Sebetulnya perintah untuk melaksanakan shalat Jumat diturunkan di Makkah sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Namun karena saat itu jumlah umat Islam masih sedikit dan mendapat banyak intimidasi dari kaum kafir Quraisy, sehingga ibadah shalat Jumat belum bisa terlaksana. Perintah shalat Jumat tersebut tercantum dalam Al-Qur’an Surat Al-Jumu’ah ayat 9.
9. Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Surat Al-Jumu’ah merupakan surat ke-62 dalam Al-Qur’an. Surat ini terdiri atas 11 ayat. Dilihat dari segi isinya, menurut buku Al-Qur'an dan Terjemahannya: Al-Jumanatul 'Ali, Seuntai Mutiara Yang Mahaluhur, Surat Al-Jumu’ah terdiri atas tiga kelompok, yang masing-masing kelompok membicarakan tentang:
a. pengutusan Nabi Muhammad adalah karunia Allah kepada umat manusia (ayat 1-4);
b. peringatan kepada umat Islam supaya tidak seperti orang Yahudi yang tidak mengamalkan isi kitab sucinya (ayat 5-8); dan
c. beberapa hukum yang berhubungan dengan shalat Jumat (ayat 9-11).
Dari 11 ayat yang ada dalam Surat Al-Jumu’ah, sesungguhnya hanya 3 ayat yang membicarakan tentang hari Jumat sesuai dengan nama suratnya. Ketiga ayat tersebut terdapat dalam kelompok ketiga, yakni beberapa hukum yang berhubungan dengan shalat Jumat.
Berdasarkan ayat 9 di atas, kita tahu bahwa apabila waktu shalat Jumat telah tiba, maka kita disuruh supaya bersegera menunaikan kewajiban tersebut. Segala sesuatu yang bersifat keduniawian seperti jual-beli dan sebagainya, sebaiknya ditinggalkan. Mengapa demikian, karena mementingkan shalat Jumat itu lebih baik bagi kita daripada mementingkan bisnis atau pekerjaan lain.
Sementara ayat 10 menginformasikan: setelah shalat Jumat selesai, kita diperkenankan melakukan aktivitas kembali untuk mencari karunia Allah. Yang berbisnis silakan melakukan perniagaan kembali, yang kerja di kantor silakan meneruskan pekerjaannya kembali di kantor, dan yang memiliki pekerjaan lain silakan melanjutkan kembali pekerjaannya masing-masing.
10. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
Shalat Jumat pertama kali dilaksanakan saat Rasulullah hijrah dari Makkah ke Madinah. Kisahnya, setelah beristirahat selama 4 hari (yaitu hari Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis) dan membangun masjid di Quba, Rasulullah kemudian meneruskan perjalanan menuju Madinah yang kala itu masih bernama Yatsrib. Dengan diiringi para sahabat Muhajirin dan Anshar, Rasulullah berangkat dari Quba pada Jumat pagi. Sebagian orang berkendaraan, sebagian lagi berjalan kaki. Ketika waktu shalat Jum'at tiba, Rasulullah tengah melewati Wadi Ranuna. Tempat ini dekat dengan perkampungan Bani Salim bin Auf. Rasulullah berhenti dan mendirikan shalat Jum'at bersama para sahabatnya. Jumlahnya sekitar 100 orang. Inilah shalat Jum'at pertama yang didirikan Rasulullah. Semenjak itu dan seterusnya, Rasulullah selalu melaksanakan shalat Jumat.
Ada kisah di mana Rasulullah ditinggalkan oleh jamaah saat sedang berkhotbah yang menyebabkan turunnya Surat Al-Jumu’ah ayat 11.
11. Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah, “Apa yang di sisi Allah adalah lebih baik daripada permainan dan perniagaan, dan Allah sebaik-baik pemberi rezeki”.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Asy-Syaikhan (Al-Bukhari dan Muslim) yang bersumber dari Jabir, ketika Rasulullah berkhotbah pada hari Jumat, datanglah kafilah yang membawa dagangan dari Syam. Orang-orang yang sedang mendengarkan khotbah keluar menjemput rombongan kafilah tersebut, sehingga tinggal 12 orang saja yang duduk mendengarkannya. Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, sehingga Allah mengingatkan kepada mereka bahwa apa yang ada di sisi Allah itu jauh lebih baik daripada sekedar jual-beli. Dalam riwayat lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Jabir dikemukakan, apabila ada gadis-gadis yang menikah, biasanya akan diramaikan dengan sebuah pertunjukan yang menggunakan seruling dan alat musik lainnya, sehingga mereka pergi meninggalkan Rasulullah yang sedang berkhotbah. Itulah sebabnya turun ayat ini, yang menegaskan bahwa nikmat Allah itu jauh lebih baik daripada sekedar menonton pertunjukan.
DAFTAR PUSTAKA
Asrifin An Nakhrawie. 2011. Ringkasan Asbaabun Nuzul, Sebab-Sebab Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an. Surabaya: Ikhtiar.
Departemen Agama RI. 2004. Al-Qur'an dan Terjemahannya: Al-Jumanatul 'Ali, Seuntai Mutiara yang Mahaluhur. Bandung: J-Art
K.H.Q. Shaleh dan H.A.A. Dahlan dkk. 2000. Asbābun Nuzūl, Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat Al-Quran. Cetakan ke-6. Bandung: CV Penerbit Diponegoro.
Syaikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfuri. 2018. Sirah Nabawiyah. Cetakan Ke-17. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar