Senin, 25 Agustus 2025

CELAKALAH ORANG YANG CURANG


Berdagang atau jual beli merupakan salah satu cara untuk mendapatkan rezeki. Namun untuk memperoleh rezeki itu harus dengan cara halal dan berkah. Yang dimaksud dengan cara halal adalah cara yang sesuai dengan tuntunan agama, misalnya tidak mengurangi timbangan atau takaran, riba dan sebagainya. Sementara untuk mendapatkan rezeki yang berkah, kita harus mengupayakan segala aspek kehidupan dengan cara yang baik dan benar, seperti bertakwa kepada Allah, bersyukur, maupun menjaga silaturahmi. Rezeki yang berkah bukan hanya tentang jumlah harta, melainkan lebih pada manfaat dan ketenangan hati yang dirasakan dari rezeki yang diperoleh.

Dalam kenyataannya, berdagang atau jual beli itu banyak godaan. Salah satu godaan tersebut adalah berbuat curang dalam timbangan dan takaran. Ketika ia menerima timbangan atau takaran dari orang lain, ia meminta dipenuhi atau bahkan dilebihi, tapi ketika ia menimbang atau menakar untuk otrang lain, ia menguranginya. Hal ini dilakukan demi mendapatkan keuntungan yang besar.  

Kelihatannya orang yang seperti itu adalah orang yang beruntung. Namun pada hakikatnya ia adalah golongan orang yang merugi. Bahkan Allah menggolongkannya sebagai orang yang mendapatkan celaka baik ketika masih hidup di dunia maupun di akhirat kelak sebagaimana tecantum dalam Al-Qur’an Surat Muthaffifīn ayat 1-6.

 

1.  Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)!

2.  (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan,

3.  dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi.

4.  Tidakkah mereka itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan,

5.  pada suatu hari yang besar,

6.  (yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit menghadap Tuhan seluruh alam.

(Al-Qur’an Surat Muthaffifīn ayat 1-6).

 

Kisah di balik turunnya ayat tersebut, menurut Muhammad Ridla Baiquni, ketika Rasulullah sudah hijrah ke Madinah. Di sana ada seorang perempuan yang mempunyai dua timbangan (takaran). Bila ia membeli barang dari orang lain, ia menggunakan timbangan yang berat timbangannya melebihi timbangan biasa. Ini dilakukan agar ia memperoleh keuntungan yang lebih banyak. Sebaliknya, bila ia menjual, ia menggunakan timbangan lain yang telah direkayasa sehingga hasil timbangannya lebih ringan dari timbangan normal. Dikarenakan perbuatan tersebut merugikan orang lain, maka turunlah ayat di atas.

Sementara menurut K.H.Q. Shaleh dan H.A.A. Dahlan dkk. dan Asrifin An Nakhrawie yang mengutip hadits yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih bersumber dari Ibnu Abbas, ketika Rasulullah sampai di Madinah, diketahui bahwa orang-orang Madinah termasuk orang yang paling curang dalam takaran dan timbangan, sehingga Allah turunkan ayat 1, 2, dan 3 sebagai ancaman kepada orang-orang yang curang dalam menimbang. Setelah ayat ini turun, orang-orang Madinah termasuk orang yang jujur dalam menimbang dan menakar.

Ayat di atas secara tegas mengecam orang yang berbuat curang dalam timbangan dan takaran, yang meminta lebih saat membeli barang, dan mengurangi saat menjual dagangannya. Di akhirat, mereka yang curang dalam berdagang akan dimintai pertanggungjawaban karena mengurangi hak orang lain. Bahkan bagi orang yang berlaku curang, Rasulullah tidak akan mengakui mereka sebagai golongan atau umatnya. Hal ini pernah disampaikan di depan seorang pedagang yang melakukan kecurangan.

Suatu saat Rasulullah berjalan-jalan ke pasar dan memasukkan tangannya pada gundukan makanan yang ada di sana. Beliau mendapati makanan tersebut basah. Rasulullah lalu menegur pedagang tersebut.

“Wahai pemilik makanan, ini apa?” Pemilik makanan menjawab, “Kehujanan ya Rasulullah”. Beliau bersabda, “Mengapa tidak engkau simpan paling atas sehingga pembeli melihatnya? Barang siapa yang melakukan penipuan, ia tidak termasuk ke dalam golonganku” (HR. Muslim).

Selain akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat, di dunia pun mereka tercela. Reputasinya dalam dunia bisnis menjadi rusak. Pedagang yang curang kebanyakan tidak akan pernah tenteram dalam hidupnya. Ia akan selalu merasa khawatir disebabkan tindakan curangnya itu. Kalaupun ia terlihat seperti orang kaya dengan harta yang melimpah, namun kebahagian yang dirasakan hanyalah kebahagiaan semu. Kebahagiaan yang menipu diri dan jiwanya.  

 

DAFTAR PUSTAKA

.

Abdullah Zein. 2016. Memikat Hati Pelanggan ala Rasulullah. Yogyakarta: Safirah

Al-Ustadz Afif Abdul Fattah Thabbarah. 2002. Tafsir Juz ‘Amma Lengkap & Ilmiah. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Asrifin An Nakhrawie. 2011. Ringkasan Asbaabun Nuzul, Sebab-Sebab Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an. Surabaya: Ikhtiar.  

K.H.Q. Shaleh dan H.A.A. Dahlan dkk. 2000. Asbābun Nuzūl, Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat Al-Quran. Cetakan ke-6. Bandung: CV Penerbit Diponegoro.

Muhammad Ridla Baiquni. Tanpa Angka Tahun. Orang yang Bangkrut Dunia Akhirat. Jombang: Lintas Media.

Ust. Husnul Albab. Tanpa Angka Tahun. Jangan Coba-Coba Melanggar Larangan Allah. Surabaya: Riyan Jaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar