Jumat, 24 Maret 2023

RASULULLAH DITEGUR ALLAH KARENA LUPA MENGUCAPKAN “IN SYAA ALLAH”


 

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar seorang muslim mengucapkan in syaa Allah” ketika ia berjanji. Menurut Anugerah Ayu Sendari dalam tulisannya yang diunggah di https://www.liputan6.com, “in syaa Allah” berasal dari tiga kata, yakni “in”, “syaa”, dan “Allah”. In berarti ‘jika’, syaa berarti ‘menghendaki’, dan Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian, in syaa Allah berarti ‘jika Tuhan menghendaki’. Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “in syaa Allah” diartikan sebagai ungkapan yang digunakan untuk menyatakan harapan atau janji yang belum tentu dipenuhi.

Masih menurut Anugerah Ayu Sendari, dengan berkata “in syaa Allah”, maka seseorang telah membuat sebuah perjanjian dengan Allah dan akan melakukan janji tersebut. Arti in syaa Allah di sini bukan sekadar berkaitan dengan janji, melainkan juga dipahami bahwa manusia memercayai adanya takdir Allah. Itulah sebabnya Allah memerintahkan kepada kita umat muslim, ketika berjanji atau berencana melakukan suatu hal pada waktu yang akan datang agar mengucapkan “in syaa Allah”. Hal ini disebabkan Allah-lah yang berkuasa menentukan terlaksana atau tidak terlaksananya janji atau rencana seseorang pada waktu yang akan datang. Betapa pentingnya mengucapkan “in syaa Allah” ketika berjanji atau berencana melakukan suatu hal pada waktu yang akan datang, dapat dilihat dari peristiwa yang dialami oleh Rasulullah.

In syaa Allah

(Sumber: https://id.pngtree.com/freepng/insha-allah-arabic-dua-calligraphy-inshallah-islamic-inshaallah-sticker-if-wills-vector-art_8998025.html)

 

Sebagaimana kita ketahui, penduduk Mekah mengetahui bahwa Muhammad adalah orang yang amanah, dapat dipercaya, dan jujur. Dikarenakan sikapnya itu, Muhammad lalu dijuluki Al-Amin oleh mereka. Al-Amin artinya dapat dipercaya. Meskipun demikian, apakah setelah beliau diangkat sebagai rasul oleh Allah, lalu membuat dakwah Rasulullah berjalan mulus di tengah-tengah penduduk Mekah? Ternyata tidak! Perasaan sombong dan takut kehilangan kedudukan menyebabkan mereka menolak ajaran Islam dan bahkan menentang setiap langkah dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah. Berbagai cara mereka lakukan demi menghentikan tersiarnya ajaran agama Islam.

Suatu ketika, kaum kafir Quraisy mengutus An-Nadlr bin al-Harts dan Uqbah bin Abi Mu'ith untuk bertanya kepada pendeta Yahudi di Yatsrib (yang kemudian diganti namanya menjadi Madinah oleh Rasulullah setelah beliau hijrah ke kota tersebut) tentang kenabian Muhammad dengan jalan menceritakan sifat-sifat Muhammad dan segala segala sesuatu yang diucapkannya. Mengapa mereka sampai mau melakukan perjalanan jauh hanya untuk bertanya kepada pendeta Yahudi? Hal ini disebabkan kaum kafir Quraisy mengakui bahwa pendeta Yahudi itu mempunyai keahlian dalam memahami kitab yang diturunkan lebih dahulu dan mempunyai pengetahuan tentang tanda-tanda kenabian daripada mereka. Rencananya, setelah mendapat pengetahuan dari pendeta Yahudi, mereka ingin mendebat Rasulullah dengan pengetahuan yang mereka peroleh.  

Berangkatlah kedua utasan tersebut menuju Yatsrib. Sesampai di Yatsrib, mereka bertemu dengan pendeta Yahudi, dan bertanya seperti yang diinginkan oleh para pemimpin kaum kafir Quraisy.

“Tanyakanlah kepada Muhammad tentang tiga hal. Jika ia dapat menjawab, maka sungguh ia adalah utusan Allah. Namun jika ia tak dapat menjawab, maka ia hanyalah orang biasa yang mengaku-aku sebagai nabi”, jawab pendeta Yahudi.

Pendeta Yahudi tadi lalu melanjutkan perkataannya.

“Pertama, tanyakanlah kepadanya tentang pemuda-pemuda pada zaman dahulu yang bepergian dan apa yang terjadi kepada mereka, karena cerita tentang para pemuda ini sangat menarik. Kedua, tanyakanlah kepadanya tentang seorang pengembara yang sampai ke masyrik (timur) dan maghrib (barat), dan apa pula yang terjadi padanya. Ketiga, tanyakan pula kepadanya tentang ruh”.

Setelah mendapat jawaban dari pendeta Yahudi, kedua utusan tersebut pun kembali ke Mekah.

“Kami datang membawa sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menentukan sikap tuan-tuan dan Muhammad”, kata utusan tadi kepada para pemimpin kaum kafir Quraisy.

Para utusan ini kemudian menceritakan apa yang dikatakan oleh pendeta Yahudi. Tidak lama setelah itu, kaum kafir Quraisy kemudian menemui Rasulullah dan menanyakan ketiga hal seperti disampaikan pendeta Yahudi.

"Aku akan menjawab pertanyaan kalian besok", jawab Rasulullah dengan harapan besok telah mendapat wahyu dari Allah sebagai bahan jawaban atas pertanyaan kaum kafir Quraisy.

Mendapat jawaban seperti itu dari Rasulullah, mereka pun pulang. Namun apakah Allah langsung menjawab keinginan Rasulullah?

Sehari, dua hari, tiga hari dari waktu yang telah Rasulullah janjikan kepada kaum kafir Quraisy telah lewat. Rasulullah terus menanti, tapi Malaikat Jibril belum juga datang menemui beliau untuk menyampaikan wahyu yang dapat menjawab tiga pertanyaan kaum kafir Quraisy. Sementara itu, kaum kafir Quraisy semakin menjadi-jadi dalam mencemooh Rasulullah. Rasulullah tak hanya gelisah, tapi juga bersedih dan malu bercampur-aduk menjadi satu. Beliau tak tahu apa yang harus dikatakan kepada kaum kafir Quraisy.  

Lima belas malam lamanya Rasulullah menunggu datangnya wahyu. Akhirnya datanglah Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu yang berisi jawaban atas tiga pertanyaan kaum kafir Quraisy. Pertama, kisah tentang para pemuda yang meninggalkan kaumnya pada zaman dahulu yang tertidur di dalam gua selama lebih dari tiga ratus tahun dengan ditemani seekor anjing yang setia (Al-Qur’an Surat Al-Kahfi ayat 9-26) yang di dalamnya ada teguran Allah kepada Rasulullah. Kedua, cerita tentang seorang petualang yang berhasil menjelajahi ujung bumi di timur dan barat (Al-Qur’an Surat Al-Kahfi ayat 83-101). Ketiga, tentang hakikat roh (Al-Qur’an Surat Al-Isra’ ayat 85).

Teguran Allah kepada Rasulullah tadi tertuang dalam Al-Qur’an Surat Al-Kahfi ayat 23-24. Rasulullah ditegur oleh Allah karena beliau telah memastikan sesuatu pada esok hari tanpa mengucapkan “in syaa Allah”.

"Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: 'Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi', kecuali (dengan menyebut): 'in syaa Allah'" (Al-Qur’an Surat Al-Kahfi ayat 23-24).

Terkait teguran tersebut, Ibnu Katsir dalam tafsirnya yang dikutip dalam https://alquranmulia.wordpress.com/ mengatakan bahwa hal ini merupakan bimbingan dari Allah kepada Rasulullah, jika hendak melakukan sesuatu pada masa yang akan datang, hendaklah mengembalikan hal itu kepada kehendak Allah yang mengetahui apa yang telah terjadi, yang akan terjadi, yang tidak akan terjadi, dan bagaimana akan terjadinya.  

Jika Rasulullah telah ditegur oleh Allah karena tidak mengucapkan “in syaa Allah” ketika berjanji atau berencana melakukan sesuatu pada waktu yang akan datang, maka kita sebagai umatnya seyogyanya juga mengucapkan “in syaa Allah” bila berjanji atau hendak melakukan sesuatu pada esok hari, lusa, atau pada waktu yang akan datang.

 

DAFTAR ACUAN

 

1. Buku

Asrifin An Nakhrawi. 2011. Ringkasan Asbaabun Nuzul, Sebab-Sebab Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an. Surabaya: Ikhtiar.

K.H.Q. Shaleh dan H.A.A. Dahlan dkk. 2000. Asbābun Nuzūl, Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat Al-Quran. Cetakan ke-6. Bandung: CV Penerbit Diponegoro.

Muhammad Ali Ash-Shabuny. 2001. Cahaya Al-Qur’an, Tafsir Tematik Surat Al-Kahfi - Al-Mukminun. Jilid 4. Terjemahan: Munirul Abidin. Cetakan Pertama. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

 

2. Internet

https://alquranmulia.wordpress.com/2015/07/17/tafsir-ibnu-katsir-surah-al-kahfi-ayat-23-24/

https://republika.co.id/berita/q8xrvi458/ketika-rasulullah-ditegur-karena-lupa-ucapkan-insya-allah

https://www.fiqhislam.com/agenda/syariah-akidah-akhlak-ibadah/123914-ketika-rasulullah-ditegur-karena-lupa-ucapkan-insya-allah

https://www.liputan6.com/hot/read/4712489/arti-insya-allah-dalam-percakapan-sehari-hari-dalil-dan-penggunaannya