Rabu, 03 September 2025

ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ PADA MASA JAHILIYAH

 

1. Silsilah Abu Bakar

Abu Bakar bernama asli Abdullah bin ‘Utsman bin Amir bin ‘Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Luayyi bin Ghalib bin Fihr. Bapaknya, Utsman bin Amir, lebih akrab dipanggil dengan nama Abu Quhafah. Sementara ibunya bernama Salma binti Shahr bin Amir, tapi biasa dipanggil Ummul Khair. Ayah dan ibu Abu Bakar masih saudara sepupu, yakni sama-sama cucu Amir bin ‘Amr. Abu Bakar dilahirkan dua tahun lebih beberapa bulan setelah Tahun Gajah, yakni tahun di mana Abrahah dengan pasukan bergajahnya datang ke Makkah hendak menghancurkan Ka’bah, tapi tidak berhasil karena Abrahah dan bala-tentaranya diserang oleh gerombolan burung yang melemparkan batu panas1). Tahun Gajah ini merupakan tahun kelahiran Rasulullah2). Jadi, selisih umur Rasulullah dengan Abu Bakar tidak berbeda jauh3), lebih tua Rasulullah.

Nasab4) Abu Bakar dengan nasab Rasulullah bertemu pada kakeknya yang bernama Murrah. Kalau kita buat garis keturunan dari Murrah ke bawah, maka akan tampak seperti di bawah ini.


2. Kehidupan Abu Bakar pada Masa Jahiliyah

Pada masa jahiliah, Abu Bakar tak pernah mau minum khamr (minuman yang memabukkan), meskipun teman-temannya melakukannya. Penyebabnya, suatu ketika ia melewati seseorang dari kaumnya yang mabuk setelah minum khamr, lalu orang tersebut meletakkan tangannya di atas kotoran dan mendekatkan kotoran tersebut ke mulutnya. Ketika tercium bau busuk, orang tersebut kemudian menjauhkannya. Itulah sebabnya Abu Bakar tak mau minum khamr. Apalagi setelah masuk Islam, beliau jelas lebih menjauhi khamr, sebab benda tersebut diharamkan oleh Islam.

Selain tidak minum khamr, selama hidup Abu Bakar juga tak pernah menyembah berhala. Ada sebuah kisah, suatu ketika ayahnya menarik tangan Abu Bakar dan mengajaknya ke tempat berhala-berhala.

“Ini adalah sesembahanmu yang maha tinggi”, kata ayahnya, lalu pergi meninggalkan Abu Bakar seorang sendiri.

Abu Bakarpun mendekati berhala itu seraya berkata, “Sungguh saya ini lapar. Berilah saya makan!”.

Berhala itu diam tak menjawab. Abu Bakarpun berkata lagi pada berhala tadi.

“Sungguh, saya tidak memiliki pakaian. Berilah saya pakaian!”.

Namun lagi-lagi berhala itu tak menjawab permintaan Abu Bakar. Diam-diam Abu Bakar kemudian melempar berhala tadi dengan batu besar. Berhala itu pun jatuh tersungkur di tanah.

Sebelum masuk Islam, Abu Bakar merupakan salah seorang tokoh pembesar bangsa Quraisy. Ia mempunyai garis keturunan yang mulia. Ia juga terkenal dengan kebaikan, keberanian, kokoh pendirian, selalu memiliki ide-ide yang cemerlang dalam keadaan genting, banyak toleransi, penyabar, dan paling mengerti garis keturunan Arab dan berita-berita mengenai mereka. Itulah sebabnya ia sering dijadikan rujukan oleh para tokoh Quraisy untuk meminta pengarahan, karena kejeniusan dan sikapnya yang luwes terhadap orang lain, termasuk karena kesuksesannya dalam berbisnis.

Sejak kecil Abu Bakar telah bersahabat dengan Muhammad. Abu Bakar tahu persis bahwa sahabatnya itu memiliki akhlak yang terpuji dan menjunjung tinggi kejujuran. Sahabatnya itu juga orang yang tak pernah menyembah berhala dan tak mau minum khamr, sama seperti dirinya. Tak mengherankan ketika Muhammad diangkat sebagai rasul oleh Allah, Abu Bakar adalah laki-laki pertama yang masuk Islam. Itulah sebabnya ia digolongkan sebagai assabiqunal awwalun ‘orang-orang yang awal masuk atau memeluk Islam’. Nama Abu Bakar sendiri konon berasal dari predikat pelopor dalam Islam. Bakar berarti dini atau awal.

3. Ciri Fisik Abu Bakar

Mengenai ciri fisik Abu Bakar, kita memiliki informasi yang cukup lumayan seperti pernah dituturkan oleh putrinya, ‘Aisyah. Abu Bakar adalah seorang laki-laki yang berkulit putih, berbadan kurus, bercambang tipis, agak condong, pinggangnya kecil (sehingga kainnya selalu turun dari pinggangnya karena kurus), wajahnya selalu berkeringat, keningnya lebar, matanya hitam dan cekung, selalu mewarnai jenggotnya dengan memakai hinai maupun katam.


------------------------------------

1)   Peristiwa datangnya pasukan bergajah yang hendak menghancurkan Ka’bah diabadikan            dalam Al-Qur’an Surat Al-Fīl.

2)   Menurut Mahmud Pasya, seorang ahli falak, Rasulullah lahir pada hari Senin, 9 Rabi’ul               Awwal atau tanggal 20 April 571 Masehi sebagaimana dikutip oleh Hasan Ibrahim Hasan.

3)   Beberapa buku yang terkait dengan sejarah Abu Bakar menyebutkan bahwa Abu Bakar               lahir pada tahun 573 Masehi.

4)  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata nasab diartikan ‘keturunan (terutama dari             pihak bapak)’; ‘pertalian keluarga’. 


Daftar Acuan

 

Abdul Aziz bin Abdur Rahman Asy-Syatsri. 2007. Rahasiaku Masuk Surga. Surabaya: La Raiba Bima Amanta (eLBA).

Fauziah Rachmawati. 2015. 10 Kunci Rezeki Ala Sahabat Rasulullah. Jakarta: Qibla.

Hasan Ibrahim Hasan. 2015. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jilid 1. Cetakan Keempat. Jakarta Pusat: Kalam Mulia.

Ustadz Dja’far Amir. 1985. Sejarah Khulafaur Rasyidin. Solo: Ramadhani.

Ustadz Imam Mubarok bin Ali. 2019. Dahsyatnya Ibadah, Bisnis, dan Jihad Para Sahabat Nabi yang Kaya Raya. Yogyakarta: Laksana.

Ustadz Rachmat Ramadhana Al-Banjari. 2012. Karamah-Karamah Super Dahsyat Para Sahabat Nabi. Jogjakarta: Najah.

Yanuar Arifin. 2012. Rekam Jejak Para Sahabat Kaya Raya. Yogyakarta: Sabil.

https://kbbi.web.id/nasab


Rabu, 27 Agustus 2025

RASULULLAH DITINGGALKAN JAMAAH SAAT SEDANG BERKHOTBAH


 

Sebetulnya perintah untuk melaksanakan shalat Jumat diturunkan di Makkah sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Namun karena saat itu jumlah umat Islam masih sedikit dan mendapat banyak intimidasi dari kaum kafir Quraisy, sehingga ibadah shalat Jumat belum bisa terlaksana. Perintah shalat Jumat tersebut tercantum dalam Al-Qur’an Surat Al-Jumu’ah ayat 9.

9. Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Surat Al-Jumu’ah merupakan surat ke-62 dalam Al-Qur’an. Surat ini terdiri atas 11 ayat. Dilihat dari segi isinya, menurut buku Al-Qur'an dan Terjemahannya: Al-Jumanatul 'Ali, Seuntai Mutiara Yang Mahaluhur, Surat Al-Jumu’ah terdiri atas tiga kelompok, yang masing-masing kelompok membicarakan tentang:

a. pengutusan Nabi Muhammad adalah karunia Allah kepada umat manusia (ayat 1-4);

b. peringatan kepada umat Islam supaya tidak seperti orang Yahudi yang tidak mengamalkan isi kitab sucinya (ayat 5-8); dan

c. beberapa hukum yang berhubungan dengan shalat Jumat (ayat 9-11).

Dari 11 ayat yang ada dalam Surat Al-Jumu’ah, sesungguhnya hanya 3 ayat yang membicarakan tentang hari Jumat sesuai dengan nama suratnya. Ketiga ayat tersebut terdapat dalam kelompok ketiga, yakni beberapa hukum yang berhubungan dengan shalat Jumat.  

Berdasarkan ayat 9 di atas, kita tahu bahwa apabila waktu shalat Jumat telah tiba, maka kita disuruh supaya bersegera menunaikan kewajiban tersebut. Segala sesuatu yang bersifat keduniawian seperti jual-beli dan sebagainya, sebaiknya ditinggalkan. Mengapa demikian, karena mementingkan shalat Jumat itu lebih baik bagi kita daripada mementingkan bisnis atau pekerjaan lain.

Sementara ayat 10 menginformasikan: setelah shalat Jumat selesai, kita diperkenankan melakukan aktivitas kembali untuk mencari karunia Allah. Yang berbisnis silakan melakukan perniagaan kembali, yang kerja di kantor silakan meneruskan pekerjaannya kembali di kantor, dan yang memiliki pekerjaan lain silakan melanjutkan kembali pekerjaannya masing-masing.

10.   Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

Shalat Jumat pertama kali dilaksanakan saat Rasulullah hijrah dari Makkah ke Madinah. Kisahnya, setelah beristirahat selama 4 hari (yaitu hari Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis) dan membangun masjid di Quba, Rasulullah kemudian meneruskan perjalanan menuju Madinah yang kala itu masih bernama Yatsrib. Dengan diiringi para sahabat Muhajirin dan Anshar, Rasulullah berangkat dari Quba pada Jumat pagi. Sebagian orang berkendaraan, sebagian lagi berjalan kaki. Ketika waktu shalat Jum'at tiba, Rasulullah tengah melewati Wadi Ranuna. Tempat ini dekat dengan perkampungan Bani Salim bin Auf. Rasulullah berhenti dan mendirikan shalat Jum'at bersama para sahabatnya. Jumlahnya sekitar 100 orang. Inilah shalat Jum'at pertama yang didirikan Rasulullah. Semenjak itu dan seterusnya, Rasulullah selalu melaksanakan shalat Jumat.

Ada kisah di mana Rasulullah ditinggalkan oleh jamaah saat sedang berkhotbah yang menyebabkan turunnya Surat Al-Jumu’ah ayat 11.

11.   Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah, “Apa yang di sisi Allah adalah lebih baik daripada permainan dan perniagaan, dan Allah sebaik-baik pemberi rezeki”.

Sebagaimana diriwayatkan oleh Asy-Syaikhan (Al-Bukhari dan Muslim) yang bersumber dari Jabir, ketika Rasulullah berkhotbah pada hari Jumat, datanglah kafilah yang membawa dagangan dari Syam. Orang-orang yang sedang mendengarkan khotbah keluar menjemput rombongan kafilah tersebut, sehingga tinggal 12 orang saja yang duduk mendengarkannya. Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, sehingga Allah mengingatkan kepada mereka bahwa apa yang ada di sisi Allah itu jauh lebih baik daripada sekedar jual-beli. Dalam riwayat lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Jabir dikemukakan, apabila ada gadis-gadis yang menikah, biasanya akan diramaikan dengan sebuah pertunjukan yang menggunakan seruling dan alat musik lainnya, sehingga mereka pergi meninggalkan Rasulullah yang sedang berkhotbah. Itulah sebabnya turun ayat ini, yang menegaskan bahwa nikmat Allah itu jauh lebih baik daripada sekedar menonton pertunjukan.


DAFTAR PUSTAKA


Asrifin An Nakhrawie. 2011. Ringkasan Asbaabun Nuzul, Sebab-Sebab Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an. Surabaya: Ikhtiar.  

Departemen Agama RI. 2004. Al-Qur'an dan Terjemahannya: Al-Jumanatul 'Ali, Seuntai Mutiara yang Mahaluhur. Bandung: J-Art

K.H.Q. Shaleh dan H.A.A. Dahlan dkk. 2000. Asbābun Nuzūl, Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat Al-Quran. Cetakan ke-6. Bandung: CV Penerbit Diponegoro.  

Syaikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfuri. 2018. Sirah Nabawiyah. Cetakan Ke-17. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

https://news.detik.com/berita/d-5359918/sejarah-sholat-jumat-dan-asal-usulnya-kenapa-hanya-untuk-laki-laki.

Senin, 25 Agustus 2025

CELAKALAH ORANG YANG CURANG


Berdagang atau jual beli merupakan salah satu cara untuk mendapatkan rezeki. Namun untuk memperoleh rezeki itu harus dengan cara halal dan berkah. Yang dimaksud dengan cara halal adalah cara yang sesuai dengan tuntunan agama, misalnya tidak mengurangi timbangan atau takaran, riba dan sebagainya. Sementara untuk mendapatkan rezeki yang berkah, kita harus mengupayakan segala aspek kehidupan dengan cara yang baik dan benar, seperti bertakwa kepada Allah, bersyukur, maupun menjaga silaturahmi. Rezeki yang berkah bukan hanya tentang jumlah harta, melainkan lebih pada manfaat dan ketenangan hati yang dirasakan dari rezeki yang diperoleh.

Dalam kenyataannya, berdagang atau jual beli itu banyak godaan. Salah satu godaan tersebut adalah berbuat curang dalam timbangan dan takaran. Ketika ia menerima timbangan atau takaran dari orang lain, ia meminta dipenuhi atau bahkan dilebihi, tapi ketika ia menimbang atau menakar untuk otrang lain, ia menguranginya. Hal ini dilakukan demi mendapatkan keuntungan yang besar.  

Kelihatannya orang yang seperti itu adalah orang yang beruntung. Namun pada hakikatnya ia adalah golongan orang yang merugi. Bahkan Allah menggolongkannya sebagai orang yang mendapatkan celaka baik ketika masih hidup di dunia maupun di akhirat kelak sebagaimana tecantum dalam Al-Qur’an Surat Muthaffifīn ayat 1-6.

 

1.  Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)!

2.  (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan,

3.  dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi.

4.  Tidakkah mereka itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan,

5.  pada suatu hari yang besar,

6.  (yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit menghadap Tuhan seluruh alam.

(Al-Qur’an Surat Muthaffifīn ayat 1-6).

 

Kisah di balik turunnya ayat tersebut, menurut Muhammad Ridla Baiquni, ketika Rasulullah sudah hijrah ke Madinah. Di sana ada seorang perempuan yang mempunyai dua timbangan (takaran). Bila ia membeli barang dari orang lain, ia menggunakan timbangan yang berat timbangannya melebihi timbangan biasa. Ini dilakukan agar ia memperoleh keuntungan yang lebih banyak. Sebaliknya, bila ia menjual, ia menggunakan timbangan lain yang telah direkayasa sehingga hasil timbangannya lebih ringan dari timbangan normal. Dikarenakan perbuatan tersebut merugikan orang lain, maka turunlah ayat di atas.

Sementara menurut K.H.Q. Shaleh dan H.A.A. Dahlan dkk. dan Asrifin An Nakhrawie yang mengutip hadits yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih bersumber dari Ibnu Abbas, ketika Rasulullah sampai di Madinah, diketahui bahwa orang-orang Madinah termasuk orang yang paling curang dalam takaran dan timbangan, sehingga Allah turunkan ayat 1, 2, dan 3 sebagai ancaman kepada orang-orang yang curang dalam menimbang. Setelah ayat ini turun, orang-orang Madinah termasuk orang yang jujur dalam menimbang dan menakar.

Ayat di atas secara tegas mengecam orang yang berbuat curang dalam timbangan dan takaran, yang meminta lebih saat membeli barang, dan mengurangi saat menjual dagangannya. Di akhirat, mereka yang curang dalam berdagang akan dimintai pertanggungjawaban karena mengurangi hak orang lain. Bahkan bagi orang yang berlaku curang, Rasulullah tidak akan mengakui mereka sebagai golongan atau umatnya. Hal ini pernah disampaikan di depan seorang pedagang yang melakukan kecurangan.

Suatu saat Rasulullah berjalan-jalan ke pasar dan memasukkan tangannya pada gundukan makanan yang ada di sana. Beliau mendapati makanan tersebut basah. Rasulullah lalu menegur pedagang tersebut.

“Wahai pemilik makanan, ini apa?” Pemilik makanan menjawab, “Kehujanan ya Rasulullah”. Beliau bersabda, “Mengapa tidak engkau simpan paling atas sehingga pembeli melihatnya? Barang siapa yang melakukan penipuan, ia tidak termasuk ke dalam golonganku” (HR. Muslim).

Selain akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat, di dunia pun mereka tercela. Reputasinya dalam dunia bisnis menjadi rusak. Pedagang yang curang kebanyakan tidak akan pernah tenteram dalam hidupnya. Ia akan selalu merasa khawatir disebabkan tindakan curangnya itu. Kalaupun ia terlihat seperti orang kaya dengan harta yang melimpah, namun kebahagian yang dirasakan hanyalah kebahagiaan semu. Kebahagiaan yang menipu diri dan jiwanya.  

 

DAFTAR PUSTAKA

.

Abdullah Zein. 2016. Memikat Hati Pelanggan ala Rasulullah. Yogyakarta: Safirah

Al-Ustadz Afif Abdul Fattah Thabbarah. 2002. Tafsir Juz ‘Amma Lengkap & Ilmiah. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Asrifin An Nakhrawie. 2011. Ringkasan Asbaabun Nuzul, Sebab-Sebab Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an. Surabaya: Ikhtiar.  

K.H.Q. Shaleh dan H.A.A. Dahlan dkk. 2000. Asbābun Nuzūl, Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat Al-Quran. Cetakan ke-6. Bandung: CV Penerbit Diponegoro.

Muhammad Ridla Baiquni. Tanpa Angka Tahun. Orang yang Bangkrut Dunia Akhirat. Jombang: Lintas Media.

Ust. Husnul Albab. Tanpa Angka Tahun. Jangan Coba-Coba Melanggar Larangan Allah. Surabaya: Riyan Jaya.

Kamis, 21 Agustus 2025

RASULULLAH DITEGUR ALLAH KARENA BERMUKA MASAM DAN BERPALING SAAT DITANYA OLEH ORANG TUNA NETRA

  

Saat awal Rasulullah berdakwah, para pengikutnya kebanyakan orang lemah. Mereka adalah orang-orang miskin dan berstrata sosial rendah.  Itulah sebabnya para pemimpin kaum kafir Quraisy senang sekali mencibir dengan mengatakan bahwa Muhammad hanyalah manusia biasa yang diikuti oleh orang-orang yang hina-dina, yang lekas percaya terhadap ucapannya. Oleh karena para pengikutnya kebanyakan orang lemah, maka dengan mudah para pemimpin kaum kafir Quraisy mengintimidasi dan bahkan menyiksa mereka.

Salah satu orang yang tergolong assabiqunal awwalun atau kelompok orang yang pertama kali masuk Islam adalah Abdullah bin Ummi Maktum. Ia berasal dari suku Quraisy dan memiliki hubungan kekerabatan dengan Rasulullah. Ia sepupu dengan Khadijah binti Khuwailid dari jalur ibu. Ayahnya bernama Qais bin Zaid, sedangkan ibunya bernama ‘Atikah binti Abdullah. Ibunya dipanggil dengan sebutan Ummi Maktum, artinya “ibu dari yang tersembunyi” atau “ibu dari yang tertutup”, karena Abdullah lahir dalam keadaan matanya tidak dapat melihat.  

Seperti halnya pengikut Rasulullah yang lain, Abdullah bin Ummi Maktum juga diintimidasi dan disiksa oleh orang-orang kafir Quraisy disebabkan menjadi pengikut Rasulullah, meskipun ia penyandang catat. Berbagai macam bentuk ujian dan gangguan ia alami, tak ada bedanya dengan sahabat-sahabat lain yang tidak difabel. Walau demikian, ia tak mengalami goncangan dan penurunan semangat dalam mempelajari Islam. Ia bahkan semakin bertambah keimanannya dan kesungguhan dalam berpegang teguh terhadap Islam. Ia sangat bersemangat untuk mendalami Islam dan semangat untuk menerima seruan Rasulullah.

Ada sebuah kisah tentang sahabat Rasulullah yang satu ini, di mana semangatnya untuk mempelajari Islam menjadi penyebab turunnya ayat suci Al-Qur’an.  

Pada suatu hari Rasulullah sedang berbicara dengan para pembesar kaum kafir Quraisy. Rasulullah mengajak mereka agar mau masuk Islam. Beliau berharap mereka mau menerima seruan dakwahnya, agar mereka menghentikan perbuatannya yang suka mengganggu para sahabat Rasulullah.

Saat Rasulullah sedang bercakap-cakap dengan para pembesar kaum kafir Quraisy, datang Abdullah bin Ummi Maktum.

“Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku apa yang telah Allah ajarkan kepadamu”, Abdullah bin Ummi Maktum memohon kepada Rasulullah.

Dengan muka masam, Rasulullah berpaling dari Abdullah bin Ummi Maktum dan tetap menghadap ke para pembesar kaum kafir Quraisy. Rasulullah memang sangat berharap para pembesar tersebut mau masuk Islam agar agama Islam bertambah mulia, sekaligus mrmperkuat barisan untuk dakwah di jalan Allah.

Berkali-kali Abdullah bin Ummi Maktum memohon kepada Rasulullah untuk memberikan pelajaran, namun Rasulullah tak memedulikannya. Beliau fokus ke para pembesar kaum kafir Quraisy. Meskipun Rasulullah telah berusaha mengajak mereka, namun hati para pembesar kaum kafir Quraisy itu tak tersentuh untuk memeluk Islam. Mereka menolak.

Dikarenakan sikap Rasulullah yang seperti itu terhadap orang yang ingin mempelajari Islam meskipun dia difabel, maka turunlah ayat yang berisi teguran terhadap Rasulullah.

1.  Dia (Muhammad) bermuka masam dan dia berpaling

2.  karena telah datang kepadanya seorang buta.

3.  Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa)

4.  atau ia (ingin) mendapatkan pelajaran, lalu pelajaran itu memberikan manfaat kepadanya.

5.  Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup (kaya)

6.  maka kamu melayaninya.

7.  Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau ia tidak membersihkan diri (beriman).

8.  Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pelajaran),

9.  sedang ia takut (kepada Tuhannya)

10.  maka kamu mengabaikannya.

11.  Sekali-kali janganlah begitu! Sungguh ini suatu pelajaran.

(Al-Qur'an Surat 'Abasa ayat 1-11).


Sejak menerima wahyu yang berisi teguran tersebut, Rasulullah tak lagi pernah bermuka masam terhadap orang-orang miskin atau kalangan rendah. Jika bertemu Abdullah bin Ummi Maktum, Rasulullah selalu menggelar serban dan menyambut dengan gembira. Setelah itu, Rasulullah akan menanyakan apa yang dibutuhkan oleh Abdullah bin Ummi Maktum.

Peristiwa tersebut menggambarkan betapa jujurnya Rasulullah. Meskipun wahyu itu berisi teguran, tapi beliau tanpa ragu sedikitpun untuk mengumumkannya. Bahkan beliau seakan-akan memperoleh cahaya baru, bahwa petunjuk rohani tak dapat diukur dari kedudukan atau strata sosial seseorang. Meskipun seseorang itu miskin, tuna netra, pincang atau memiliki kekurangan lain, bisa saja ia lebih mudah menerima ajaran Allah daripada orang yang kaya dan/atau berkedudukan atau berstrata sosial tinggi. Hal ini disebabkan wahyu Allah diturunkan untuk semua umat manusia tanpa memandang kedudukan atau strata sosial di masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA


Abdurrahman Ra’fat Basya. 2019. Sirah Shahabat. Jakarta: Pustaka As-Sunnah.

Al-Ustadz Afif Abdul Fattah Thabbarah. 2002. Tafsir Juz ‘Amma Lengkap & Ilmiah. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Al-Wahidi an-Nisaburi. 2014. Asbabun Nuzul, Sebab-Sebab Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an. Surabaya: Amelia.

Asrifin An Nakhrawie. 2011. Ringkasan Asbaabun Nuzul, Sebab-Sebab Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an. Surabaya: Ikhtiar.  

Departemen Agama RI. 2004. Al-Qur'an dan Terjemahannya: Al-Jumanatul 'Ali, Seuntai Mutiara Yang Mahaluhur. Bandung: J-Art.

K.H.Q. Shaleh dan H.A.A. Dahlan. 2004. Asbābun Nuzūl, Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Quran. Bandung: CV Penerbit Diponegoro.

Nizar Abazhah. 2014. Sahabat Muhammad, Kisah Cinta dan Pergulatan Iman Generasi Muslim. Jakarta: Zaman.

Syaikh DR. Yusuf Al-Qaradhawi. 2019. Tafisr Juz ‘Amma. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.


 

Rabu, 20 Agustus 2025

PENGADUAN BUDAK PEREMPUAN YANG DIPAKSA MELACUR

 

Perbudakan telah ada jauh sebelum agama Islam yang dibawakan oleh Nabi Muhammad turun ke bumi. Perbudakan telah menjadi suatu sistem yang diakui di seluruh dunia, bahkan merupakan bagian dari kegiatan ekonomi dan sosial. Sampai tahun 1800, perbudakan bahkan masih terjadi di Indonesia. Sebuah foto yang dipajang di Museum Sejarah Jakarta menunjukkan bahwa di Batavia pada tahun tersebut masih terdapat lelang budak.  

Meskipun dia manusia, tapi budak tak ubahnya seperti barang dan hewan yang dapat diperjualbelikan. Ia juga boleh dicambuk, dipukul, atau disiksa dalam bentuk yang lain tanpa ada yang dapat menghentikan jika majikannya masih berkehendak menyiksanya. Budak tak memiliki hak sama sekali untuk mengajukan tuntutan atau pengaduan, sebab tak ada satu pun pihak yang mau mengakui hak mereka. Bahkan dalam undang-undang Romawi tempo dulu, budak tidak lebih tinggi nilainya dibandingkan binatang, karena apa yang dilakukan majikannya adalah benar belaka.

Ketika Islam datang, masalah perbudakan yang sedang berkembang dan diterima semua orang, sedikit demi sedikit dihapuskan. Sebagai misal, Islam menganggap budak sebagai wujud manusia yang memilik hak kehormatan dan kehidupan. Dalam hal ini, Islam menjelaskan bahwa sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.

Islam juga menyamakan antara budak dengan manusia lain menyangkut semua hak dan kewajiban, kecuali dalam beberapa hal seperti meringankan sanksi hukuman bagi seorang budak, yaitu menjadikannya separuh dari sanksi orang merdeka karena pertimbangan psikologis, sosial, dan kemanusiaan sebagaimana dikatakan oleh Abdullah Nashih ‘Ulwan dalam bukunya berjudul Jawaban Tuntas Masalah Perbudakan. 

Islam memperlakukan budak dengan perlakuan manusiawi dan mulia. Islam telah membuat beberapa wasiat yang baik dan manhaj (sistem) ilmiah dalam memperlakukan budak secara baik sehingga dapat dijadikan kebanggaan oleh generasi Islam sepanjang sejarah dan masa. Dua contoh di antara beberapa wasiat yang berhubungan dengan budak adalah:

1. hendaknya majikan memberi makan kepada budak dari apa yang ia makan dan memberi pakaian kepadanya dari pakaian yang ia pakai. Dalam hal ini Rasulullah pernah bersabda, “Barang siapa yang saudaranya berada di bawah tangan (kekuasaan)-nya maka hendaklah ia memberi makan kepadanya dari apa yang ia makan dan memberi pakaian kepadanya dari pakaian yang ia pakai.

2. majikan tidak boleh membebani pekerjaan yang tidak mereka sanggupi. Rasulullah bersabda, “Dan janganlah kalian membebani mereka dengan pekerjaan-pekerjaan yang tidak mereka sanggupi; jika kalian membebani tugas kepada mereka hendaklah kamu menolongnya”

Betapa Islam memperlakukan budak dengan perlakuan manusiawi dan mulia dapat kita lihat dari peristiwa yang dialami oleh budak milik Abdullah bin Ubay bin Salul.

Abdullah bin Ubay bin Salul adalah gembong munafik Madinah. Meskipun ia menyatakan diri masuk Islam, tapi itu hanya pura-pura. Di dalam hatinya ada rasa dengki dan dendam kepada Rasulullah. Dia tidak rela pendukungnya berpaling kepada Rasulullah. Itulah sebabnya dia menjalankan rencana busuknya dengan cara halus dan konspiratif.

Dalam perang Uhud yang terjadi pada 3 Hijriah misalnya, Abdullah bin Ubay bin Salul melakukan konspirasi dengan menyusun rencana busuk agar pasukan Rasulullah mengalami kekalahan. Diam-diam dia melakukan propaganda dan mengajak sekitar 300 pasukan muslim Madinah mengundurkan diri dari barisan Rasulullah. Ini dilakukan ketika pasukan muslim melakukan perjalanan menuju bukit Uhud. Sewaktu pasukan tersebut sampai di tempat bernama Syawath (versi lain: Asy Syauth),  ia membelot bersama pengikutnya.

Abdullah bin Ubay bin Salul juga pernah menyebarkan berita bohong tentang Aisyah ke masyarakat Madinah, bahwa istri Rasulullah itu telah berbuat mesum dengan seorang sahabat bernama Shafwan. Aisyah yang memang tidak melakukan apa yang dituduhkan olehnya, dibersihkan nama baiknya oleh Allah melalui Surat An-Nūr ayat 11-20.

Ketika terjadi pertempuran antara pasukan Rasulullah dengan pasukan Yahudi Bani Nadhir, Abdullah bin Ubay bin Salul justru berkhianat. Ia bersama gerombolan munafik mendekati pimpinan Yahudi Bani Nadhir dan berjanji akan membantu mereka.

Sewaktu terjadi pertengkaran antara Jahjah ibn Mas’ud Al-Ghifariy dari kalangan Muhajirin dengan Sinan ibn Wabr Al-Juhaniy dai kalangan Anshar hingga situasi menjadi keruh, Abdullah bin Ubay bin Salul justru memanfaatkan kekeruhan suasana untuk memprovokasi. Dia mencoba membangkitkan sentimen kelompok di tengah-tengah para sahabat agar perpecahan makin meluas.

Lalu bagaimana perlakuan Abdullah bin Ubay bin Salul terhadap budak perempuannya? Gembong munafik ini memiliki beberapa tempat prostitusi. Di tempat tersebut ia menampung beberapa perempuan cantik dan menggiurkan yang disediakan bagi laki-laki hidung belang. Sebagai orang yang tidak suka terhadap Rasulullah, ia berusaha menyesatkan pemuda Islam dari jalan Allah.

Di depan tempat prostitusi dipasang bendera merah agar mudah dikenal. Di antara para perempuan yang disediakan untuk laki-laki hidung belang, terdapat budak muslimah yang dipaksa menjual diri oleh Abdullah bin Ubay bin Salul. Bahkan budak perempuan tersebut telah dipaksa melacur sejak lama, sebelum umat Islam berhijrah ke Madinah. Jabir Asysyaal menyebut budak perempuan tersebut bernama Masīkah, sedangkan Misran dan Armansyah mengatakan bernama Musaikah. Bahkan Sri Suhandjati Sukri mengatakan ada dua orang budak perempuan yang dilacurkan oleh Abdullah bin Ubay bin Salul, yaitu Masīkah dan Amimah.

Budak perempuan tersebut secara diam-diam memang telah masuk Islam, berkat sering berkumpul dan berdekatan dengan perempuan Anshor yang telah terbuka hatinya untuk memeluk agama Islam. Ia banyak mendengar ayat-ayat Al-Qur’an sehingga lama kelamaan hatinya condong pada Islam. Ia pun sering bertanya tentang ajaran Islam, termasuk pelajaran tentang dosa dan cara bertobat, sehingga menyadarkannya bahwa selama ini ia berada di jalan yang salah. Jalan yang penuh noda dan dosa. Ia ingin bertobat, tapi apalah daya karena ia seorang budak?

Pada suatu hari, Masīkah (Sri Suhandjati Sukri menyebut Masīkah dan Amimah) datang menghadap kepada Rasulullah. Ia mengadu bahwa dirinya disuruh majikannya, Abdullah bin Ubay bin Salul, untuk menjadi pelacur dan menyetorkan sebagian uang hasil pelacuran itu kepada tuannya. Mereka sebenarnya tidak mau melakukan hal itu, tapi dipaksa. Budak perempuan tersebut mengadukan permasalahannya kepada Rasulullah. Dikarenakan adanya pengaduan tersebut, maka Allah lalu menurunkan petunjuk yang berisi larangan menyuruh budak-budak perempuannya untuk menjadi pelacur.

Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)-nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki, yang mengingin-kan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka. Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa budak-budak perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barang siapa yang memaksa mereka, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa (itu) (Al-Qur’an Surat An-Nūr ayat 33).

Dengan turunnya ayat tersebut, menunjukkan bahwa Islam memperlakukan budak dengan perlakuan manusiawi dan mulia. Meskipun ia budak, tapi majikannya dilarang melakukan tindakan sewenang-wenang seperti memaksa budaknya untuk menjadi pelacur, padahal pekerjaan tersebut sangat tidak disukai oleh budak tersebut.  

 

 DAFTAR PUSTAKA 

 

1, Buku 

Abdullah Nashih ‘Ulwan. 1988. Jawaban Tuntas Masalah Perbudakan. Jakarta: Al Ishlahy Press.

Jabir Asysyaal. 1988. Al-Qur’an Bercerita Soal Wanita. Jakarta: Gema Insani Press.

Misran dan Armansyah. 2018. Para Penentang Muhammad SAW. Bandung: Safina.

Sri Suhandjati Sukri. 2005. Perempuan Menggugat, Kasus dalam Al-Qur’an & Realitas Masa Kini. Semarang: Pustaka Adnan.


2. Internet

https://mulyonoatmosiswartoputra.blogspot.com/2025/04/museum-sejarah-jakarta-beribu-cerita.html