Kamis, 28 Oktober 2021

KAMBING UMMU MA'BAD

 

 

Perjalanan hijrah Nabi Muhammad dari Makkah ke Yatsrib (sebelum nama itu diubah menjadi Madinah Al-Munawwarah oleh Nabi Muhammad setelah beliau tinggal di kota tersebut), adalah perjalanan panjang penuh liku. Berbagai rintangan menghadang di depannya dengan nyawa sebagai taruhannya. Meski demikian, Allah senantiasa menjaga beliau dari rencana jahat kaum kafir Quraisy. Belum lagi teriknya matahari saat siang hari di padang pasir yang membakar tubuh, dan dinginnya udara di malam hari, menambah beratnya perjalanan hijrah beliau.

Tatkala perjalanan sampai di daerah Qadid, Nabi Muhammad yang ditemani oleh Abu Bakar, dan Abdullah bin Uraiqith yang bertindak sebagai pemandu jalan, mengalami kekurangan bekal. Saat itu mereka melihat sebuah tenda berdiri di atas pasir di tengah sahara. Singgahlah mereka ke tenda tersebut untuk beristirahat sejenak sekaligus mempersiapkan perbekalan. Di tenda tersebut terdapat seorang perempuan bernama Ummu Ma’bad.

Nama asli perempuan itu adalah Atikah binti Khalid Al-Khuza’iyah. Ia biasa dipanggil Ummu Ma’bad, karena memiliki anak bernama Ma’bad. Ummu Ma’bad artinya ibu dari anak yang bernama Ma’bad. Ummu Ma’bad menikah dengan saudara sepupunya yang biasa dipanggil Abu Ma’bad, artinya ayah dari anak yang bernama Ma’bad.

Ummu Ma’bad adalah seorang perempuan yang sopan dan baik hati. Ia sangat dermawan, suka memberi sesuatu kepada orang-orang yang singgah di tendanya. Suaminya, Abu Ma'bad, setiap pagi selalu membawa kambing-kambingnya ke tempat yang ada rumput atau tetumbuhan yang bisa dimakan kambing. Ia baru kembali ke tendanya sore hari.

Hari itu, ketika Ummu Ma’bad kedatangan tamu yang belum dikenalnya, ada peristiwa yang menakjubkan.

“Apakah engkau memiliki sesuatu yang dapat kami beli?”, tanya Nabi Muhammad kepada Ummu Ma’bad.

“Kalau kami memiliki sesuatu, tentu kalian tidak usah membelinya”, jawab Ummu Ma’bad. “Saat ini musim paceklik. Kami tidak memiliki sesuatu yang dapat kami suguhkan kepada tamu-tamu kami”, lanjutnya.

Nabi Muhammad mengalihkan pandangan ke samping tenda. Seekor kambing betina terlihat di sana. Sangat kurus.

“Ada apa dengan kambing itu?”, tanya Nabi Muhammad.

“Dia tertinggal dari kambing-kambing yang lain. Dia lemah”.

“Apakah dia masih mengeluarkan susu?”

“Tidak”.

“Apakah boleh saya mêmêrah susunya?”

“Silakan, jika menurutmu dia bisa mengeluarkan susu”.

Dengan menyebut nama Allah dan berdoa, Nabi Muhammad mengusap kantong kelenjar susu kambing kurus yang tertinggal sendiri di tenda Ummu Ma’bad. Begitu kantong kelenjar susu kambing itu diusap, tiba-tiba menggelembung seperti kantong kelenjar susu kambing yang sedang menyusui.

Nabi Muhammad meminta bejana besar kepada Ummu Ma’bad. Diambillah bejana dari dalam tendanya dan kemudian diberikan kepada tamunya. Nabi Muhammad mêmêrah susu kambing hingga memenuhi bejana. Tak terlintas dalam benak Ummu Ma’bad bahwa kambingnya yang kurus itu kini mengeluarkan susu banyak.

Nabi Muhammad menyodorkan susu kambing yang baru saja diperah kepada Ummu Ma’bad. Ummu Ma’bad diminta untuk meminum susu terlebih dahulu. Ummu Ma’bad pun minum hingga puas. Setelah itu, Nabi Muhammad memberikan susu tadi kepada Abu Bakar dan Abddullah bin Uraiqiht, untuk diminum. Sesudah semuanya minum, barulah Nabi Muhammad minum.

Selesai minum, Nabi Muhammad kembali mêmêrah susu kambing tersebut. Setelah bejana penuh berisi susu, Nabi Muhammad menyerahkannya kepada Ummu Ma’bad. Rombongan Nabi Muhammad pun berpamitan untuk melanjutkan perjalanan.

Sewaktu Abu Ma’bad pulang, dia terkejut melihat ada susu di tendanya.

“Dari mana kau dapatkan susu ini, wahai istriku?”, tanya Abu Ma’bad. “Di tempat kita tidak ada kambing yang dapat diperah susunya”, lanjutnya.

“Tadi ada laki-laki yang sangat baik, lewat dan singgah di rumah kita”.

“Coba ceritakan kepadaku, bagaimana ciri-ciri laki-laki tadi?”.

“Orangnya tampan dan bersinar. Akhlaknya bagus. Perutnya rata dan kepalanya tidak terlalu besar. Kedua bola matanya hitam. Alisnya panjang dan melengkung. Bercelak. Rambutnya sangat hitam, lehernya panjang, dan jenggotnya lebat”, Ummu Ma’bad menggambarkan keadaan laki-laki yang baru saja dilihatnya tadi.

Abu Ma’bad mendengarkan dengan serius.

“Bila dia diam, terlihat tenang dan berwibawa. Jika sedang berbicara tampak kehebatannya. Tutur katanya manis dan ramah. Tidak sedikit kata-katanya dan tidak pula berlebihan. Ucapannya bak untaian mutiara yang tersusun rapi. Perawakannya sedang, tidak tinggi, tidak pula pendek. Dia seperti pertengahan antara dua dahan. Dia yang paling tampan dan paling muda dari teman-temanya yang lain. Dia memiliki teman-teman yang mengelilinginya. Bila dia bicara, mereka mendengarkan ucapannya dengan baik. Bila dia memerintahkan sesuatu, mereka dengan segera melayani dan menaati perintahnya. Dia tak pernah bermuka masam dan tak pernah mencela”, Ummu Ma’bad menambahkan apa yang sudah dikatakan di awal.

“Demi Allah, dialah orang yang selama ini dibicarakan orang-orang Quraisy”, ucap Abu Ma’bad penuh keyakinan.  “Aku ingin menjadi sahabatnya”, lanjut Abu Ma’bad.

Mendengar ucapan suaminya, Ummu Ma’bad merasa menyesal karena tak mengenali siapa tamunya tadi.

Menurut riwayat, selang beberapa bulan dari peristiwa tersebut, Abu Ma’bad dan Ummu Ma’bad menyusul Nabi Muhammad ke Yatsrib atau Madinah. Mereka berdua menghadap Nabi Muhammad dan menyatakan masuk Islam. Sementara kambing yang diperah susunya oleh Nabi Muhammad berumur panjang, serta selalu mengeluarkan susu bila diperah. Kambing tersebut hidup sampai saat Umar bin Khaththab menjadi khalifah.  

 

 

 

Daftar Acuan

 

 

Awang Surya. 2017. Berjuta Jalan Menggapai Pertolongan Allah, Kumpulan Kisah Berhikmah dari Orang-Orang Pilihan Allah. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

 

Bassam Muhammad Hamami. 2015. 39 Tokoh Wanita Pengukir Sejarah Islam. Jakarta: Qisthi Press.

 

Drika Zein. 2012. Mukjizat Nabi Muhammad. Sleman – Yogyakarta: Wanajati Chakra Renjana.

 

Fuad Kauma. 2000. 50 Mukjizat Rasulullah. Jakarta: Gema Insani.

 

K.H. Moenawar Chalil. 1980. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW. Jilid II A. Cetakan ke-4. Jakarta: Bulan Bintang.

 

K.H. Salim Bahreisy. 2002. Menyaksikan 35 Mukjizat Rasulullah SAW. Cetakan Kelima. Surabaya: Pustaka Pogresif.

 

Manshur bin Nashir Al-‘Awaji. 2014. 45 Mukjizat Nabi. Solo: Kiswah Media.


Muhammad ash-Shayim. 2005. Kisah-Kisah Islami. Jakarta: Akbar.

 

Muhammad Ibrahim Sulaiman. 1993. Bunga-Bunga di Taman Hati Rasulullah. Solo: CV. Pustaka Mantik.

 

Nur K. 2019. 70 Golden Stories of Muslimah. Klaten: Semesta Hikmah.

 

Syaikh Mahmud Al-Mishri. 2019. Biografi 35 Shahabiyah Nabi. Cetakan Ketiga. Sukoharjo: Insan Kamil.

 

Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri. 2014. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar

 

Ummu Rumaisha. 2015. 77 Cahaya Cinta di Madinah: Kisah Cinta Paling Mengharukan Para Sahabat. Surakarta: Al Qudwah Publishing.

Tidak ada komentar :