabi Yunus. Iapun segera mengingat Allah.

“Ya Allah, tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Maha suci Engkau, sesungguhnya hamba termasuk orang-orang yang zalim”.

Allah mendengar doa Nabi Yunus. Doapun dikabulkan. Ikan yang memangsa Nabi Yunus kemudian memuntahkannya di tepi pantai. Sekujur tubuh Nabi Yunus terasa sakit. Badannya pun lemah, sehingga tak mampu melakukan apa-apa. Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Diumbuhkanlah pohon labu di dekat tubuh Nabi Yunus, sehingga buahnya dapat dimakan oleh Nabi Yunus sehingga badan sehat kembali. Sementara daun-daunya menjadi pelindung tubuhnya yang lemah.

Setelah kesehatan Nabi Yunus pulih, Allah memerintahkan agar segera kembali kepada kaumnya. Nabi Yunuspun kembali ke Ninawa. Sampai di Ninawa, ternyata kaumnya sudah beriman. Mereka tidak menyembah berhala lagi. Kedatangan Nabi Yunus pun disambut gembira oleh kaum Ninawa yang telah lama mencarinya. Demikian, penduduk Ninawa  hidup bahagia bersama Nabi Yunus hingga Nabi Yunus wafat di kampung tersebut.


Daftar Acuan

 

Dewi Astuti dkk. Tanpa Angka Tahun. Si Penyebar Fitnah, 38 Pelajaran Hidup dari Orang-Orang Pilihan. Jakarta: Penerbit Kalil (Imprint PT Gramedia Pustaka Utama.

Fatchur Rochman A.R. 1995. Kisah-Kisah Nyata dalam Al-Qur’an. Surabaya: Apollo.

Ibnu Katsir. 2015. Qishashul Anbiya’ (Kisah Para Nabi). Terjemahan: Moh. Syamsi Hasan. Surabaya: Amelia.

Labib Mz. dan Maftuh Ahnan. Tanpa Tahun. Mutiara Kisah 25 Nabi Rasul. Gresik: CV Bintang Pelajar.

Maftan. 2005. Kisah 25 Nabi & Rasul. Jakarta: Sandro Jaya.

Majdiy Muhammad asy-Syahawiy. 2003. Kisah-Kisah Binatang dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Yogyakarta: Mitra Pustaka.

Moh. Rifai. 1976. Riwayat 25 Nabi dan Rasul. Semarang: CV. Tohaputra.

Muhammad Fairus NA. 2011. Koleksi Kisah 25 Nabi. Surabaya: Pustaka Media.

Siti Zainab Luxfiati. 2007. Cerita Teladan 25 Nabi. Jilid 2. Cetakan ke-7. Dian Rakyat.

Ust. Fatihuddin Abul Yasin. 1997. Kisah Teladan 25 Nabi & Rasul. Surabaya: Terbit Terang.

Ust. Labib Mz. dan Nur Latifah. 2002. Kisah Perjalanan Oang-Orang yang Bertaubat. Surabaya: Tiga Dua.

 

 

Selasa, 22 Agustus 2023

AZAB BAGI KAUM PEMUJA AIKAH

  

Kaum Madyan termasuk bangsa Arab. Mereka tinggal di sebuah daerah yang bernama Ma’an, di pinggir negeri Syam. Mereka tinggal tidak jauh dari tempat tinggal kaum Nabi Luth. Masanya juga tidak jauh dari masa kaum Nabi Luth hidup, kaum yang diazab Allah karena keingkarannya.

DDisebut kaum Madyan, karena mereka keturunan Madyan, putra Nabi Ibrahim. Nama tersebut kemudian menjadi nama kabilah bagi anak keturunan Madyan. Lokasi tempat tinggal mereka berada di Pantai Laut Merah, di sebelah tenggara Gunung Sinai.

MMeskipun keturunan Nabi Ibrahim, namun dalam perjalanannya kaum Madyan menjadi sesat dan ingkar terhadap Allah. Mereka tidak saja meninggalkan ajaran agama yang dibawakan nabi-nabi sebelumnya, tapi juga mengingkari adanya Allah. Menurut Ibnu Katsir dan beberapa penulis lain, kaum Madyan termasuk kaum yang sesat karena mereka menyembah aikah. Mereka menjadikan pohon besar dan rindang sebagai sesembahan. Selain menyembah pohon, menurut para sejarawan sebagaimana dikatakan Ronny Astrada, kaum Madyan juga menyembah berhala. Nama berhalanya Dzusy-Syarah (Durases).

Selain menyembah pohon, menurut para sejarawan sebagaimana dikatakan Ronny Astrada, kaum Madyan juga menyembah berhala. Nama berhalanya Dzusy-Syarah (Durases

Kaum Madyan terkenal sebagai kaum yang senang berbuat kezaliman. Sebagai kaum yang bermatapencaharian sebagai pedagang, mereka memiliki kebiasaan buruk yang merugikan orang lain. Mereka senang mengurangi takaran atau timbangan ketika menjual barang dagangannya, dan meminta takaran atau timbangannya dilebihkan ketika membeli. Tak mengherankan jika sering timbul percekcokan, bahkan perkelahian akibat ulah kaum Madyan yang suka menzalimi orang lain. Itulah sebabnya Allah kemudian mengutus Nabi Syu’aib untuk meluruskan akidah kaum Madyan dan membenahi perilakunya yang buruk.

.

SSebagai utusan Allah, Nabi Syu’aib mengajak kepada kaumnya agar menyembah Allah semata. Nabi Syu’aib melarang kaumnya menyembah selain Allah, seperti menyembah pohon atau berhala. Beliau juga melarang kaumnya melakukan kebiasaan-kebiasaan buruk yang biasa mereka lakukan, yakni mengurangi takaran atau timbangan ketika menjual, dan meminta lebih ketika membeli.

NNabi Syu’aib juga menyuruh kaumnya agar mau mengambil pelajaran dari kaum-kaum terdahulu yang diazab Allah karena kekafirannya seperti kaum Nabi Nuh, kaum Nabi Hud, kaum Nabi Shalih, dan kaum Nabi Luth yang tinggalnya tidak jauh dari mereka tinggal.

SSebagian dari mereka memang ada yang mau mengikuti ajakan Nabi Syu’aib, tapi sebagian besar dari mereka justru tetap dalam kekafiran. Kaum Madyan yang menolak ajakan Nabi Syu’aib mengatakan bahwa mereka tidak dapat meninggalkan sesembahan yang disembah oleh nenek-moyangnya. Mereka juga tidak mau meninggalkan kebiasaan mereka dalam berbisnis. Bahkan para pemuka kaum Madyan mengancam akan mengusir Nabi Syu’aib dan para pengikutnya jika tidak menghentikan dakwahnya dan kembali ke agama mereka.

TTak hanya menolak ajakan Nabi Syu’aib, mereka juga berusaha menghalang-halangi para pengikut Nabi Syu’aib untuk beribadah kepada Allah. Mereka menganggap bahwa orang-orang yang telah beriman itu terkena sihir dan berdusta. Lebih parahnya, kaum Madyan menantang Nabi Syu’aib agar menjatuhkan gumpalan dari langit jika memang Nabi Syu’aib termasuk orang yang benar.

MMendapat tantangan seperti itu, Nabi Syu’aib menjawab, “Hai kaumku, berbuatlah menurut kemampuanmu. Sesungguhnya, aku pun berbuat. Kelak, kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakanya dan siapa yang berdusta. Tunggulah azab (Tuhan). Sesungguhnya, aku pun menunggu bersama kamu” (Al-Qu’an Surat Hūd ayat 93).


Seratus tahun lebih Nabi Syu’aib melakukan dakwah terhadap kaum Madyan, namun hanya sedikit yang mau mengikuti ajakannya. Merasa sudah tak berdaya menghadapi pembangkangan kaumnya, Nabi Syu’aib kemudian berdoa kepada Allah, “Ya Tuhan kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkau-lah pemberi keputusan yang sebaik-baiknya” (Al-Qur’an Surat Al-A’rāf ayat 89).“Ya Tuhan kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkau-lah pemberi keputusan yang sebaik-baiknya” (Al-Qur’an Surat Al-A’rāf ayat 89).


Mendengar doa Nabi Syu’aib, Allah berkenan menerima permohonannya, karena kaum Madyan memang benar-benar sudah tidak mau mengikuti ajakan Nabi Syu’aib. Sebelum azab itu ditimpakan kepada kaum Madyan, Nabi Syu’aib dan para pengikutnya pergi meninggalkan mereka seraya berkata, “Hai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku telah memberi nasihat kepadamu. Bagaimana aku akan bersedih hati terhadap orang-orang kafir?”

Azab itu diawali dengan dijadikannya udara sangat panas oleh Allah. Kaum Madyan tidak kuat menahan panasnya terik matahari sehingga pilih berada di dalam rumah untuk berteduh. Tak lama kemudian datang awan hitam menutupi langit. Mereka mengira hujan akan turun. Namun apa yang terjadi? Ternyata petir tiba-tiba menyambar, dan bumi bergoncang dengan dahsyatnya. Merekapun mati seketika, dan mayat-mayatnya bergelimpangan di dalam rumah seolah-olah mereka belum pernah berdiam di kota tersebut.

 

 

Daftar Pustaka

  

 

Dewi Astuti dkk. Tanpa Angka Tahun. Si Penyebar Fitnah, 38 Pelajaran Hidup dari Orang-Orang Pilihan. Jakarta: Penerbit Kalil (Imprint PT Gramedia Pustaka Utama.

 

H. Muhammad Yusuf bin Abdurrahman. 2013. Para Pembangkang, Kisah-Kisah Kaum Terdahulu yang Dibinasakan Allah. Jogjakarta: Diva Press.

 

Hamid bin Ahmad. 2010. Hukuman dan Azab bagi Mereka yang Zalim. Surabaya: Amelia.

 

Ibnu Katsir. 2015. Qishashul Anbiya’ (Kisah Para Nabi). Terjemahan: Moh. Syamsi Hasan. Surabaya: Amelia.

 

Labib Mz. dan Maftuh Ahnan. 1983. Mutiara Kisah 25 Nabi Rasul. Gresik: CV Bintang Pelajar.

 

Ronny Astrada. 2010. Mengkaji Hikmah Bencana dan Petaka, Belajar dari Azab-Azab Allah pada Umat-Umat Terdahulu. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

 

Said Yusuf Abu Azis. 2005. Azab Allah bagi Orang-orang Zalim. Bandung: Pustaka Setia.

 

Siti Zainab Luxfiati. 2007. Cerita Teladan 25 Nabi. Jilid 1. Jakarta: Dian Rakyat.

 

Ust. Fatihuddin Abul Yasin. 1997. Kisah Teladan 25 Nabi & Rasul. Surabaya: Terbit Terang.

 Mendengar doa Nabi Syu’aib, Allah berkenan menerima permohonannya, karena kaum Madyan memang benar-benar sudah tidak mau mengikuti ajakan Nabi Syu’aib. Sebelum azab itu ditimpakan kepada kaum Madyan, Nabi Syu’aib dan para pengikutnya pergi meninggalkan mereka seraya berkata, “Hai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku telah memberi nasihat kepadamu. Bagaimana aku akan bersedih hati terhadap orang-orang kafir?”

Mendengar doa Nabi Syu’aib, Allah berkenan menerima permohonannya, karena kaum Madyan memang benar-benar sudah tidak mau mengikuti ajakan Nabi Syu’aib. Sebelum azab itu ditimpakan kepada kaum Madyan, Nabi Syu’aib dan para pengikutnya pergi meninggalkan mereka seraya berkata, “Hai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku telah memberi nasihat kepadamu. Bagaimana aku akan bersedih hati terhadap orang-orang kafir?”

AAzab itu diawali dengan dijadikannya udara sangat panas oleh Allah. Kaum Madyan tidak kuat menahan panasnya terik matahari sehingga pilih berada di dalam rumah untuk berteduh. Tak lama kemudian datang awan hitam menutupi langit. Mereka mengira hujan akan turun. Namun apa yang terjadi? Ternyata petir tiba-tiba menyambar, dan bumi berguncang dengan dahsyatnya. Merekapun mati seketika, dan mayat-mayatnya bergelimpangan di dalam rumah seolah-olah mereka belum pernah berdiam di kota tersebut.

 

 

Daftar Pustaka

  


 

Dewi Astuti dkk. Tanpa Angka Tahun. Si Penyebar Fitnah, 38 Pelajaran Hidup dari Orang-Orang Pilihan. Jakarta: Penerbit Kalil (Imprint PT Gramedia Pustaka Utama.

 

H. Muhammad Yusuf bin Abdurrahman. 2013. Para Pembangkang, Kisah-Kisah Kaum Terdahulu yang Dibinasakan Allah. Jogjakarta: Diva Press.

 

Hamid bin Ahmad. 2010. Hukuman dan Azab bagi Mereka yang Zalim. Surabaya: Amelia.

 

Ibnu Katsir. 2015. Qishashul Anbiya’ (Kisah Para Nabi). Terjemahan: Moh. Syamsi Hasan. Surabaya: Amelia.

 

Labib Mz. dan Maftuh Ahnan. 1983. Mutiara Kisah 25 Nabi Rasul. Gresik: CV Bintang Pelajar.

 

Ronny Astrada. 2010. Mengkaji Hikmah Bencana dan Petaka, Belajar dari Azab-Azab Allah pada Umat-Umat Terdahulu. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

 

Said Yusuf Abu Azis. 2005. Azab Allah bagi Orang-orang Zalim. Bandung: Pustaka Setia.

 

Siti Zainab Luxfiati. 2007. Cerita Teladan 25 Nabi. Jilid 1. Jakarta: Dian Rakyat.

 

Ust. Fatihuddin Abul Yasin. 1997. Kisah Teladan 25 Nabi & Rasul. Surabaya: Terbit Terang.

 

Dewi Astuti dkk. Tanpa Angka Tahun. Si Penyebar Fitnah, 38 Pelajaran Hidup dari Orang-Orang Pilihan. Jakarta: Penerbit Kalil (Imprint PT Gramedia Pustaka Utama.


H. Muhammad Yusuf bin Abdurrahman. 2013. Para Pembangkang, Kisah-Kisah Kaum Terdahulu yang Dibinasakan Allah. Jogjakarta: Diva Press.


Hamid bin Ahmad. 2010. Hukuman dan Azab bagi Mereka yang Zalim. Surabaya: Amelia.


Ibnu Katsir. 2015. Qishashul Anbiya’ (Kisah Para Nabi). Terjemahan: Moh. Syamsi Hasan. Surabaya: Amelia.


Labib Mz. dan Maftuh Ahnan. 1983. Mutiara Kisah 25 Nabi Rasul. Gresik: CV Bintang Pelajar.


Ronny Astrada. 2010. Mengkaji Hikmah Bencana dan Petaka, Belajar dari Azab-Azab Allah pada Umat-Umat Terdahulu. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.


Said Yusuf Abu Azis. 2005. Azab Allah bagi Orang-orang Zalim. Bandung: Pustaka Setia.


Siti Zainab Luxfiati. 2007. Cerita Teladan 25 Nabi. Jilid 1. Jakarta: Dian Rakyat.


Ust. Fatihuddin Abul Yasin. 1997. Kisah Teladan 25 Nabi & Rasul. Surabaya: Terbit Terang.

Kisah Teladan 25 Nabi & Rasul. Surabaya: Terbit Terang. 

.

Azab Allah bagi Orang-orang Zalim. Bandung: Pustaka Setia. 


Mutiara Kisah 25 Nabi Rasul. Gresik: CV Bintang Pelajar.

Qishashul Anbiya’ (Kisah Para Nabi). Terjemahan: Moh. Syamsi Hasan. Surabaya: Amelia. 

Hukuman dan Azab bagi Mereka yang Zalim. Surabaya: Amelia.


. Jogjakarta: Diva Press.Para Pembangkang, Kisah-Kisah Kaum Terdahulu yang Dibinasakan Allah. Jogjakarta: Diva Press.

 “Ya Tuhan kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkau-lah pemberi keputusan yang sebaik-baiknya” (Al-Qur’an Surat Al-A’rāf ayat 89).

Mendengar doa Nabi Syu’aib, Allah berkenan menerima permohonannya, karena kaum Madyan memang benar-benar sudah tidak mau mengikuti ajakan Nabi Syu’aib. Sebelum azab itu ditimpakan kepada kaum Madyan, Nabi Syu’aib dan para pengikutnya pergi meninggalkan mereka seraya berkata, “Hai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku telah memberi nasihat kepadamu. Bagaimana aku akan bersedih hati terhadap orang-orang kafir?”

Azab itu diawali dengan dijadikannya udara sangat panas oleh Allah. Kaum Madyan tidak kuat menahan panasnya terik matahari sehingga pilih berada di dalam rumah untuk berteduh. Tak lama kemudian datang awan hitam menutupi langit. Mereka mengira hujan akan turun. Namun apa yang terjadi? Ternyata petir tiba-tiba menyambar, dan bumi bergoncang dengan dahsyatnya. Merekapun mati seketika, dan mayat-mayatnya bergelimpangan di dalam rumah seolah-olah mereka belum pernah berdiam di kota tersebut.

 

 

Daftar Pustaka

  

 

Dewi Astuti dkk. Tanpa Angka Tahun. Si Penyebar Fitnah, 38 Pelajaran Hidup dari Orang-Orang Pilihan. Jakarta: Penerbit Kalil (Imprint PT Gramedia Pustaka Utama.

 

H. Muhammad Yusuf bin Abdurrahman. 2013. Para Pembangkang, Kisah-Kisah Kaum Terdahulu yang Dibinasakan Allah. Jogjakarta: Diva Press.

 

Hamid bin Ahmad. 2010. Hukuman dan Azab bagi Mereka yang Zalim. Surabaya: Amelia.

 

Ibnu Katsir. 2015. Qishashul Anbiya’ (Kisah Para Nabi). Terjemahan: Moh. Syamsi Hasan. Surabaya: Amelia.

 

Labib Mz. dan Maftuh Ahnan. 1983. Mutiara Kisah 25 Nabi Rasul. Gresik: CV Bintang Pelajar.

 

Ronny Astrada. 2010. Mengkaji Hikmah Bencana dan Petaka, Belajar dari Azab-Azab Allah pada Umat-Umat Terdahulu. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

 

Said Yusuf Abu Azis. 2005. Azab Allah bagi Orang-orang Zalim. Bandung: Pustaka Setia.

 

Siti Zainab Luxfiati. 2007. Cerita Teladan 25 Nabi. Jilid 1. Jakarta: Dian Rakyat.

 

Ust. Fatihuddin Abul Yasin. 1997. Kisah Teladan 25 Nabi & Rasul. Surabaya: Terbit Terang.

 

Rabu, 09 Agustus 2023

JANTURAN NEGARI TIRTAKENCANA


 

Swuh rep data pitana. Anenggih negari pundi ta kang kaeka adi dasa purwa. Eka marang siji, adi linuwih, dasa sepuluh, purwa wiwitan tegese. Senajan kathah titahing Gusti Kang Murbeng Dumadi ingkang sinangga ing pratiwi, kasongan ing akasa, kaapit ing samudra, kathah ingkang samya anggana raras, nanging datan kadi negari Tirtakencana. Winastan Tirtakencana, amargi ujaring kandha, duk ing nguni ing laladan kasebut dangu datan wonten toya ngantos para kawula samya nglokro hangadhepi kahanan. Pramila nalika jawah dhumawah ing bantala, para kawula samya berag amargi manggih tirta pindha manggih kencana.

Negari Tirtakencana pantes lamun ta dipuncaritakaken, awit ngupayaa negari satus datan pikantuk kalih, sewu tan jangkep sedasa. Dhasar negari panjang punjung pasir wukir, gemah ripah loh jinawi kerta tur raharja.

Panjang dawa pocapane, amargi negari Tirtakencana andarbeni basa kang beda kalawan Negari Surakarta Hadiningrat punapa dene Negari Ngayogyakarta Hadiningrat. Sanadyan ta sami-sami basa Jawi, nanging basa Jawi ingkang limrah dipun-engge dening para kawula ing Negari Tirtakencana dipunwastani basa ngapak dening kawula Surakarta Hadiningrat dalah kawula Ngayogyakarta Hadiningrat. Wondene basa Jawi ingkang dipun-engge dening para kawula Surakarta Hadiningrat dalah kawula Ngayogyakarta Hadiningrat dipunwastani bandhek dening para kawula Tirtakencana. Basa ngapak tuhu basa ingkang kathah migunakaken swanten a kados pangucaping tiyang-tiyang Jawi Kina, utawi kados pangucaping tiyang-tiyang ing Tanah Pasundhan. Datan namung punika prabedanipun basa ngapak kaliyan basa bandhek. Kathah tembung ing basa ngapak ingkang boten wonten ing basa bandhek, kados ta: nyong utawi inyong ingkang mengku teges aku, rika ingkang ateges kowe, lan sapanunggalanipun. Senadyan ta basa ngapak dening tiyang-tiyang ing sajawining Negari Tirtakencana inganggep gemradag ora kepenak, nanging para kawula Tirtakencana samya mongkog anggadhahi basa ingkang makaten. Saking mongkogipun, ngantos para kawula ing Negari Tirtkencana darbe sesanti “Ora ngapak, ora kepenak”.

Kejawi punika, Nagari Tirtakencana ugi anggadhahi kabudayan ingkang saperangan datan pinanggih ing negari sanes.

Punjung luhur kawibawane, dene Negari Tirtakencana ambawahi sekawan kadipaten, inggih punika Kadipaten Toyamas, Kadipaten Tlacap, Kadipaten Braling, saha Kadipaten Banjarnegari. Nadyan para adipati wau samya anggadahi wewengkon saha kawula dasih piyambak-piyambak, nanging sedaya adipati wau rumaos rena ing penggalih minangka kawula Negari Tirtakencana.

 Pasir samudra wukir gunung, dene Negari Tirtakencana ngungkuraken samudra, ngajengaken redi. Ing sisih kiduling Negari Tirtakencana nyata lamun wonten samudra ageng kang pinracaya minangka keratoning Nyai Rara Kidul. Samudra ageng ingkang limrah sinebat Segara Kidul papanipun wonten sakiduling Kadipaten Tlacap. Wondene ing sisih ler wonten redi ingkang tansah ngedalaken kukus nanging boten nate ngedalaken wedhus gembel kados ingkang asring kawedalaken dening Redi Mrapi. Tansah ngedalaken kukus, margi redi ingkang winastan Redi Slamet punika klebet salah satunggaling gunung geni.

Gemah, kang lumaku dagang rinten dalu datan ana pedhote. Ripah, jalma manca kathah ingkang sami bebara, saengga papan jembar katingal rupak saking harjaning negari. Loh tulus kang sarwa tinandur, jinawi murah kang sarwa tinuku. Kerta, dene para kawula ing padhusunan padha tentrem atine, mungkul pangulahing tetanen, mardi undhaking wulu-wetu. Dene raharja tegese tebih ing parangmuka.

Sinigeg caritane, margi datan cekap sedinten manawi kedah nyariosaken sadaya babagan ingkang wonten gandheng-cenengipun kaliyan Negari Tirtakencana.

Rabu, 05 Juli 2023

NGREMBUG TEMBANG CAMPURSARI KANG ASESIRAH “KEDANAN”



 
Embuh wis ping pira aku nampa kiriman vidio sing isine tembang campursari Sragenan lumantar grup WhatsApp, marga grup WhatsApp ana ing handphone-ku akeh cacahe. Tembang mau asesirah "Kedanan". 

Sekawit aku mung trima ngrungokake tembange, senajan banjur mesem marga mbayangake randha sing lagi nandhang kasmaran. Nanging bareng bola-bali nampa kiriman vidio kasebut, suwe-suwe aku dadi kepengin ngrembug isine tembang kang ana ing vidio kasebut. 

Tembang kang ditembangake dening Uut Salsabilla mau nyritakake sawijining randha kang wis duwe anak loro, kedanan marang jejaka kembang desa. Apa sing marahi randha kasebut kedanan marang jejaka kembang desa? Marga jejaka mau mripate mblalak-mblalak, sajak ngawe-awe. Apa maneh yen nyawang esem lan guyune, tambah kegugah rasa atine si randha mau. Nanging apa kabeh mau bisa keturutan urip lan momong putra bebarengan? Awit, senajan si randha mau kedanan nganti awan wengi tansah kelingan, nanging kedanan bujang iku, jarene, bebasan kodhok nggayuh lintang. Mula si randha mau banjur nglakoni patigeni. Pamrihe, kareben si jejaka mau luluh atine. Saking kedanane marang jejaka mau, si randha nganti prasetya ora bakal rabi karo priya liya, marga mung jejaka mau sing dienteni.

Miturutku, apa sing dadi gegayuhane randha mau ora salah. Senajan wis duwe anak loro, duwe gegayuhan kepengin dadi bojone jejaka kembang desa iku oleh wae. Marga apa? Marga tresna iku dununge ana ing rasa. Akeh contone randha sing wis duwe anak, bisa sesandhingan karo jejaka. Tegese randha mau bisa urip bebarengan karo jejaka. Ora usah daksebut jenenge ing kene, dakkira para maos wis uninga, marga selebriti ya ana sing wis randha duwe anak, entuk bojo jejaka. Sing ora bener kuwi, yen si jejaka ora duwe rasa seneng marang si randha mau, banjur si randha njaluk biyantu dhukun amrih jejaka mau kepencut. Jalaran apa? Jalaran tresnane si jejaka marang randha mau dudu tresna kang lair saka atine, nanging marga dipaeka dening dhukun.

Banjur kepriye yen si randha kasebut nglakoni patigeni amrih si jejaka mau luluh atine? Sadurunge ngrembug apa oleh apa ora si randha nglakoni patigeni kareben si jejaka luluh atine lan gelem dadi bojone, luwih dhisik bakal dirembung bab patigeni.

Apa iku patigeni? Dinulu saka asal-usule, tembung “patigeni” dumadi saka tembung “pati” lan “geni”. Tegese: nyidhem geni. Sing dikarepake “nyidhem geni” ing kene dudu tembung wantah, nanging tembung entar (tembung kang ora kena ditegesi mung sawantahe bae). Dudu bener-bener “mateni geni”, nanging “nyidhem hawa nepsu”.

Ana ing kabudayan Jawa, patigeni iku wujude puwasa. Patigeni yaiku puwasa kang nduweni ancas kanggo nyidhem hawa nepsu jroning awak. Wong kang lagi puwasa patigeni kudu ninggalake hawa nepsu lan kadonyan. Carane kepriye? Miturut andharan kang tinulis ing https://www.idntimes.com/, wong kang puwasa patigeni iku ora entuk mangan, ngombe, turu, klebu ora entuk ngomong, nganti sedina sewengi. Ora mung kuwi, wong kang lagi puwasa patigeni uga ora oleh kena soroting srengenge. Dadi, sasuwene puwasa patigeni, wong mau kudu ana ing senthong kang ditutup rapet, ora ana cahya kang mlebu sajroning senthong. Peteng ndhedhet. Ing kono wong kang lagi puwasa patigeni, anane mung semedi karo ndonga marang Gusti.

Banjur kapan puwasa patigeni iku dilakoni? Adhedhasar pakulinan Kejawen, puwasa patigeni diwiwiti pas tiba wetone wong kang nglakoni puwasa patigeni. Suwene puwasa patigeni, beda-beda. Ana sing mung sedina sewengi, nanging ana sing nganti 40 dina. Abot? Mesthi wae abot.

Dene niyate puwasa patigeni, yaiku:


Niyat ingsun patigeni

Asirep rapet maring geni lan sinar

Aku bali maring pepeteng

Kadya purwaning dumadi mring alam luwung

Sajroning guwa garbaning sang ibu

Sedulur papat lima pancer

Tumekaning sang jabang bayine

kakang kawah adhi ari-ari

kiblat papat lima pancer

Nyawiji mring ngarsane Gusti

Niyatku patigeni

Esih miturut andharan kang tinulis ing https://www.idntimes.com/, trumrap kapercayan Kejawen, patigeni nduweni kautaman bisa nyidhem hawa nepsu saengga wong kang nglakoni patigeni ora bakal mengo yen ana lawan jenis sing nggodha. Kebaja kuwi, patigeni uga bisa dipercaya kuwawa nambah kawibawan, dadi katon tambah ayu utawa bagus, nggampangake sakabehing urusan dunya, entuk pituduhing Gusti bab jodho, panggulawentah, pakaryan lan liya-liyane.

Apa entuk puwasa patigeni? Yen miturut Islam, puwasa kuwi diwiwiti saka Subuh nganti srengenge mangslup ing wektu Maghrib. Ewa samono, kaya kang dikandhakake ana ing https://www.idntimes.com/, syariat Islam ora nglarang wong nglakoni puwasa tanpa mangan lan ngombe suwene sedina sewengi (1 x 24 jam). Nanging ukume dadi “ora oleh” yen puwasa mau terus-terusan tanpa mangan lan ngombe nganti rong dina rong bengi (2 x 24 jam) utawa luwih. Puwasa kang kaya mangkono ana ing agama Islam diarani puwasa wishal. Https://www.detik.com/ nyebutake yen Rasulullah tau nglakoni puwasa wishal, nanging puwasa iki ora disunahake kanggo umate. Rasulullah ora ngidini umate puwasa wishal. Dadi, tumrap umat Islam, becike yen puwasa ya manut piwulang agama Islam bae, ora susah nganggo cara liya. Dene kanggo umat liyane, iya mangga wae yen pancen agamane ngidini.

Iku mau bab patigeni. Saiki ngrembug liyane.

Ing tembang kang dianggit dening Jithul Sumarji, ana ukara kang muni “Ibarate kodhok nggayuh lintang”. Amrih para maos priksa jangkepe tembang kang asisirah “Kedanan”, ing ngisor iki diaturake unining tembang mau. 

                    KEDANAN 

                    Sapa sing ora kedanan mripate

Mblalak-mblalak ngawe-awe

Kegugah rasa atiku

Yen anyawang esem lan guyumu

Sayange anakku loro, wis randha

Kana jaka kembang desa

Apa bisa keturutan

Momong putra urip bebarengan

Aku kedanan

Rina wengi mung tansah kelingan

Kedanan bujang

Ibarate kodhok nggayuh lintang

Takrewangi patigeni pamrihe

Kareben luluh atine

Aku ora bakal rabi

Mung sliramu priya tak-enteni.

 

Ukara “Ibarate kodhok nggayuh lintang” iku jane mono klebu paribasan. Paribasan kang kudune muni “Cebol nggayuh lintang”, embuh kena ngapa diowahi dadi “Kodhok nggayuh lintang”. Kamangka, paribasan kudune ora entuk diowahi. 

Cebol tegese pendhek, ora dhuwur. Wong cebol iku wong sing pendhek. Paribasan “Cebol nggayuh lintang” iku mengku teges: wong kang duwe gegayuhan sing mokal klakone. Kira-kira padha karo wong pendhek kang kepengin ngranggeh lintang sing panggonane ana ing langit. Mokal bisa kasembadan.