Senin, 22 Mei 2023

SEJARAH SINGKAT KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK


 

Meletusnya Gerakan 30 September / Partai Komunis Indonesia (G-30-S/PKI) pada 30 September 1965 yang menyebabkan 7 orang jenderal dan 3 orang lainnya meninggal dunia karena disiksa dan dibunuh oleh PKI, mengakibatkan situasi politik di Indonesia menjadi memburuk. Setelah pertanggungjawaban Presiden Soekarno mengenai terjadinya peristiwa G-30-S/PKI ditolak oleh Majelas Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Soeharto yang saat itu telah berpangkat jenderal bintang empat, ditetapkan sebagai pejabat presiden pada 12 Maret 1967. Pada 27 Maret 1968, berdasarkan hasil Sidang Umum MPRS, Soeharto diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia, menggantikan Soekarno. Selain sebagai presiden, Soeharto juga merangkap jabatan sebagai Menteri Pertahanan/Keamanan.

Untuk membenahi ekonomi Indonesia yang hampir bangkrut, Presiden Soeharto membentuk tim ekonomi. Tim ini keliling ke negara-negara maju untuk mencari bantuan finansial. Saat itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mempunyai program Dekade Perempuan (1975-1985). Program Dekade Perempuan ini bermula dari munculnya konsep perempuan dalam pembangunan (Woman in Development, WID) yang mulai dikenalkan pada 1970-an di Amerika Serikat. Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah Amerika Serikat kemudian membuat Undang-Undang tentang Bantuan Luar Negeri (The Percy Amandement to the 1973 Foreign Assistance) yang di dalamnya memuat syarat adanya peningkatan peran perempuan dalam pembangunan negara penerima bantuan.

Menurut Wardah Hafidz, aktivis sosial perkotaan yang disampaikan kepada Historia, demi mendapatkan dana bantuan, Indonesia menerima persyaratan yang diberikan oleh calon-calon pendonor. Salah satu hasil dari pemenuhan persyaratan tersebut adalah Indonesia harus mempunyai kementerian yang membidangi urusan perempuan. Jadi, pembentukan kementerian yang membidangi urusan perempuan karena PBB mempunyai program Dekade Perempuan, sehingga semua negara anggota PBB harus mempunyai kementerian yang membidangi urusan perempuan.

Saat itu Indonesia memang belum memiliki kementerian yang membidangi urusan perempuan. Oleh karena itu, pada tahun 1978 Indonesia kemudian membentuk kementerian yang membidangi urusan perempuan. Dengan dipenuhinya persyaratan tersebut, maka bantuan untuk Indonesia pun mengalir.

Lasiyah Soetanto yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum KOWANI dan juga anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat / Dewan Perwakilan Rakyat (MPR/DPR) Republik Indonesia dari Golongan Karya (Golkar), adalah orang yang pertama kali diangkat sebagai menteri yang membidangi urusan perempuan pada Kabinet Pembangunan III (Maret 1978 - Maret 1983). Saat itu namanya belum kementerian, tapi Kantor Menteri Muda Urusan Peranan Wanita. Lasiyah Soetanto diangkat sebagai Menteri Muda Urusan Peranan Wanita berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 59/M Tahun 1978 tanggal 29 Maret 1978.

Pada Kabinet Pembangunan IV (Maret 1983 - Maret 1988), nama Kantor Menteri yang membidangi urusan perempuan mengalami peningkatan status dari sebelumnya. Jika pada Kabinet Pembangunan III Kantor Menteri yang membidangi urusan perempuan bernama Kantor Menteri Muda Urusan Peranan Wanita, maka pada Kabinet Pembangunan IV berubah menjadi Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 45/M Tahun 1983 tanggal 16 Maret 1983, Kantor Menteri ini masih dipimpin oleh Lasiyah Soetanto.

Belum selesai menjabat sebagai Menteri Negara Urusan Peranan Wanita, Lasiyah Soetanto telah mendahului dipanggil Sang Pencipta pada tahun 1987. Jabatan Menteri Negara Urusan Peranan Wanita kemudian digantikan oleh Anindyati Sulasikin Murpratomo hingga 1988, yang diangkat berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 285/M Tahun 1987.

Pada Kabinet Pembangunan V (Maret 1988 - Maret 1993), Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita masih dipimpin oleh Anindyati Sulasikin Murpratomo berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 64/M Tahun 1988, tanggal 21 Maret 1988.

Pada Kabinet Pembangunan VI (Maret 1993 - Maret 1998), Presiden Soeharto mengangkat Mien Sugandhi untuk memimpin Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 96/M Tahun 1993 tanggal 17 Maret 1993.

Selanjutnya, pada Kabinet Pembangunan VII (Maret 1998 - Mei 1998), nama Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita diubah menjadi Kantor Menteri Negara Peranan Wanita, tanpa kata “Urusan”. Sementara yang ditunjuk untuk menjadi menterinya oleh Presiden Soeharto adalah Tutty Alawiyah berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 62/M Tahun 1998 tanggal 14 Maret 1998.

Soeharto yang baru dua bulan dipilih kembali sebagai presiden yang ketujuh kalinya, akibat adanya badai krisis moneter, beliau mendapat tekanan ekonomi, politik, dan gelombang unjuk rasa yang menuntut reformasi dari mahasiswa dan berbagai kalangan. Akibatnya, Presiden Soeharto terpaksa meletakkan jabatannya pada Kamis, 21 Mei 1998. Sesuai konstitusi, Wakil Presidenlah yang meneruskan estafet kepemimpinan, sehingga B.J. Habibie naik menjadi Presiden Republik Indonesia ketiga, menggantikan Soeharto.

Saat B.J. Habibie menjadi presiden, kabinetnya bernama Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet ini diumumkan pada 22 Mei 1998 dan bertugas sejak 23 Mei 1998 hingga masa baktinya berakhir pada Oktober 1999. Kantor Menteri Negara Peranan Wanita masih dipercayakan kepada Tutty Alawiyah oleh Presiden B.J. Habibie untuk menjadi menterinya berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 122/M Tahun 1988 tanggal 22 Mei 1988.

Akibat adanya tuntunan reformasi yang menyebabkan Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, maka pemilu yang awalnya diagendakan pada 2003, dimajukan menjadi tahun 1999. Pemilu yang berlangsung pada 7 Juni 1999 menjadi sejarah pemilu pertama di masa reformasi. Berdasarkan hasil Sidang Umum MPR, yang terpilih menjadi presiden adalah Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dengan wakil presiden Megawati Soekarnoputri. Pada 29 Oktober 1999 Presiden Abdurrahman Wahid kemudian melantik menteri-menterinya dalam Kabinet Persatuan Nasional. Pada era Presiden Abdurrahman Wahid inilah Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dimulai, yang sebelumnya bernama Kantor Menteri Negara Peranan Wanita. Adapun yang dipercaya menjabat sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan adalah Khofifah Indar Parawansa.

Baru menjabat sebagai presiden selama 21 bulan, Gus Dur dimakzulkan dari jabatannya oleh MPR selaku lembaga tertinggi negara. Melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001, mandat yang diberikan kepada Gus Dur ditarik kembali. MPR kemudian menetapkan Megawati Soekarnoputri sebagai pengganti presiden.

Dengan Kabinet Gotong Royong-nya, Presiden Megawati Soekarnoputri mengangkat Sri Redjeki Sumarjoto sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan mengggantikan Khofifah Indar Parawansa berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M Tahun 2001. Megawati Soekarnoputri mengakhiri masa jabatannya pada Oktober 2004.

Jika sebelumnya presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR, maka tahun 2004 merupakan tonggak sejarah untuk pertama kalinya presiden dan wakil presiden dipilih oleh rakyat melalui Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Pemilihan Umum ini dimenangkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Muhammad Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden periode Oktober 2004 - Oktober 2009. Oleh SBY, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dalam Kabinet Indonesia Bersatu (I), dipercayakan kepada Meutia Farida Hatta Swasono untuk memimpinnya.

Untuk kedua kalinya SBY terpilih kembali sebagai Presiden Republik Indonesia periode Oktober 2009 - Oktober 2014. Adapun wakil presidennya adalah Budiono. Pada era inilah (Kabinet Indonesia Bersatu II) kementerian yang membidangi urusan perempuan mengalami dua perubahan. Pertama, penambahan nomenklatur. Meskipun pada periode sebelumnya masalah perlindungan terhadap anak ini telah ada, namun pada kenyataannya tidak tampak dalam nomenklatur. Pada periode inilah perlindungan terhadap anak dimasukkan ke dalam nomenklatur, sehingga yang tadinya bernama Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, berubah menjadi Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Kedua, peningkatan status. Jika tadinya kementerian ini masih menggunakan nama “Negara”, maka pada Kabinet Indonesia Bersatu II, kata “Negara” di belakang kata “Kementerian” itu dihapus, sehingga namanya menjadi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Ini terjadi pada tahun 2011, saat jabatan menteri diemban oleh Linda Amalia Sari.

Pada era Kabinet Kerja, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap mempertahankan nama kementerian yang membidangi urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, yakni Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, tanpa ada perubahan. Adapun yang menjabat sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak adalah Yohana Yembise (Oktober 2014 - Oktober 2019).

Walaupun Jokowi dua kali terpilih sebagai presiden, namun pada periode kedua (2019-2024), beliau tidak menggunakan nama Kabinet Kerja lagi, melainkan menggunakan nama Kabinet Indonesia Maju. Kementerian yang tetap bernama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ini dipercayakan kepada I Gusti Ayu Bintang Darmawati untuk memimpinnya.

Jika pada periode-periode sebelumnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak belum memiliki logo khusus sehingga logo yang digunakan pada dokumen-dokumen resmi berupa lambang Garuda Pancasila, maka sejak tahun 2010 kementerian ini telah memiliki logo khusus. Logo yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 63 Tahun 2010 tanggal 27 Agustus 2010 seperti gambar di bawah ini, memiliki filosofi demikian.

Logo Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

(Sumber gambar: https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/slider/e9e65-logo-kpppa.pdf)

 

1. Sosok laki-laki dan perempuan serta sosok anak yang saling berpegangan tangan membentuk lingkaran, digambarkan sebagai sesuatu yang tipis seperti kertas dan mudah rusak. Hal ini dimaksudkan bahwa perempuan dan anak perempuan merupakan kelompok yang paling rentan dilanggar hak-haknya sebagai manusia di bawah dominasi budaya patriarkhi yang mengunggulkan kaum laki-laki dalam keluarga dan masyarakat.

2. Sosok laki-laki dan perempuan digambarkan sejajar, melambangkan kesetaraan gender. Formasi lingkaran menempatkan anak-anak di posisi tengah, menggambarkan suatu perlindungan bagi mereka. Sosok-sosok yang saling bergandengan tangan membentuk lingkaran dapat diartikan sebagai adanya keterkaitan antara terwujudnya ketahanan keluarga dengan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan serta perlindungan anak. Di samping itu, juga menggambarkan kelembagaan dan jejaring kerja yang solid, bersinergi, dan saling menghargai.

3. Warna biru muda diartikan sebagai kedamaian dan ketenangan, sesuai dengan tujuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk mewujudkan kesetaraan gender dan perlindungan anak, yang akan berimplikasi terhadap perwujudan rasa kedamaian dan ketenangan dalam keluarga dan masyarakat.

4. Warna hijau diartikan sebagai gambaran kepedulian terhadap kelestarian lingkungan hidup dan kesejahteraan, yang terwujud jika perempuan telah berdaya dan anak-anak telah terlindungi hak-haknya.

 

Daftar Acuan

 

Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 63 Tahun 2010 tentang Logo Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

https://historia.id/amp/politik/articles/ada-karena-desakan-pbb-DpwlA 

https://id.wikipedia.org/wiki/Soeharto#:~:text=Melalui%20Sidang%20Istimewa%20MPRS%2C%20pada,Soekarno%20(NAWAKSARA)%20ditolak%20MPRS.

https://kompaspedia.kompas.id/baca/infografik/kronologi/kronologi-pengunduran-diri-presiden-soeharto

https://news.detik.com/berita/d-6319952/siapa-pahlawan-revolusi-arti-gelar-dan-daftar-nama-korban-g30s-pki

https://setkab.go.id/kabinet-gotong-royong/

https://setkab.go.id/kabinet-indonesia-bersatu/

https://setkab.go.id/kabinet-indonesia-bersatu-II/

https://setkab.go.id/kabinet-kerja/

https://setkab.go.id/kabinet-pembangunan-iii/

https://setkab.go.id/kabinet-pembangunan-iv/

https://setkab.go.id/kabinet-pembangunan-v/

https://setkab.go.id/kabinet-pembangunan-vi/

https://setkab.go.id/kabinet-pembangunan-vii/

https://setkab.go.id/kabinet-persatuan-nasional/

https://setkab.go.id/kabinet-reformasi-pembangunan/

https://setkab.go.id/profil-kabinet/

https://www.kompas.id/baca/lembaga/2020/07/27/kementerian-pemberdayaan-perempuan-dan-perlindungan-anak

https://www.merdeka.com/jatim/sejarah-27-maret-dilantiknya-soeharto-sebagai-presiden-kedua-republik-indonesia-kln.html

https://nasional.kompas.com/read/2022/05/19/15005531/sejarah-pemilu-1999-pesta-demokrasi-dengan-partai-peserta-terbanyak

https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Presiden_Indonesia_2004