Kamis, 30 Januari 2025

PUTRI MARDIKA, Organisasi Perempuan Pertama di Indonesia



Putri Mardika
(Sumber gambar: https://www.harapanrakyat.com/2024/04/organisasi-poetri-mardika-pelopor-gerakan-perempuan-agar-lebih-maju/)


Sudah sejak zaman dahulu perempuan telah mengambil peranan penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Meskipun pada zaman dahulu perempuan distereotipkan sebagai makhluk yang memiliki tugas seputar sumur, kasur, dan dapur, namun kenyataannya ada perempuan yang pernah menduduki tahta kerajaan seperti Ratu Sima, Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani, Ratu Kalinyamat, dan Sultanah Safiatuddin.

Pada masa kolonial, perempuan juga mampu mengangkat senjata melawan musuh seperti halnya laki-laki. Laksamana Keumalahayati, Nyi Ageng Serang, Martha Christinsa Tiahahu, Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, Pocut Baren, Tengku Fakinah, Opu Daeng Risaju, dan Siti Manggopoh adalah sederetan perempuan tangguh yang berani terjun ke medan perang mengusir penjajah. Selain itu, ada juga perempuan yang melakukan pergerakan secara perorangan dengan cara mendidik perempuan-perempuan di sekelilingnya agar tidak terbelenggu adat-istiadat yang merugikan perempuan itu sendiri seperti yang dilakukan oleh R.A. Kartini maupun Dewi Sartika. Ia belum membentuk organisasi.  

Dalam perkembangan selanjutnya, bangsa Indonesia menyadari bahwa melawan penjajah dengan senjata tidak membuahkan hasil. Oleh karena itu, orang-orang pribumi terpelajar kemudian memelopori pergerakan nasional. Tahun 1908 dianggap sebagai awal pergerakan nasional di Indonesia yang ditandai dengan lahirnya organisasi Budi Utomo.

Tidak hanya laki-laki yang memelopori pergerakan, tapi perempuan pun tak mau ketinggalan. Pergerakan yang dilakukan oleh perempuan dapat dilihat dari lahirnya organisasi perempuan.

Pada masa penjajahan, bangsa Indonesia sudah memiliki kesadaran untuk memajukan kaum perempuan. Mereka merasa perlu membentuk perkumpulan atau organisasi yang memiliki pandangan yang sama, yaitu memajukan keadaan perempuan dari berbagai aspek, terutama dalam bidang pendidikan. Dengan membentuk organisasi, maka upaya untuk mencapai tujuan yang diharapkan akan lebih efisien, sebab setiap anggota organisasi dapat berperan.

Pada umumnya para penulis sepakat bahwa organisasi perempuan pertama di Indonesia adalah Putri Mardika. Organisasi yang didirikan di Batavia (sekarang: Jakarta) pada 1912, seperti dikatakan oleh Panitia Pembuatan Buku, bertujuan memberikan bantuan, bimbingan, dan penerangan kepada gadis pibumi dalam menuntut pelajaran dan menyatakan pendapat di depan umum, berusaha menghilangkan rasa rendah pada perempuan, dan meninggikan derajatnya sehingga setingkat dengan kaum laki-laki. Organisasi ini mendapat dukungan dari organisasi Budi Utomo.  

Nama Putri Mardika itu sendiri berasal dari kata putri dan mardika. Putri artinya perempuan, sedang mardika berarti bebas atau merdeka. Jadi, Putri Mardika memiliki makna perempuan yang bebas atau merdeka. Ketika perempuan tersebut belum bebas atau merdeka, maka organisasi Putri Mardika bertanggungjawab besar memperjuangkan hak-hak perempuan pribumi baik dari aspek sosial maupun pendidikannya.

Menurut Mutiah Amini, organisasi Putri Mardika mengalami perkembangan pesat hingga memiliki cabang di beberapa tempat di Jawa. Perkembangan pesat ini dikarenakan “kedekatan” Putri Mardika dengan Budi Utomo, sehingga di mana ada Budi Utomo, di situ berdiri Putri Mardika. Pada 1913, Putri Mardika yang awalnya berpusat di Batavia (Jakarta), lalu pindah ke Pacitan, Jawa Timur. Hal ini terjadi karena Siti Sundari sebagai pemimpin Putri Mardika pindah ke Pacitan mengikuti suaminya. Namun beberapa sumber lain justru tidak menyebut nama Siti Sundari sebagai Ketua Putri Mardika seperti dikatakan oleh Mutiah Amini.

Panitia Pembuatan Buku, Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Restu Diniyanti, Indah Nur Sari, dan http:repositori.unsil.ac.id/ menyebutkan nama-nama tokoh yang pernah duduk sebagai pengurus Putri Mardika adalah R.A. Theresia Sabarudin, R.A. Sutinah Joyopranoto, Rr. Rukmini, dan Sadikun Tondokusumo. Siti Sundari tidak disebut sebagai pengurus Putri Mardika oleh para penulis tersebut.

Menariknya, meskipun yang diperjuangkan adalah kaum perempuan, namun organisasi ini menerima anggota laki-laki. Bahkan menurut data mereka, pada tahun 1915 jumlah anggota Putri Mardika sebanyak 132 orang, 32 orang di antaranya adalah perempuan, sedangkan sisanya adalah kaum laki-laki dan donatur.

Organisasi Putri Mardika mempunyai peranan penting dalam memberantas kebodohan bagi kaum perempuan. Mereka sadar bahwa pendidikan bagi perempuan itu penting, sebab ia memikul tanggung jawab besar dalam mendidik calon generasi masa depan. Mereka juga sadar bahwa pendidikan sangat dibutuhkan bagi perempuan agar dapat menjadi istri dan ibu yang baik. Untuk mencapai tujuan tersebut, Putri Mardika memberikan beasiswa pendidikan bagi perempuan.  

Untuk mendukung perjuangan memajukan kaum perempuan, pada tahun 1915 organisasi Putri Mardika menerbitkan surat kabar bulanan yang diberi nama sesuai nama organisasinya, yakni Putri Mardika, yang terbit setiap pertengahan bulan (tanggal 15). Melalui majalah ini diharapkan berbagai ide dan dan pemikiran maju bisa sampai kepada para perempuan di luar Batavia atau Jakarta.

Menurut laporan Putri Mardika yang terbit bulan Juni 1913, pada tahun 1913 Putri Mardika telah membiayai 4 (empat) anak perempuan dengan rincian: 1 (satu) anak sekolah di Hogere Burger School (HBS) Betawi, 1 (satu) anak sekolah di HBS Semarang, dan 2 (dua) anak sekolah di Belanda. Selain memberikan bantuan biaya administrasi sebesar f. 30, Putri Mardika juga memberikan ongkos sebesar f. 20 setiap bulannya dan membelikan alat-alat tulis serta perlengkapan sekolah seperti buku-buku dan perkakas setiap kenaikan kelas.

Dua tahun berikutnya, menurut laporan yang dimuat dalam majalah Putri Mardika, Nomor 5, Agustus 1915, organisasi Putri Mardika berhasil membiayai 2 (dua) anak perempuan sekolah di HBS, 1 (satu) anak perempuan sekolah di Belanda, 3 (tiga) anak perempuan sekolah di Bataviasche Kartinischool, dan 1 (satu) anak perempuan sekolah di sekolah partikelir (swasta).

Selanjutnya, anak-anak yang dibiayai sekolahnya oleh Putri Mardika pada 1916 sebanyak 7 (tujuh) anak, pada 1917 sebanyak 9 (sembilan) anak, pada 1918 sebanyak 9 (sembilan) anak, dan pada 1919 sebanyak 6 (enam) anak. Berkurangnya anak yang ditanggung oleh Putri Mardika karena ada yang melanjutkan ke MULO secara gratis, ada yang memutuskan untuk berhenti, dan menikah.

Lalu dari mana dana tersebut diperoleh? Dana untuk membiayai pelaksanaan berbagai program dan operasional diperoleh dari iuran wajib anggota Putri Mardika setiap bulan. Selain itu, juga berasal dari para donatur. Itulah sebabnya Putri Mardika dapat membiayai sekolah anak-anak.

Pemberian dana pendidikan atau beasiswa kepada anak perempuan yang orang tuanya tidak mampu menyekolahkan, rutin dilakukan Putri Mardika setiap tahun. Bahkan orang-orang yang membutuhkan bantuan, diberi santunan oleh Putri Mardika sebagai bentuk perhatian pada keadaan sekitar. 

Ketika ada kongres yang membahas pendidikan di Hindia Belanda pada 1918, Putri Mardika juga memberikan donasi untuk pelaksanaan kongres. Namun tiga tahun terakhir, Putri Mardika mengalami kerugian karena "besar pasak daripada tiang". Artinya, biaya yang dikeluarkan oleh Putri Mardika lebih besar daripada pemasukan, sehingga pengurus harus menutupi kekurangannya. Sementara sisa uang tahun 1920 tinggal sedikit, sehingga mengalami kebangkrutan. Walaupun Putri Mardika tidak berumur panjang, namun pengaruhnya cukup besar terhadap kaum perempuan pribumi yang berpendidikan.

 

Daftar Pustaka

 

1. Buku

 

A.K. Pringgodigdo. 1994. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Cetakan Ke-13. Jakarta: PT Dian Rakyat. 

Cora Vreede-De Stuers. 2008. Sejarah Perempuan Indonesia, Gerakan & Pencapaian. Depok: Komunitas Bambu.

G.A. Ohorella dkk. 1992. Peranan Wanita Indonesia dalam Masa Pergerakan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.

Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 2010. Sejarah Nasional Indonesia V, Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Akhir Hindia Belanda (+1900 - 1942). Cetakan Keempat. Jakarta: Balai Pustaka.

Mutiah Amini. 2021. Sejarah Organisasi Perempuan Indonesia (1928-1998). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nur Indah Sari. 2019. Peranan Poetri Mardika dalam Mendukung Pendidikan Perempuan Pribumi Jawa 1912-1918”, dalam AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah, Volume 7, Nomor 1, Tahun 2019.

Panitia Pembuatan Buku. 2009. 80 Tahun Kowani, Derap Langkah Pergerakan Organisasi Perempuan Indonesia. Jakarta: PT Pustaka Sinar Harapan.

Restu Diniyanti. 2020. “Potret Gerakan Perempuan pada Abad Ke-20 di Batavia: Poetri Mardika 1912”, dalam Historia: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah, 3(2), 135-144.


2. Internet

http://repositori.unsil.ac.di/7818/7/BAB%20III%20SKRIPSI.pdf